BAB VII
OTORITAS VETERINER
Pasal 68
(1) Penyelenggaraan kesehatan hewan di seluruh Negara Kesatuan Rebublik Indonesia memerlukan otoritas veteriner.
(2) Dalam rangka pelaksanaan ototitas veteriner sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pemerintah menetapkan Siskewanas.
(3) Dalam pelaksanaan Siskeswanas sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya menetapkan dokter hewan berwenang, meningkatkan peran dan fungsi kelembagaan penyelenggaraan kesehatan hewan, serta melaksanakan koordinasi dengan memehartikan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pemerintah daerah.
(4) Dalam ikut berperan serta mewujudkan kesehatan hewan dunia melalui Siskewanas sebagaimana dimaksud ayat (2). Menteri dapat melimpahkan kewenangannya kepada otoritas veteriner.
(5) Otoritas veteriner bersama organisasi profesi kedokteran hewan melaksanakan Siskewanas dengan memperdayakan potensi tenaga kesehatan hewan dan membina pelaksanaan praktik dokter hewan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(6) Di samping melaksanakan pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan, kesahatan masyarakat veteriner, dan/atau kesejahteraan hewan, otoritas veteriner juga melakukan pelaksanaan kesehatan hewan, pengaturan tenaga kesehatan hewan, pelaksanaan medik reproduksi, medik konservasi, forensik veteriner, dan pengembangan kedokteran hewan perbandingan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan kesehatan hewan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 69
(1) Pelayanan kesehatan hewan meliputi pelayanan jasa laboratorium veteriner, pelayanan jasa laboratorium pemeriksaan dan pengujian veteriner, pelayanan jasa medik veteriner, dan/atau pelayanan jasa di pusat kesehatan hewan atau pos kesehatan hewan.
(2) Setiap orang yang berusaha di bidang pelayanan kesehatan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin usaha dari bupati/walikota.
Pasal 70
(1) Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan hewan, Pemerintah mengatur penyediaan dan penempatan tenaga kesehatan hewan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan kebutuhan.
(2) Tenaga kesehatan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas tenaga medik veteriner, sarjana kedokteran hewan, dan tenaga paramedik veteriner.
(3) Tenaga medik veteriner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas dokter hewan dan dokter hewan spesialis.
(4) Tenaga paramedik veteriner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki diploma kesehatan hewan dan/atau ijazah sekolah kejuruan kesehatan hewan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria tenaga kesehatan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 71
(1) Tenaga medik veteriner melaksanakan segala urusan kesehatan hewan berdasarkan kompetensi medik veteriner yang diperolehnya dalam pendidikan kedokteran hewan.
(2) Tenaga paramedik veteriner dan sarjana kedokteran hewan melaksanakan urusan kesehatan hewan yang menjadi kompetensinya dan dilakukan di bawah penyeliaan dokter hewan.
(3) Dokter hewan spesialis dan/atau dokter hewan yang memperoleh sertifikat kompetensi dari organisasi profesi dokter hewan dan/atau sertifikat yang diakui oleh Pemerintah dapat melaksanakan urusan kesehatan hewan.
(4) Dalam menjalankan urusan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), tenaga kesehatan hewan wajib mematuhi kode etik dan memegang teguh sumpah atau janji profesinya.
Pasal 72
(1) Tenaga kesehatan hewan yang melakukan pelayanan kesehatan hewan wajib memiliki surat izin praktik kesehatan hewan yang dikeluarkan bupati/walikota.
(2) Untuk mendapatkan surat izin praktik kesehatan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tenaga kesehatan hewan yang bersangkutan mengajukan surat permohonan untuk memperoleh surat izin praktik kepada bupati/walikota disertai dengan sertifikat kompetensi dari organisasi profesi kedokteran hewan.
(3) Tenaga asing kesehatan hewan dapat melakukan praktik pelayanan kesehatan hewan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral antara pihak Indonesia dan negara atau lembaga asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 73
(1) Pemerintah wajib membina dan memfasilitasi terselenggaranya medik reproduksi, medik konservasi, dan forensik veteriner.
(2) Medik reproduksi, medik konservasi, dan forensik veteriner sepanjang berkaitan dengan satwa liar dan/atau hewan yang hidup di air diselenggarakan secara terkoordinasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 74
(1) Dalam rangka meningkatkan pemanfaatan hewan sebagai hewan laboratorium dan hewan model penelitian dan/atau pemanfaatan organ hewan untuk kesejahteraan manusia diterapkan ilmu kedokteran perbandingan.
(2) Penerapan ilmu kedokteran perbandingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan :
a. di bawah penyeliaan dokter hewan yang kompeten;
b. berdasarkan etika hewan dan etika kedokteran hewan; dan
c. dengan mempertimbangkan kesejahteraan hewan.
Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut mengenai tenaga kesehatan hewan sebagaimana di maksud Pasal 70 sampai dengan Pasal 74 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar