Jumat, 12 Juli 2013

Ayam Layer ( Ayam Petelur )

Supaya Produksi Telur Optimal

Sepertinya masih banyak pelaku industri peternakan ayam petelur (commercial farm) tidak mengetahui dengan pasti apakah produksi telur yang dihasilkan selama ini sudah optimal atau belum. Hal ini terjadi lantaran pada umumnya peternakan ayam petelur tidak dikelola dengan manajemen yang baik sehingga untuk memantau perkembangan produksi harian, mingguan bahkan dalam satu periode pun sulit.
Sesungguhnya gampang. Kuncinya adalah minimal harus ada recording harian dulu sehingga semuanya akan terpantau dengan pasti baik produksi (butir dan kilogram), jumlah pemberian pakan, kematian ayam (deplesi), berat telur dan lain-lain. Dan dari recording ini pula dapat diketahui apakah produksinya sudah optimal –mendekati sampai sesuai dengan standar- atau belum.

Secara sederhana, parameter yang dapat dipakai untuk mengukur ke-optimalan produksi adalah HD % produksi, jumlah telur kilogram yang selanjutnya berhubungan dengan berat telur (g/butir), liveability (daya hidup). Demikian pula untuk feed intake yang merupakan salah satu faktor penunjang supaya produksinya optimal.
Sesungguhnya hampir setiap breeding farm sudah memiliki standar produksi dari strain ayam yang dipasarkan. Misalnya Lohmann Brown menggariskan bahwa sampai umur 80 minggu setiap ekor ayam harus menghasilkan telur 337,5 butir dan 21,65 kg. Juga harus memiliki daya hidup 94-96 % sampai diafkir.
Melihat angka diatas tentunya bukan sesuatu yang mudah untuk dicapai. Uraian berikut ini diharapkan menjadi “tools” peternak sehingga produksi yang dihasilkan bisa optimal.
Masa Kritis Pertama.
Mengapa disebut masa kritis? Banyak literatur mengatakan bahwa umur 0-4 minggu merupakan “the major factor” dimana keberhasilan pencapaian berat badan pada umur ini sangat menentukan produksi telur nantinya baik dari HD% maupun berat telurnya.
Mengapa demikian, karena pada umur 0-6 minggu terjadi hiperplasia besar-besaran. Grafik pertambahan berat badan dibawah ini adalah bukti terjadinya hiperlasia tadi, dimana pertambahan berat badan meningkat drastis sampai umur 6 minggu kemudian berangsur-angsur turun.

Sumber : Layer Management Guide Lohmann Brown

Tampak dari grafik diatas bahwa mulai 0-6 minggu pertama terjadi pertumbuhan yang sangat cepat sehingga kesempatan ini tidak boleh disia-siakan. Artinya, dengan cara apapun berat badan harus masuk standar paling lambat sampai umur 6 minggu. Disamping itu, perkembangan fisiologi (physiological development) ayam menunjukkan bahwa pada umur 6-8 minggu perkembangan skeletal sudah mencapai 85%. Teori ini pula yang mendasari bahwa “frame size” (baca : kerangka tubuh) akan terbentuk dengan baik jika berat badan ayam sampai umur 6 minggu telah masuk standar.

Sering dijumpai dilapangan bahwa peternak sangat sulit untuk mencapai berat badan diusia ini. Memang sebaiknya ada strategi khusus supaya berat badan masuk standar, misalnya dengan pemberian pakan sesering mungkin. Misalnya 2 jam sekali (8-10 kali dalam satu hari) terutama untuk umur 0-3 minggu.

Pemberian dengan cara ini ternyata juga mampu merangsang perkembangan tembolok sehingga harapan untuk pencapaian feed intake dan akhirnya untuk mencapai berat standar ini dapat terpenuhi. Dan harus ingat bahwa sangat mustahil berat badan dapat tercapai jika feed intake-nya tidak masuk standar pula. Jumlah feeder tray dan galon air minum juga menjadi faktor penting pencapaian feed intake. Ingat, dari waktu ke waktu standar jumlah feeder tray dan galon air minum semakin bertambah karena menyesuaikan dengan perkembangan genetis ayam.

Juga umumnya perhatian terhadap temperatur brooder sangat kurang, sehingga anak ayam pun merasa tidak nyaman.
Perhatian ini pun tidak ‘mentah-mentah’ menuruti standar temperatur yang sudah ada, tetapi juga tetap memperhatikan lokasi (ketinggian dari permukaan laut, suhu lingkungan, kelembaban) dimana kandang pullet berada. Jadi misalnya pemeliharaan pullet didaerah panas dibandingkan didaerah dingin memberikan konsekuensi pada jumlah dan lamanya pemanas dinyalakan berbeda-beda pula.

Ada salah satu teori lama mengatakan bahwa anak ayam sebaiknya diberikan makan setelah 3-5 jam setelah ditebar. Yang lebih baik ternyata semakin cepat ayam ditebar dan langsung diberikan makanan, maka pertumbuhan ayam akan lebih baik dan penyerapan kuning telur pun juga lebih cepat. Pakan starter yang berbentuk crumble ini ternyata mampu menjadi stimulator untuk memfungsikan segera organ-organ pencernakan. Salah satu contohnya adalah munculnya gerakan peristaltik usus yang kemudian segera menyerap kuning telur.
Demikian pula untuk kontrol berat badan. Sebaiknya berat badan ayam selalu dikontrol setiap minggunya sehingga dapat diketahui perkembangan ayam dari waktu ke waktu. Kontrol berat badan ini dapat dilakukan dengan penimbangan sampling minimal 10 % dari jumlah populasi yang ada dengan cara yang benar. Hasil penimbangan tersebut selalu dicatat dan berguna untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan berkaitan dengan berat badan yang dicapai.

Pada umur 6 minggu grading total (penimbangan) harus dilakukan untuk memisahkan ayam-ayam yang masih berada dibawah standar. Ini mutlak. Karena ayam yang berada dibawah standar ini selanjutnya akan di perlakukan khusus untuk mengejar berat badannya misalnya dengan memperpanjang pakan pre-starternya.

Masa Grower Juga Penting
Dulu, banyak yang mengatakan bahwa apabila sampai umur 6 minggu berat badan ayam sudah masuk standar maka selanjutnya kita bisa ‘leha-leha’ dan produksinya pasti akan baik. Dari pengamatan yang penulis lakukan dilapangan ternyata berat badan yang sudah masuk standar pada saat pindah kandang batere pada umur 13 minggu (setelah itu biasanya peternak “lengah”) bukanlah jaminan produksinya akan baik.
Bahkan sebaliknya, walaupun berat badan ayam kurang dari standar pada saat naik kandang batere tetapi dengan perlakuan yang serius produksinya akan baik walaupun berat telur kurang bisa maksimal. Secara komulatif ini lebih menguntungkan.

Jadi kesimpulannya, mestinya starter baik grower pun juga baik. Ini baru jaminan. Apa bentuk keseriusan pada saat grower? Utamanya adalah pencapaian feed intake. Repotnya, banyak para operator kandang mengikuti kemauan ayam. Ini terbalik. Justru ayam yang harus mengikuti kemauan operator kandang. Artinya jika suatu hari pakan tidak habis maka hari berikutnya langsung saja mengurangi porsi pakannya tanpa mengevaluasi mengapa pakan tidak habis. Lebih parah lagi, setelah pakan dikurangi akhirnya ‘kebablasen’. Akhirnya kurang terus.

Memang banyak dijumpai kasus dilapangan, untuk meningkatkan feed intake terutama saat mulai bertelur susahnya bukan main. Untuk itulah ada masa kritis kedua yaitu mulai umur 16 sampai 24 minggu.

Pada masa kritis kedua ini dimulai dari umur 16 minggu, dimana ayam harus menghabiskan pakan minimal 80 gr/ekor/hari rata-rata dalam satu minggu. Dan selanjutnya setiap minggu rata-rata harus naik 5 gr/ekor/hari. Harapannya pada umur 24 minggu dimana disitu harus puncak produksi pakan sudah masuk 120 gr/ekor.

Apa yang terjadi jika kurang? Grafik produksi diatas sudah jelas menunjukkan bahwa pakan masuk 120 gr/ekor baru pada umur lebih dari 30 minggu. Disitu pula ayam akan puncak (90% HDP). Lebih parah lagi seandainya pakan tidak bisa masuk 120 gr/ekor, kalaupun ayam bisa puncak pasti tidak akan lama dan berat telur juga akan terganggu. Karena memang kebutuhan hidup ayam dan produksinya tidak tercukupi. Ini tentunya akan semakin menambah kerugian peternak bukan?

Banyak cara sudah diterapkan dilapangan untuk mengatasi kesulitan feed intake. Diantaranya adalah dengan ‘pengorehan’ sesering mungkin, atau dengan pembasahan pakan. Pembasahan ini kalaupun dilakukan sebaiknya tetap tanpa mengabaikan cuaca, serta jumlah air yang dipakai. Sebaiknya pembasahan atau penyemprotan pakan dengan air dilakukan pada siang hari, misalnya jam 11.00 dan jam 15.00. Kondisi yang panas ini memungkinkan pakan yang basah segera dimakan dan tidak tersisia terlalu lama yang dapat menimbulkan jamur.

Penyinaran
Masih banyak peternak yang tidak begitu peduli dengan penyinaran. Penyinaran yang baik artinya kebutuhan intensitas cahaya oleh ayam dapat terpenuhi dengan baik. Keterlambatan produksi pada usia layer juga bisa disebabkan oleh kurangnya intensitas cahaya yang diterima ayam.

Bagaimana mensiasatinya ? Sesungguhnya ayam memerlukan cahaya 40 lux. Penghitungannya mudah saja. Secara hitungan kasar kita bisa memakai 1 W per meter persegi dengan ketinggian lampu 1,5 meter dari ayam. Ini untuk lampu neon (fluorecent).
Lampu pada usia layer mulai dinyalakan sebagai stimulant hormon-hormon reporoduksi. Disamping itu dengan penambahan pencahayaan harapannya juga dapat meningkatkan feed intake yang kesulitan tadi.

Bagaimana dengan lampu bolam? Pilihan ini pun baik, karena lampu bolam/pijar ini memancarakan cahaya langsung dari filamen dan langsung dapat ditangkap oleh retina mata. Namun kelemahnnya kita membutuhkan jumlah lampu yang banyak, sehingga biaya listrik tentunya juga banyak. Karena dengan bolam kita membutuhkan 4-5 W per meter persegi. Jadi daya yang dibutuhkan juga 4 kali dibandingkan neon tadi.

Kesimpulan
Intinya, setiap step pemeliharaan adalah PENTING. Perhatian penuh harus selalu ada semenjak umur 1 hari sampai 24 minggu. Kedepan penulis akan sampaikan berbagai kasus produksi yang umumnya sering terjadi dilapangan dan bagaimana mengatasinya secara lebih rinci. Semoga membantu, dan selamat mencoba!

Tidak ada komentar: