Masa kecil
Sejak usia dua tahun Che Guevara mengidap asma yang diderita
sepanjang hidupnya. Karena itu keluarganya pindah ke daerah yang lebih
kering, yaitu daerah Alta Gracia (Crdoba) namun kesehatannya tidak
membaik. Pendidikan dasar ia dapatkan di rumah sebagian dari ibunya,
Celia de la Serna. Pada usianya yang begitu muda, Che Guevara telah
menjadi seorang pembaca yang lahap. Ia rajin membaca literatur tentang
Karl Marx, Engels dan Sigmund Freud yang ada di perpustakaan ayahnya.
Memasuki sekolah menegah pertama (1941) di Colegio Nacional Den Funes
(Crdoba). Di sekolah ini dia menjadi yang terbaik di bidang sastra dan
olahraga. Di rumahnya, Che Guevara tergerak hatinya oleh para pengungsi
perang saudara Spanyol, juga oleh rentetan krisis politik yang parah
di Argentina. Krisis ini memuncak di bawah pemerintahan diktator fasis
kiri, Juan Peron, seorang yang ditentang Guevara. Berbagai peristiwa
tertanam kuat dalam diri Guevara, ia melihat sebuah penghinaan dalam
pantomim yang dilakonkan di Parlemen dengan demokrasinya. Maka muncul
pulalah kebenciannya akan politisi militer beserta kaum kapitalis dan
terutama kepada dolar Amerika Serikat ,yang dianggap sebagai lambang
kapitalisme.
Meski demikian dia sama sekali tidak ikut
dalam gerakan pelagejar revolusioner. Ia hanya menunjukkan sedikit
minat dalam bidang politik di Universitas Buenos Aires, (1947), tempat
ia belajar ilmu kedokteran. Pada awalnya ia hanya tertarik memperdalam
penyakitnya sendiri, namun kemudian dia tertarik pada penyakit kusta.
Pada tahun 1959, Guevara menikahi Aledia March. Pada 12 Juni 1959
belum genap enam bulan sesudah Revolusi Kuba meraih kemenangan, Castro
mengutus Che selama tiga bulan untuk mengunjungi 14 negara Asia,
kebanyakan negara peserta Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955.
Pada rentang tiga bulan inilah Che berkunjung ke Jakarta dan
menyempatkan diri ke Borobudur. Setahun kemudian pada 13 Mei 1960,
Presiden Soekarno mengunjungi Kuba. Di Bandara Jose Marti, Havana,
Soekarno disambut oleh Presiden Kuba Fidel Castro, Che Guevara, dan
deretan pejabat Kuba lain [2]. Sekembalinya ke Kuba ia diangkat sebagai
Menteri Perindustrian, menandatangani pakta perdagangan (Februari 1960)
dengan Uni Soviet yang melepaskan industri gula Kuba pada
ketergantungan pasar Amerika. Ini merupakan isyarat akan kegagalannya
di Kongo dan Bolivia sebuah aksioma akan sebuah kekeliruan yang tak
akan terelakkan. “Tidaklah penting menunggu sampai kondisi yang
memungkinkan sebuah revolusi terwujud sebab fokus instruksional dapat
mewujudkannya” ucapnya dan dengan ajaran Mao Ze Dong ia percaya bahwa
daerah daerah pasti membawa revolusi ke kota yang sebagian besar
penduduknya adalah petani. Juga pada saat ini ia menyebarkan filosofi
komunisnya (diterbitkan kemudian dalam “The Socialism and Man in Cuba”,
12 Maret 1965). Ia meringkas pahamnya menjadi “Manusia dapat sungguh
mencapai tingkat kemanusiaan yang sempurna ketika berproduksi tanpa
dipaksa oleh kebutuhan fisiknya sehingga ia harus menjual dirinya
sebagai barang dagangan”
Kematian Che Guevara
Petualangan revolusioner terakhir Che adalah di Bolivia, karena ia
salah memperkirakan potensi negara itu yang mengakibatkan konsekuensi
yang buruk. Tertangkapnya Che oleh tentara Bolivia pada 8 Oktober 1967
adalah akhir dari segala usahanya dan hukuman tembak dijatuhkan sehari
setelah itu.
Pada tanggal 12 Juli 1997 jenazahnya dikuburkan kembali dengan
upacara kemiliteran di Santa Clara, di provinsi Las Villas, di mana
Guevara mengalami kemenangan dalam pertempuran ketika revolusi Kuba.
Che menjadi legenda. Ia dikenang karena keganasannya, penampilannya
yang romantis, gayanya yang menarik, sikapnya yang tak kenal kompromi
dan penolakan atas penghormatan berlebihan atas semua reformasi murni
dan pengabdiannya untuk kekejaman dan sikapnya yang flamboyan. Ia juga
idola para pejuang revolusi dan bahkan kaum muda generasi tahun
1960-1970 atas tindakan revolusi yang berani yang tampak oleh jutaan
orang muda sebagai satu-satunya harapan dalam perombakan lingkup
borjuis kapitalisme, industri dan komunisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar