BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit-penyakit
sistem respirasi sering sekali dijumpai pada hewan kecil. Kelainan pada sistem
respirasi juga dapat disebabkan oleh proses patologik pada atau di luar sistem
respirasi, yang tidak selalu mudah untuk dibedakan. Kerja sistem respirasi
sepenuhnya berada di bawah kontrol sistem syaraf, dan oleh sebab itu lesi pada
Susunan Syaraf Pusat dapat berpengaruh pada sistem respirasi.
Kerja sistem respirasi juga
terintegrasi dengan fungsi metabolik yang lain. Karena itu dapat terjadi perubahan
yang nyata pada respirasi meskipun tidak ada kelainan pada sistem respirasi.
Misalnya terjadinya hiperventilasi sebagai kompensasi pada keadaan asidosis
metabolik dan hipoventilasi pada keadaan alkalosis metabolik.
Sistem respirasi juga ikut bekerja
pada fungsi-fungsi tubuh yang lain, misalnya pengaturan suhu tubuh, di mana
dapat terjadi perubahan pada ventilasi (keluar masuknya udara) yang dapat
memperberat problem respirasi karena beban kerja yang meningkat.
Penyakit pada sistem respirasi ada yang
sudah dapat ditentukan diagnosisnya berdasarkan anamnesis / riwayat penyakit
dan pemeriksaan fisik saja, namun seringkali diperlukan juga cara-cara
diagnostik yang lain, misalnya pemeriksaan radiografi, ultrasonografi,
endoskopi, pemeriksaan fungsi paru dsb.
Anamnesis
Pada waktu melakukan anamnesis perlu
diperhatikan :
1.
ras,
jenis kelamin dan umur hewan
2.
asal
hewan
3.
keadaan
lingkungan
4.
riwayat
medik
5.
keluhan
saat ini.
Pemeriksaan fisik
Kecuali pada keadaan dispnu berat,
maka pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh sebelum memeriksa
sistem respirasi secara khusus. Yang perlu diperhatikan a.l. adalah : keadaan
hidrasi tubuh, kelenjar-kelenjar limfa, kulit, sistem muskuloskeletal dan mata.
Pada
waktu mengadakan pemeriksaan fisik perlu juga diperhatikan frekuensi respirasi,
serta postur tubuh dan sikap mental hewan pada waktu bernapas sbb. :
-
pernapasan
yang dangkal dan cepat : terdapat pada stiff
lung dan penyakit restriktif paru
-
pernapasan
dalam dan lambat : terdapat pada penyempitan jalan napas
-
apnu
periodik : terdapat pada penyakit SSP
-
pada
dispnu ringan lubang hidung melebar pada waktu inspirasi dan ekspirasi
-
pada
dispnu berat disertai kontraksi otot-otot abdomen
-
pada
dispnu yang sangat berat disertai perubahan pada postur tubuh dan sikap mental,
di mana hewan berdiri atau duduk dengan ekstensi kepala dan leher, abduksi kaki depan, mulut terbuka dan pandangan mata
yang kosong.
BAB
II
NASAL
DAN PARANASAL
Anamnesis
Gejala klinik yang dilaporkan pemilik hewan
penderita penyakit pada rongga hidung
adalah
sbb.:
1. Discharge
nasal tidak selalu terdeteksi pada anjing dan kucing yang suka menjilat
hidungnya. Discharge dapat bersifat :
- serus
: pada permulaan penyakit, dan sering diikuti dengan bersin (sedikit discharge
serus adalah normal pada kebanyakan hewan)
- mukoid
: pada keadaan yang lebih kronik
- purulen
: pada infeksi bakterial dan nekrosis
- bercampur
darah atau berupa darah : pada kerusakan dan erosi jaringan atau kongesti
mukosa yang berat.
2. Bersin
: disebabkan oleh iritasi atau keradangan pada bagian anterior rongga hidung.
Bersin dan discharge hidung merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada
hewan dengan penyakit pada rongga hidung.
3. Stridor
atau stertor : adalah napas yang berbunyi keras (mendengus). Stridor nasal
terjadi karena obstruksi rongga nasal uni / bilateral akibat kongesti mukosa
conchae, serta adanya discharge atau neoplasia.
4. Bernapas
dengan mulut terbuka : terjadi pada obstruksi yang berat pada waktu eksitasi
atau exercise.
5. Hewan
kadang-kadang menggunakan kaki depan untuk menggosok hidungnya, atau
menggosokkan hidung ke tanah atau benda-benda lain.
6. Nyeri
bila bagian nasal dipegang.
7. Deformitas
wajah pada daerah nasal dan sinus frontalis.
Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan fisik meliputi :
1. Evaluasi
seluruh saluran respirasi, terutama fungsi laring, trachea dan paru.
2. Inspeksi
/ palpasi terhadap asimetri wajah, serta palpasi terhadap kelainan pada tulang2
nasal.
3. Inspeksi
lubang hidung terhadap gerakan pada waktu inspirasi, keadaan paten lubang
hidung, serta adanya discharge, ulserasi atau tumor.
4. Pemeriksaan
pada palatum durum, palatum molle dan tonsil, serta bau napas dari hidung /
mulut.
5. Perkusi
sinus.
Pemeriksaan
yang lebih lanjut dapat dilakukan dengan :
1. Pemeriksaan
bakteriologik / serologik
2. Pemeriksaan
hematologik
3. Rinoskopi
(kegunaannya terbatas)
4. Pemeriksaan
radiografik
5. Biopsi,
pemeriksaan bilasan rongga hidung dan sitologik.
PENYAKIT-PENYAKIT
NASAL
A. PENYAKIT-PENYAKIT KONGENITAL
A.1. CLEFT PALATE (Palatoschisis)
CP
adalah kelainan kongenital yang dapat ditemukan pada anjing dan jarang pada
kucing. Pada keadaan ini terdapat celah pada palatum primer, yaitu bibir dan
premaxilla (disebut juga cleft lip atau
hare lip atau bibir sumbing), yang
bisa disertai dengan celah pada palatum sekunder, yaitu palatum durum dan
palatum molle.
Tanda-tanda
klinik
Pada keadaan yang berat terdapat
tanda-tanda sbb. :
- neonatus
sulit untuk mengisap / menyusu
- gangguan
pertumbuhan
- gangguan
respirasi karena pneumonia aspirasi
- kematian
dalam waktu beberapa hari.
Pada
kasus yang tidak begitu berat, tanda-tanda klinik mulai terlihat pada waktu
anak anjing disapih, berupa :
- discharge
nasal kronik
- regurgitasi
cairan atau makanan melalui hidung
- gangguan
pertumbuhan
- rinitis
kronik akibat sisa-sisa makanan dan cairan dalam rongga hidung
- aspirasi
makanan berulang-ulang menyebabkan sering terjadi pneumonia aspirasi dan
akhirnya kematian.
-
Terapi
1. pemberian
susu / makanan melalui sonde lambung
2. antibiotik
bila terdapat infeksi saluran respirasi
3. terapi
operatif setelah hewan berumur 2 – 3 bulan.
A.2. SINDROM OBSTRUKSI JALAN NAPAS PADA ANJING
BRACHYCEPHALIC
Jenis–jenis anjing tertentu (mis.
Pekingese, pug, Shih Tzu, Boston terrier, bulldog, boxer dsb.) mempunyai rahang
atas yang pendek dan termasuk anjing brachycephalic. Pada anjing jenis-jenis
itu lubang hidung, rongga hidung, nasofaring dan laring menempati ruang yang
jauh lebih pendek dibandingkan anjing pada umumnya. Di samping itu juga sering
terdapat palatum molle yang terlalu panjang serta hipoplasia laring.
Pada keadaan yang ringan hanya
terlihat pernapasan yang keras atau mendengus (stridor nasal dan / atau stridor
laring), tanpa gangguan terhadap aktivitasnya; tetapi pada keadaan yang berat
menyebabkan obstruksi dan gangguan aliran udara pada waktu bernapas. Usaha
inspirasi yang meningkat lama kelamaan bisa menyebabkan kolaps laring.
Tanda-tanda
klinik
Hewan menunjukkan tanda-tanda
kesulitan respirasi dengan pernapasan yang keras (stridor sampai stertor),
terutama pada keadaan eksitasi atau stress. Bernapas dari mulut tidak akan
membantu bila obstruksi terdapat di daerah faring dan laring. Tanda-tanda ini
biasanya menjadi lebih berat pada umur yang makin tua. Pada keadaan yang berat
terdapat sianosis, hipertermia dan kolaps.
Terapi
1. menghindari
stress dan lingkungan yang terlalu panas
2. bila
ada kesulitan respirasi :
- hewan
dikurung dan / atau diberi lingkungan yang sejuk
- diberi
sedatif
- diberi
prednisolon untuk mengurangi edema faring dan laring
- kalau
perlu diadakan trakeostomi
3. Terapi
operatif pada kasus-kasus berat dan selektif.
A.3. STENOTIC NARES
Stenosis bilateral dari lubang
hidung dapat merupakan bagian dari sindrom obstruksi jalan napas pada anjing
brachycephalic (lihat atas).
Pada keadaan istirahat lubang hidung
sangat sempit, dan pada inspirasi alae nasi (cuping hidung) terisap ke medial
sehingga menutup aliran udara. Untuk mengatasi keadaan ini hewan bernapas dari
mulut atau meningkatkan usaha inspirasi.
Pada keadaan yang berat perlu
dilakukan terapi operatif.
B.
KELAINAN PEROLEHAN
B.1. EPISTAKSIS
Epistaksis adalah perdarahan dari hidung, dan bukan merupakan penyakit
tetapi gejala yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyakit.
Etiologi
1.
Gangguan
pembekuan darah. Pada umumnya juga dapat ditemukan petechia, ecchymosis,
hematoma, hematochezia, melena dan / atau hematuria. Gangguan pembekuan darah
dapat terjadi akibat :
-
trombositopenia,
mis. pada Ehrlichiosis, penyakit otoimun (ITP/Idiopathic Trombositopenic
Purpura), DIC dsb.
-
gangguan
faktor pembekuan darah : pada intoksikasi warfarin, penyakit hepar dsb.
2.
Trauma
atau korpora aliena
3.
Infeksi
(fungi, virus, bakteri) atau infestasi parasit (Linguatula serrata).
4.
Neoplasia.
Diagnosis
Diagnosis
ditentukan dari :
1.
Anamnesis
2.
Pemeriksaan
fisik
3.
Pemeriksaan
laboratorik dsb.
Terapi
1.
Hewan
dikandangkan.
2.
Diberi
sedatif (hati-hati dengan pemberian sedatif golongan phenothiazine karena dapat
memperberat hipotensi pada perdarahan yang berat).
3.
Pada
epistaksis persisten dilakukan anestesi umum dengan intubasi, lalu dimasukkan
kasa yang dibasahi epinefrin (1 : 100.000) pada lubang hidung dan nasal faring
posterior.
4.
Bila
kehilangan darah banyak (> 30 ml / kg BB) diberi transfusi darah atau cairan
i.v.
5.
Bila
perdarahan sudah berhenti dicari kausanya dan dilakukan terapi kausal.
B.2.
RINITIS
Rinitis adalah keradangan pada
membrana mukosa rongga hidung.
Etiologi
Menurut etiologinya rinitis dapat
dibagi menjadi :
1.
Infeksius
:
a.
virus
: biasanya pada hewan muda dan merupakan kausa utama dari rinitis dan radang
saluran respirasi atas (terutama pada kucing).
-
pada
kucing : FVR (Feline Viral
Rhinotracheitis), Feline Calicivirus
-
pada
anjing : Canine Distemper, Canine Parainfluenza
b.
Riketsia
: Chlamydia psittaci pada kucing
c.
fungi
: Aspergillus fumigatus terutama pada
anjing
d.
bakteri
: pada umumnya sebagai infeksi sekunder
e.
parasit
: L. serrata, Pneumonyssus caninum.
2.
Noninfeksius
: dapat disebabkan oleh :
a.
corpora
aliena
b.
alergi
c.
penyakit
gigi : terutama pada anjing tua
d.
neoplasia
Kecuali karena alergi, penyakit
nonininfeksius pada umumnya unilateral.
Tanda-tanda klinik
-
bersin
-
discharge
nasal uni/bilateral tergantung kausanya
-
hewan
menggosok hidung dengan kaki depan
-
discharge
mata, terutama pada infeksi virus
-
pembengkakan
lgl. mandibularis.
Pada infeksi virus
sering disertai dengan tanda-tanda sistemik (febirs, depresi, anoreksia),
gejala pada mata (conjunctivitis, keratitis), ulserasi rongga mulut dan
salivasi (pada kucing). Infeksi viral pada kucing dapat menyebabkan kerusakan
permanen pada mukosa nasal dan turbinalia, yang merupakan predisposisi terhadap
infeksi bakterial kronik (rinosinusitis).
Terapi
1.
terapi
kausal
2.
terhadap
infeksi sekunder
3.
terapi
suportif.
B.3.
REVERSE SNEEZE
Reverse sneeze adalah suatu gejala di mana terjadi
dispnu inspiratorik berat untuk beberapa saat (1 – 2 menit) yang dapat disertai
dengan ekstensi leher, mata melotot dan abduksi siku. Terdengar suara mendengus
atau mendengkur akibat penutupan yang tidak sempurna dari nasofaring. Reverse sneeze cukup sering terjadi pada
anjing, namun keadaan ini tidak membahayakan dan pemilik dianjurkan untuk
mengurut daerah faring (untuk merangsang refleks menelan) atau menutup lubang
hidung pada waktu ada serangan.
B.4. NEOPLASIA NASAL
Neoplasia nasal paling sering
dijumpai pada anjing jenis dolichocephalic tua (> 9 tahun). Neoplasia pada
umumnya ganas dan yang paling sering adalah adenokarsinoma. Bisa terjadi invasi
pada maksilla, palatum dan sinus frontalis.
Tanda-tanda
klinik
1. discharge
nasal kronik unilateral (bisa bilateral bila tumor meluas dan menyeberang ke
rongga hidung kontralateral)
2. sering bersin, bila bersin sangat keras bisa
terjadi epistaksis
3. erosi
pada duktus nasolakrimalis menyebabkan timbulnya discharge mata
4. terdapat
distorsi wajah dan exophthalmos pada stadium lanjut.
Prognosis :
pada umumnya jelek, karena penyakit biasanya baru ditentukan diagnosisnya pada
stadium lanjut
PENYAKIT SINUS / PARANASAL
Dari
sinus-sinus paranasal yang terpenting secara klinik adalah sinus frontalis.
Sinus frontalis pada kucing dan anjing brachycephalic sangat sempit atau tidak
ada. Penyakit pada sinus frontalis dapat terjadi akibat perluasan penyakit dari
rongga hidung, yaitu berupa keradangan atau neoplasia. Bila terdapat sinusitis
frontalis perlu dilakukan trepanasi dan irigasi sinus.
BAB
III
LARING
Anamnesis dan tanda-tanda klinik
Anamnesis dan tanda-tanda klinik
dari penyakit-penyakit pada laring menyatakan adanya gangguan pada fungsi
laring, yaitu :
1.
Gangguan
pada aliran udara akibat dari gangguan abduksi laring sehingga menyebabkan
dispnu dan stridor pada waktu exercise.
2.
Perubahan
suara.
3.
Kurang
sempurnanya penutupan laring pada waktu menelan makanan sehingga isi faring
masuk ke dalam trakea (aspirasi). Biasanya hewan batuk dan gagging pada waktu makan atau minum. Bila ringan menyebabkan
trakeitis servikalis, tetapi bila berat menyebabkan pneumonia aspirasi.
4.
Iritasi
mukosa laring seperti pada laringitis, menyebabkan batuk.
5.
Obstruksi
laring yang berat menyebabkan sianosis dan kolaps setelah exercise / excitement
/ stress.
Pemeriksaan fisik
Prosedur pemeriksaan hewan penderita
penyakit laring tergantung pada derajat gangguan respirasi. Penyakit laring
dengan dispnu berat dan sianosis merupakan keadaan darurat dan perlu dilakukan intubasi laringotrakeal atau
trakeostomi darurat untuk menstabilkan keadaan hewan sebelum diadakan
pemeriksaan klinik.
Pemeriksaan
pada laring dilakukan dengan :
1.
Mendengarkan
adanya stridor atau batuk spontan. Kadang-kadang suara jantung dan paru tidak
terdengar pada waktu auskultasi karena tertutup oleh noise.
2.
Palpasi
laring dapat menimbulkan batuk pada laringitis.
3.
Palpasi
untuk menentukan adanya nyeri, fraktura, serta kelainan letak dan bentuk
laring.
Teknik diagnostik
Pemeriksaan lebih lanjut pada laring
dilakukan dengan :
1.
pemeriksaan
radiografik terhadap adanya osifikasi, fraktura, neoplasia serta korpora aliena
2.
laringoskopi
3.
elektromiografi
untuk menentukan adanya paralisis laring.
PENYAKIT-PENYAKIT LARING
1.
LARINGITIS AKUT
Etiologi
1.
Laringitis
akut paling sering disebabkan oleh infeksi virus dan merupakan bagian dari
penyakit pada saluran respirasi yang lain (rinitis, trakeobronkitis).
2.
Infeksi
bakteri.
3.
Gigitan
serangga atau alergen yang lain bisa menyebabkan edema laring yang berat.
Tanda klinik
1. Terdapat
tanda-tanda dari penyakit primer (febris, salivasi, conjunctivitis dsb.)
2.
Batuk
yang kering, kasar dan persisten
3.
Dispnu
pada edema laring.
Terapi
1.
Kausal
/ terhadap infeksi sekunder
2.
Kortikosteroid
pada alergi / edema laring
2.
LARINGITIS KRONIK
Etiologi
Laringitis
kronik cukup sering ditemukan pada anjing. Keadaan ini timbul karena iritasi
kronik pada laring karena anjing terus menggonggong, panting, atau menarik ikat lehernya. Iritasi kronik ini menyebabkan
osifikasi pada tulang rawan, gangguan pada fungsi laring dan fibrosis pita
suara.
Tanda klinik
1. batuk
rekuren
2. suara
serak atau hilang
3. iritasi
kronik dan stress pada waktu hewan dilatih menyebabkan spasmus laring sehingga
hewan menunjukkan dispnu berat, stridor yang keras dan sianosis.
Terapi
1. Latihan
harus dihentikan.
2. Terapi
intermiten dengan kortikosteroid. Tetapi pada umumnya hasilnya kurang
memuaskan.
3. PARALISIS LARING
Etiologi
1. Yang
paling sering ditemukan adalah bentuk kongenital. Pada umumnya dialami anjing
jenis Bouvier dan Siberian husky atau turunannya, dan sudah menimbulkan gejala
klinik pada umur beberapa bulan.
2. Paralisis
laring perolehan biasanya dijumpai pada anjing berumur tua jenis besar (giant/large breeds). Kausanya belum
jelas.
Tanda
klinik
Tergantung derajat obstruksi laring
bisa terdapat :
1. perubahan
suara
2. kadang-kadang
batuk
3. aktivitas
berkurang dan terdapat exercise
intolerance
4. stridor
inspiratorik terutama setelah exercise / stress / pada hawa panas
5. temperatur
tubuh pada umumnya meningkat
6. pada
keadaan yang berat bisa kolaps dan mati mendadak.
Diagnosis
Diagnosis ditentukan dari :
1. anamnesis
dan tanda-tanda klinik
2. laringoskopi
3. elektromiografi
Penyakit ini harus dibedakan dari
(d.d.) : 1. Kolaps laring
2.
laringitis kronik proliferatif
Terapi
1. Pada
keadaan dispnu berat hewan distabilkan (lih. Sindrom obstruksi jalan napas pada
anjing Brachycephalic, hal. 5).
2. Terapi
operatif untuk mengatasi obstruksi pada laring.
4. KOLAPS LARING
Kolaps laring bisa
merupakan komplikasi dari hipoplasia laring pada anjing jenis brachycephalic.
Tanda
klinik : berupa
tanda-tanda obstruksi laring yang berat.
Terapi : idem.
5.
TRAUMA LARING
Etiologi
Trauma
pada laring sering terjadi akibat gigitan anjing yang merupakan kombinasi dari
trauma tajam dan tumpul. Akibatnya dapat terjadi :
-
kerusakan
pada tulang rawan dan penyempitan laring
-
laserasi
laring
-
emfisema
jaringan sekitar luka.
Terapi
:
1.
idem
atas
2.
perawatan
luka
3.
antibiotika untuk mengatasi infeksi
sekunder.
BAB IV
TRAKEA
Anamnesis dan tanda-tanda klinik
Kelainan pada
trakea pada umumnya menyebabkan :
1.
batuk
2.
stridor
atau stertor inspiratorik (suara keras pada inspirasi)
3.
wheezing
(suara bersiul / nada tinggi) )pada ekspirasi
4.
edema
pulmonum
5.
kadang-kadang
sianosis dan kolaps
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang
perlu dilakukan adalah :
1.
Pemeriksaan
secara umum (menyeluruh)
2.
Pemeriksaan
saluran respirasi atas + bawah dan sistem kardiovaskular
3.
Palpasi
leher terhadap adanya emfisema subkutan, limfadenopati, abses, kista,
neoplasia, pembesaran kelenjar tiroid, atau adanya massa pada dan sekitar trakea.
4.
Adanya
refleks batuk. Pada keradangan laring atau trakea maka hewan akan batuk bila
dilakukan palpasi pada inlet torakal.
5.
Auskultasi
toraks dan suara paru
6.
Mendengarkan
suara respirasi pada trakea, laring dan rongga hidung
7.
Pemeriksaan
rongga mulut dan faring.
Pemeriksaan diagnostik khusus
Pemeriksaan-pemeriksaan
khusus antara lain :
1.
Pemeriksaan
radiografik kontras / nonkontras
2.
Trakeoskopi
/ bronkoskopi
3.
Kultur,
biopsi dan pemeriksaan sitologik dari jaringan / bilasan trakeobronkial
4.
Pemeriksaan
patologi klinik dsb.
PENYAKIT-PENYAKIT TRAKEA
1.
TRAKEITIS
Etiologi
Menurut
cara terjadinya trakeitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a.
Trakeitis noninfeksius
Trakeitis noninfeksius lebih sering dijumpai dari pada
trakeitis infeksius, dan bisa terjadi secara :
a.1. primer : - karena inhalasi asap atau gas yang
merangsang
- karena hewan terus menerus menggonggong
a.2. sekunder : akibat : - kolaps trakea
-
penyakit jantung kronik
-
penyakit pada orofaring
b.
Trakeitis infeksius
: lih. Trakeobronkitis infeksius pada
anjing (hal. 21).
Tanda klinik
Trakeitis
noninfeksius
menunjukkan :
-
batuk resonan, kasar dan paroksismal, yang
biasanya diakhiri dengan gagging
nonproduktif atau sedikit produktif
-
hewan pada umumnya tidak menunjukkan gejala2
sistemik
-
palpasi trakea dekat inlet torakal
menyebabkan refleks batuk
-
pada trakeitis sekunder hewan menunjukkan
tanda-tanda penyakit primer.
Pada trakeitis infeksius
selain tanda-tanda di atas juga sering terdapat tanda-tanda sistemik dan
menunjukkan tanda-tanda klinik dari organisme kausalnya.
Terapi
1.
ditujukan terhadap kausa primer
2.
pemberian antitusif, bronkodilator dan
ekspektoran
3.
pada batuk kronik : dilakukan nebulisasi atau
terapi dengan uap air panas selama 15 – 20 menit 3 x sehari, diikuti dengan
menepuk-nepuk dinding toraks untuk melepaskan sekret dan merangsang
ekspektorasi.
4.
Pada infeksi virus diberikan antibiotika
terhadap infeksi sekunder
5.
Dapat diberikan kortikosteroid jangka pendek
pada kasus-kasus tertentu.
2. INFESTASI FILAROIDES
OSLERI
Insidensi
Parasit
ini menyerang anjing di bawah umur 2 tahun dan paling sering ditemukan pada
anjing yang dipelihara dalam kelompok seperti pada kennel. Cacing ini mempunyai tempat predileksi pada bagian
proksimal dari karina (bifurkasi trakeal), kadang-kadang sampai ke bronki, tapi
jarang sampai ke paru.
Tanda klinik
Penyakit
ini bersifat kronik dan disertai tanda-tanda :
1.
terdengar
suara wheezing inspiratorik ringan sampai berat
2.
dispnu
3.
batuk
trakeobronkial kasar yang diakhiri dengan gagging,
retching dan ekspekstorasi mukus putih yang kadang-kadang disertai
bercak-bercak darah
4.
panting pada kasus-kasus berat.
Diagnosis
Penentuan diagnosis dilakukan :
1.
Dengan
bronkoskopi terlihat nodul-nodul dengan diameter 1 – 5 mm, berwarna putih
kekuningan. Pada biopsi nodul ditemukan larva F. osleri
2.
Pada
pemeriksaan feses, sputum atau bilasan trakea dapat ditemukan telur atau larva
cacing.
3.
Nodul-nodul
yang cukup besar pada penyakit yang berat dapat dilihat pada pemeriksaan radiografik.
Terapi
1.
Ivermectin
1000 μg / lb p.o. 1 x seminggu selama 2 bulan
2.
Terapi
operatif pada nodul yang besar yang menyebabkan obstruksi trakea.
3.
KOLAPS TRAKEA
Pada keadaan ini terdapat kelemahan
pada cincin-cincin tulang rawan trakea dengan akibat penyempitan dorsoventral
dari trakea. Kolaps bisa terjadi pada trakea bagian servikal dan / atau
torakal.
Etiologi dan insidensi
Etiologi dari kolaps trakea tidak
jelas.
Keadaan
ini bisa terjadi secara kongenital pada anjing muda, tetapi paling sering
ditemukan secara perolehan pada anjing setengah tua sampai tua. Pada umumnya
menyerang ras anjing kecil (toy breeds)
seperti chihuahua, pemeranian, toy poodle, Yorkshire terrier, Shih Tzu, Lhasa
apso dsb.
Penyakit
ini dapat juga terjadi pada hewan yang menderita endokardiosis mitralis
(insufisiensi katub mitralis atau chronic
mitral valvular fibrosis) dengan jantung dalam keadaan kompensasi atau
dekompensasi. Adanya tekanan dari atrium kiri yang membesar pada cabang bronkus
kiri mungkin menyebabkan atau memperberat batuk trakeal.
Cukup
sering juga terdapat hubungan antara
kolaps trakea dengan hepatomegali. Hepatomegali yang berat dapat
menurunkan kapasitas ventilasi sehingga mengganggu pertukaran gas. Bila setelah
pengobatan ukuran hepar mengecil, seringkali dispnu dan batuk juga berkurang.
Tanda klinik
1. Batuk
kronik yang sudah bisa dimulai pada umur muda (pada yang kongenital)
2. Suara
batuk kering dan kasar, dan sering menyerupai suara angsa sehingga disebut goose honk sound. Pada awalnya batuk ini
hanya pada pagi hari tetapi kemudian juga pada malam hari. Batuk mudah
diinduksi oleh exercise, eksitasi, tekanan pada trakea, dan pada waktu makan
atau minum.
3. Bisa
terjadi sianosis dan kolaps pada serangan batuk yang hebat.
Pada
pemeriksaan fisik :
1. hewan
terlihat normal
2. selaput
mukosa normal sampai sianotik tergantung derajat kesulitan respirasi dan
ansietas
3. biasanya
tidak terdapat febris kecuali pada dispnu dan eksitasi berat
4. suara
paru bervariasi dari normal sampai suara stridor, karena wheezing.
5. Bisa
ditemukan obesitas, hepatomegali, atau bising jantung sistolik
Diagnosis
Diagnosis ditentukan dari anamnesis
dan pemeriksaan klinik, serta dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiografik atau
trakeoskopi.
Diagnosis banding adalah
penyakit-penyakit dengan gejala batuk kronik seperti kolaps laring, bronkitis
atau trakeitis kronik dsb.
Terapi
Terapi pada umumnya simtomatik.
1. kombinasi
bronkodilator dengan ekspektorans dan sedatif (misalnya teofilin, gliserol
guaiakolat dan fenobarbital).
2. terapi
dengan uap air panas atau nebulisasi.
3. antitusif
pada batuk yang nonproduktif (codein, dekstrometorfan).
4. kortikosteroid
untuk mengurangi gejala keradangan, diberikan selama paling lama 5 hari bila
tidak ada respon terhadap pengobatan yang lain.
5. Antibiotik
diberikan hanya bila ada infeksi sekunder.
6. Mengobati
penyakit-penyakit lain, misalnya penyakit janutng, hepatomegali.
7. Anjing
yang obes diturunkan berat badannya.
8. Terapi
operatif hanya dilakukan pada kasus-kasus selektif
4. OBSTRUKSI & KORPORA ALIENA TRAKEA
Etiologi
Obstruksi trakea dapat disebabkan
oleh :
1. korpora
aliena yang cukup besar sehingga tersangkut pada karina
2. massa
intraluminal : neoplasia trakea primer atau massa yang lain (abses, kista)
3. massa
ekstraluminal :
- tumor
tiroid, paratiroid, esofagus, mediastinum dsb
- pembesaran
lgl. mandibularis, retrofaringealis atau preskapularis karena infeksi, tumor
atau granuloma.
Tanda
klinik
Tanda klinik tergantung pada derajat
obstruksi, bisa terdapat :
1. batuk
kronik
2. kesulitan
respirasi dan dispnu (terutama pada waktu stress) dengan waktu inspirasi yang
lebih panjang dari pada waktu ekspirasi
3. gangguan
aliran udara dapat menyebabkan hipoventilasi dan asidosis respiratorik
4. bila
massa menekan
esofagus dapat menyebabkan vomit dan regurgitasi
5. pada
keadaan yang berat terjadi edema pulmonum, sianosis, sinkop dan seizures.
Diagnosis
Diagnosis ditentukan dari :
1. pemeriksaan
dan tanda-tanda klinik
2. laringoskopi
dan trakeoskopi
3. pemeriksaan
radiografik.
Terapi : kausal.
5. TRAUMA TRAKEA
Etiologi
Trauma dan laserasi pada trakea pada
umumnya disebabkan oleh :
1. luka
gigitan
2. iatrogenik
: pada waktu membilas trakea atau pungsi v. jugularis.
Tanda
klinik
1. Dispnu
2. Batuk
3. Emfisema
subkutan. Laserasi ventrolateral dari lig. anularis dapat menyebabkan emfisema
subkutan pada seluruh tubuh atau daerah sekitar trakea. Emfisema ditandai
dengan kebengkakan dan krepitasi bila diadakan palpasi.
Terapi
1. Perawatan
terhadap luka.
2. Antibiotika
terhadap infeksi sekunder.
3. Bila
tidak ada dispnu, hewan diistirahatkan sampai emfisema berkurang karena lama
kelamaan udara akan diresorpsi.
4. Bila
kebocoran udara terus terjadi dilakukan terapi operatif.
5. Emfisema
subkutan dapat dikurangi dengan aspirasi udara dan membalut tubuh dengan perban
elastik.
BAB
V
SALURAN
NAPAS BAWAH DAN PARU
Fungsi saluran napas bawah dan paru
Beberapa
fungsi saluran napas bawah (SNB) dan paru yang terpenting adalah :
1.
Transportasi
udara ke alveoli di mana terjadi pertukaran gas CO2 dan O2 antara darah dan
udara. Ini merupakan fungsi yang paling utama dari saluran napas bawah dan
paru.
2.
Mengeluarkan
benda asing dan sekret dari saluran napas bawah dan paru melalui mekanisme mucociliary clearance dan batuk.
3.
Mempertahankan
honeostasis asam-basa. Pada keadaan asidosis metabolik di mana pH dan kadar
bikarbonat menurun, terjadi peningkatan ventilasi alveolar sehingga tekanan
parsial CO2 menurun dan pH meningkat kembali ke normal. Sebaliknya pada
alkalosis metabolik di mana pH dan bikarbonat meningkat, maka ventilasi
alveolar menurun, sehingga terjadi retensi CO2 dan pH turun kembali ke normal.
Karena ventilasi
berpengaruh pada pH darah, maka pada penyakit-penyakit yang menyebabkan
hipoventilasi alveolar terjadi retensi CO2 sehingga pH turun (terjadi asidosis
respiratorik); sedangkan pada hiperventilasi kadar CO2 menurun dan pH meningkat (terjadi alkalosis
respiratorik).
Anamnesis
dan gejala-gejala klinik
Hewan dengan penyakit pada saluran
napas bawah dan paru dapat menunjukkan tanda klinik sbb.:
1. Batuk,
merupakan tanda klinik yang paling sering ditemukan pada anjing dengan penyakit
pada SNB atau paru. Pada kucing gejala batuk jarang terjadi, kecuali pada asma
/ alergi dan penyakit parasiter. Batuk pada umumnya produktif dan disertai gagging dan retching.
2. Hemoptisis
(batuk darah).
3. Dispnu,
takipnu, sianosis dan exercise intolerance.
4. Discharge
nasal. Meskipun discharge nasal lebih sering merupakan tanda dari penyakit
saluran napas atas, pada penyakit SNB eksudat bisa juga keluar dari SNB melalui
trakea ke rongga hidung.
5. Tanda-tanda
sistemik (anoreksia, febris, penurunan berat badan, depresi dsb).
Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan klinik dilakukan secara
fisik maupun dengan teknik diagnostik khusus pada SNB dan paru. Pemeriksaan
fisik dijalankan sama seperti pada pemeriksaan trakea. Pada pemeriksaan fisik
SNB dan paru, auskultasi toraks memegang peranan yang sangat penting dan harus
dilakukan pada sistem respirasi maupun jantung.
Pada
waktu mengadakan auskultasi toraks pada SNB dan paru, yang perlu diperhatikan
adalah :
1. Suara
paru normal, yaitu suara vesikular dan bronkial, pada waktu inspirasi maupun
ekspirasi.
Peningkatan
suara vesikular dan bronkial terdapat pada :
- panting
- penyakit
paru obstruktif : bronkitis, asma
- konsolidasi
: pada pneumonia
Penurunan
suara vesikular dan bronkial terdapat pada :
- konsolidasi
yang berat
- atelektasis
- neoplasia
- hernia
diafragmatika
- efusi
pleural
- pneumotoraks
- emfisema
pulmonum.
2. Suara
tambahan : crackling dan wheezing.
Crackling adalah
suara pendek dan eksplosif yang terdengar secara tidak kontinu akibat
meletusnya gelembung udara di dalam sekret atau terbukanya jalan napas secara
mendadak pada waktu inspirasi. Suara ini dapat didengar pada :
- edema
pulmonum
- pneumonia
- penyakit
interstisial : PIE (pulmonary infiltrates
with eosino-philia), neoplasia
- bronkitis.
Wheezing adalah
suara bersiul yang terdengar kontinu, yang dihasilkan oleh lewatnya udara
melalui jalan napas yang menyempit. Wheezing inspiratorik disebabkan oleh
obstruksi SNA, sedangkan wheezing ekspiratorik disebabkan oleh obstruksi SNB,
misalnya :
- kolaps
trakea
- bronkitis
kronik
- feline asthma
- penumonia
- neoplasia
- korpora
aliena
- hilar lymphadenopathy.
Pemeriksaan
diagnostik khusus
Pemeriksaan diagnostik khusus pada
SNB dan paru meliputi :
1. Pemeriksaan
patologi klinik : Hitung darah lengkap, pemeriksaan kimia klinik, pemeriksaan
serologik, pemeriksaan feses dsb.
2. Pemeriksaan
fungsi paru dan gas darah
3. Pemeriksaan
radiografik
4. Pemeriksaan
ultrasonografik
5. Pemeriksaan
bilasan trakea, kultur, biopsi dan sitologi
6. Trakeoskopi
dan bronkoskopi.
PENYAKIT-PENYAKIT SALURAN NAPAS BAWAH
1. PENYAKIT BRONKIAL KUCING
Insidensi
Penyakit bronkial dapat terjadi pada
semua umur, tetapi yang terbanyak pada umur 2 – 8 tahun. Meskipun dapat
dijumpai pada semua ras kucing, yang lebih banyak terkena adalah jenis Siam
dan Himalayan.
Klasifikasi
dan etiologi
Penyakit bronkial pada kucing
meliputi bermacam-macam kelainan pada SNB sbb.:
a. Asma
bronkial : ditandai dengan obstruksi pada SNB yang bersifat
reversibel, akibat spasmus bronkial. Tanda klinik timbul akibat hipertrofi otot
polos, peningkatan mukus dan keradangan eosinofilik. Reaksi ini diduga
merupakan respon hipersensitivitas tipe I karena inhalasi alergen atau
infestasi parasit.
b. Bronkitis
akut
: keradangan bronki akut yang didominasi oleh makrofag dan netrofil.
c. Bronkitis
kronik : terdapat kerusakan ireversibel (adanya fibrosis) akibat
keradangan kronik. Obstruksi bronki menyebabkan gangguan ekspirasi. Pada
keadaan lanjut mengakibatkan terperangkapnya udara dalam SNB dan paru, serta
emfisema.
Tanda-tanda
klinik
1. Tanda
klinik secara umum adalah dispnu, waktu ekspirasi lebih lama, batuk paroksismal
yang disertai gagging dan retching, serta wheezing.
2. Pada
dispnu berat kucing bernapas dengan mulut terbuka, disertai dengan sianosis dan
kontraksi otot-otot abdominal pada akhir ekspirasi. Terdengar wheezing dan crackling, atau sebaliknya suara respirasi tidak terdengar karena
"air trapping".
3. Pada
asma bronkial : dispnu terjadi episodik, berupa serangan-serangan ringan sampai
berat, sedangkan hewan asimtomatik bila tidak ada serangan.
4. Pada
bronkitis akut : batuk timbul tiba-tiba dan hewan sembuh setelah 1 – 2 minggu.
5. Pada
bronkitis kronik : terdapat batuk kronik disertai dispnu.
Diagnosis
Diagnosis ditentukan dengan :
1. Pemeriksaan
radiografik toraks.
2. Bronkoskopi.
3. Adanya
eosinofilia relatif dan absolut pada asma bronkial.
4. Pemeriksaan
feses terhadap adanya infestasi cacing.
5. Pemeriksaan sitologik dan kultur terhadap bilasan trakea
/ bronki.
Terapi
1. Kucing
dengan dispnu berat memerlukan emergency
treatment berupa :
a. terapi
oksigen
b. short acting corticosteroid :
- prednisolon
sodium suksinat 50 – 100 mg i.v. / i.m.
- deksametason
1 – 2 mg / kg i.v. / i.m. / s.k.
c. bronkodilator
: terbutalin 0,01 mg / kg s.k. + 0,625 mg 2 dd p.o.
d. usahakan
stress seminimal mungkin.
2. Bila
keadaan stabil atau untuk maintenance :
a. Kausal : - mencari dan menghilangkan alergen kausal
- antibiotika
bila ada infeksi bakterial
- antelmintika
pada infestasi cacing dsb.
b. Simtomatik :
b.1. bronkodilator : - aminofilin 5 mg / kg 2
– 3 dd
- teofilin
25 mg / kg 1 dd
- terbutalin
b.2. kortikosteroid : prednison / prednisolon 0,5
– 1 mg / kg 2 dd p.o. dan
selanjutnya dilakukan tapering.
Prognosis
:
tergantung keadaan.
1. Pada
asma bronkial respon terhadap terapi baik, tetapi hewan sering kambuh bila
alergen kausal tidak dihilangkan.
2. Bronkitis
akut prognosisnya pada umumnya baik bila tidak ada komplikasi dengan pneumonia.
3. Pada
bronkitis kronik hewan sulit untuk sembuh total dan seringkali diperlukan
terapi jangka panjang.
2. TRAKEOBRONKITIS INFEKSIUS PADA ANJING (Kennel
cough)
Penyakit ini terutama menyerang
anjing anakan, anjing muda dan anjing yang dipelihara dalam kelompok (kennel), dan disebabkan oleh beberapa
macam virus dan bakteri, baik secara tunggal atau kombinasi.
Kausa
Penyebab yang paling sering adalah Canine Adenovirus (CAV) 2, Canine Parainfluenza-virus, dan Bordetella bronchiseptica; tetapi dapat
juga disebabkan oleh CAV 1, virus reo, virus herpes dan mikoplasma. Penularan
terjadi per inhalasi dan kontak langsung / tidak langsung.
Tanda-tanda
klinik
Terdapat tanda-tanda akut dari
penyakit bronkial, yaitu :
- batuk
resonan produktif / nonproduktif terutama setelah exercise atau bila trakea
dipalpasi
- gagging dan retching
- bisa
terdapat discharge nasal.
Pada
umumnya tidak terdapat gejala depresi, kecuali bila infeksi bakterial sekunder
menyebabkan bronkopneumonia.
Diagnosis
Diagnosis ditentukan dari anamnesis
(kontak dengan anjing sakit atau kelompok anjing dalam 2 minggu terakhir) dan
dari pemeriksaan klinik.
Terapi
Penyakit pada umumnya sembuh sendiri
dalam waktu 7 – 10 hari. Tetapi bila diperlukan dapat diberikan :
1. Antibiotika
terhadap infeksi sekunder : kloramfenikol, tetrasiklin, kuinolon, dsb.
2. Antitusif
pada batuk nonproduktif : dekstrometorfan, hidrokodon, butarfanol.
Prognosis
: pada umumnya baik.
Prevensi
: dengan vaksinasi.
3. BRONKITIS KRONIK PADA ANJING
Bronkitis kronik pada anjing adalah
keradangan pada SNB yang dinatndai dengan batuk kronik selama paling sedkit 2
bulan tanpa disertai proses penyakit lain (neoplasia, CHF, dsb). Penyakit ini
paling sering ditemukan pada anjing jenis kecil, setengah tua sampai tua.
Patofisiologi
Etiologi spesifik dari bronkitis
kronik sulit ditentukan, namun diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
polusi lingkungan, inhalasi asap / gas yang merangsang atau alergen.
Iritasi persisten pada trakea dan
bronki menyebabkan batuk kronik dan perubahan pada epitel dan dinding
trakeobronkial, berupa keradangan, hipertrofi epitel dan sel goblet, serta
meningkatnya produksi mukus. Ini mengakibatkan penyempitan saluran napas dan
kolaps jalan napas pada keadaan yang berat.
Bila bronkitis kronik terus
berlanjut (progresif) dapat terjadi emfisema, bronkiektasis atau atelektasis.
Tanda-tanda
klinik
Penyakit ini ditandai dengan batuk
kronik produktif / nonproduktif, yang sering diakhiri dengan gagging dan retching. Batuk sering dipicu oleh exercise / eksitasi. Pada
stadium lanjut terdapat exercise
intolerance dan dispnu.
Pada
pemeriksaan fisik :
1. Keadaan
umum baik, tetapi pada umumnya hewan kelebihan berat badan atau bahkan obes.
2. Pada
palpasi trakea hewan batuk.
3. Pada
auskultasi terdengar suara respirasi normal, serta crackling dan wheezing ekspiratorik.
4. Pada
keadaan berat fase ekspirasi lebih panjang, dan otot-otot abdomen ikut bekerja.
Diagnosis
Diagnosis ditentukan dari anamnesis
dan tanda-tanda klinik, serta dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiografik
(terhadap adanya penebalan dinding bronki) serta bronkoskopi.
Terapi
1. Mencari
dan menghilangkan kausa primer.
2. Antibiotika
bila ada infeksi.
3. Kortikosteroid
jangka pendek : prednison 0,5 - 1 mg / kg 2 dd.
4. Bronkodilator
: - teofilin 9 mg / kg BB 3 - 4 dd atau 20 mg /
kg BB 2 dd.
- albuterol
(salbutamol) 0,02 - 0,05 mg / kg BB 2 - 3 dd.
- terbutalin
1,25 - 5 mg 2 - 3 dd
5. Pada
batuk yang sangat melelahkan dapat diberikan asepromazin / fenobarbital.
6. Antitusif
hanya boleh diberikan pada batuk nonproduktif yang persisten.
7. Sistem
hidrasi tubuh harus dipertahankan supaya mukus mudah dikeluarkan (karena itu
diuretika dan sulfas atropin merupakan kontraindikasi). Selain itu dilakukan
nebulisasi / terapi uap air panas 3 x sehari, diikuti dengan menepuk-nepuk
dinding toraks (untuk melepaskan lendir yang melekat) atau aktivitas fisik
ringan.
8. Anjing yang obes harus diatur diet dan aktivitas fisiknya
supaya berat badannya turun.
Prognosis
Penyakit ini bersifat progresif,
karena itu kesembuhan total sulit untuk diharapkan terutama bila sudah ada
kolaps jalan napas. Namun pada umumnya bila diberikan pengobatan yang tepat
maka gejala-gejala klinik akan berkurang atau hilang untuk beberapa waktu.
Catatan
Bronkiektasis : lihat di bawah ini.
Emfisema adalah pembesaran ruang
udara perifer (bronkioli dan alveoli) dengan kerusakan pada dinding bronkioli
dan alveoli.
Atelektasis adalah kolpas paru atau
ekspansi paru yang tidak sempurna karena hilangnya udara dari alveoli, yang
terjadi akibat obstruksi total dari saluran napas dan absorpsi gas di dalam
alveoli ke dalam darah.
4. BRONKIEKTASIS
Bronkiektasis adalah dilatasi
berbentuk kantong atau silinder pada saluran bronki yang pada umumnya bersifat
menetap (ireversibel). Dilatasi terjadi karena ada kerusakan pada jaringan
elastik dan otot polos bronki serta fibrosis sebagai akibat dari keradangan
kronik. Pelebaran ini menyebabkan gangguan pengeluaran mukus, yang akan
terkumpul di sebelah distal dari pelebaran.
Etiologi
1. Bronkiektasis
dapat terjadi sebagai komplikasi dari penyakit paru kronik, misalnya bronkitis
alergi, PIE (pulmonary infiltrates with
eosinophilia) dsb.
2. Bronkiektasis
merupakan bagian dari Primary Ciliary
Dyskinesia (PCD), suatu kelainan kongenital di mana terdapat gangguan pada
struktur dan fungsi silia. Kelainan ini terutama ditemukan pada anjing jenis
Springer spaniel, Shar Pei, Old English sheepdog, pointer dsb.
Tanda
klinik
Menyerupai
Bronkitis kronik. Terdapat pada anjing muda dengan PCD atau anjing setengah tua
sampai tua dengan penyakit paru kronik. Batuk pada umumnya produktif dan sering
disertai dengan pneumonia.
Diagnosis,
terapi dan prognosis : idem Bronkitis kronik.
Kelainan pada bronkiektasis lebih
berat dan menetap. Terapi dengan kortikosteroid sebaiknya dihindari kecuali
pada kausa alergi.
PENYAKIT
PARU
1. PNEUMONIA
BAKTERIAL
Pneumonia bakterial sering dijumpai pada
anjing, tetapi jarang pada kucing.
Patofisiologi
dan etiologi
Infeksi pada paru dapat terjadi
karena :
1. Infeksi
primer secara henatogen pada septikemia atau pemasangan kateter (i.v., uretra
dsb).
2. Infeksi
sekunder pada keadaan-keadaan seperti : aspirasi / korpora liena, penyakit
infeksius (virus, parasiter, mikotik), penyakit bronkial, neoplasia, kontusio
paru dsb.
3. Menurunnya
mekanisme pertahanan paru misalnya karena : infeksi virus, penyakit endokrin,
kelainan kongenital atau obat-obat imunosupresif.
Infeksi
bakteri primer dapat disebabkan oleh B.
bronchiseptica atau Streptococcus
zoo-epidemicus, sedangkan infeksi sekunder oleh E. coli, Pasteurella, Streptococcus,
Staphylo-coccus, Pseudomonas atau
Klebsiella.
Tanda
klinik
1. Pada
anjing terdapat batuk yang pada umumnya produktif, exercise intolerance, dispnu dan discharge nasal.
2. Kucing
pada umumnya tidak batuk, tetapi menunjukkan tanda-tanda nonspesifik seperti
depresi, anoreksia dan penurunan berat badan.
3. Pada
auskultasi terdengar crackling pada
seluruh daerah paru, tetapi yang paling berat pada bagian kranioventral.
4. Bisa
terdapat febris dan sianosis setelah exercise.
Diagnosis
Diagnosis ditentukan dengan :
1. pemeriksaan
klinik
2. pemeriksaan
laboratorik
3. pemeriksaan
radiografi toraks
4. pemeriksaan
sitologik dan kultur (+ uji kepekaan
untuk menentukan terapi yang tepat).
Terapi
1. Antibiotika
sesuai dengan uji kepekaan. Sebelum hasil diperoleh untuk sementara dapat
diberikan :
- untuk
kuman Gram + : trimetoprim / sulfonamid, kloramfenikol, sefalosporin
- untuk
kuman Gram - : trimetoprim / sulfonamid, kloramfenikol, gentamisin,
enrofloksasin
- untuk
B. bronchiseptica : kloramfenikol, tetrasiklin,
enrofloksasin.
2. Terapi
suportif berupa :
- terapi
oksigen
- memperbaiki
/ mempertahankan hidrasi sistemik dan sistem respirasi
- melakukan
fisioterapi : dengan menepuk-nepuk dinding toraks di bagian paru tiga kali
sehari untuk melepaskan lendir dan merangsang refleks batuk.
- hewan
yang rekumben harus dibalik tiap 2 jam.
Prognosis
Bila diberikan terapi antibiotika
yang tepat dan terapi suportif dilakukan dengan baik maka pada umumnya
pneumonia bakterial memberi respon yang baik. Namun prognosis jangka panjang
juga ditentukan oleh penyakit primer, lanjutnya penyakit dan adanya komplikasi.
2. PNEUMONIA FUNGAL
Etiologi
Pneumonia fungal bisa terjadi secara
sekunder dan disebabkan oleh infeksi jamur sistemik, yaitu dengan Histoplasma capsulatum (pada anjing dan
kucing) dan Blastomyces dermatidis atau Cocci-dioides immitis (pada anjing).
Patofisiologi
Infeksi terjadi dengan inhalasi
spora jamur, yang berubah menjadi ragi pada temperatur tubuh. Setelah inhalasi
terjadi infeksi paru, meskipun tidak selalu timbul tanda klinik. Infeksi dapat
terjadi pada paru saja atau dapat menyebar ke organ-organ yang lain.
Tanda
klinik
1. terdapat
gejala respirasi kronik berupa batuk dan
dispnu.
2. tanda-tadan
nonspesifik seperti : febris, anoreksia, penurunan berat badan, exercise
intolerance.
3. Pada
auskultasi terdengar crackling dan
meningkatnya suara respirasi
4. Bisa
terdapat limfadenopati, lesi kulit bernanah (fistula), kelainan pada mata
(uveitis, chorioretinitis granulomatosa), kepincangan dsb.
Diagnosis
Kausa spesifik pada pneumonia fungal
dikonfirmasi dengan pemeriksaan
sitologik dan kultur cairan bilasan trakea atau bronkoalveolar.
Terapi
1. obat
antifungal (seperti amfoterisin B, ketokonasol, flusitosin dsb.) pada umumnya perlu diberikan untuk waktu
lama.
2. terapi
suportif.
Prognosis
Bila terdapat dispnu berat,
prognosisnya dubius.
3. PNEUMONIA PARASITIK
Etiologi
Parasit yang menginfestasi SNB dan
paru adalah :
1. Aelurostrongylus abtrusus pada
kucing
2. Paragonimus kellicotti
pada anjing dan kucing.
3. Capillaria aerophilla pada
anjing dan kucing (juga terdapat pada rongga nasal, trakea dan bronki.
4. Filaroides osleri.
5. Migrasi
parasit seperti Toxocara canis,
Ancylostoma caninum, Strongyloides stercoralis.
Tanda
klinik
Infestasi parasit tidak selalu
menimbulkan tanda klinik, namun kadang-kadang dapat menyebabkan batuk dan
wheezing, dan jarang terjadi dispnu.
Diagnosis
Telur / larva organisme kausal
ditemukan pada bilasan trakea atau pemeriksaan feses.
Terapi :
pemberian antelmintika seperti fenbendasol, ivermektin, albendasol,
prasikuantel.
Prognosis :
pada umumnya baik.
4. PNEUMONIA VIRAL
Pneumonia viral dapat disebabkan
oleh virus Canine Distemper, CAV 2
dan virus Canine Parainfluenza pada
anjing serta Feline calicivirus dan Feline Infectious Peritonitis pada kucing.
Penyakit Canine Distemper menyebabkan gejala pada sistem respirasi,
gastrointestinal, syaraf dan mata, serta biasanya terdapat komplikasi dengan
infeksi bakterial.
5. PNEUMONIA PROTOSOAL
Toksoplasmosis
Toksoplasmosis disebabkan oleh
protosoa T. gondii. Meskipun hanya
kucing yang merupakan induk semang definitif, toksoplasmosis dapat terjadi pada
kucing maupun anjing. Tanda klinik pada umumnya hanya timbul pada hewan dengan
imunodefisiensi atau bila ada superinfeksi (dengan Canine Distemper, infeksi retrovirus dsb.).
Tanda klinik dapat timbul akut atau
kronik dengan tanda-tanda pada paru, hepar, kelenjar limfa, otot, Susunan
Syaraf Pusat dan mata.
Diagnosis ditentukan dengan :
1. Menemukan
takizoit pada bilasan trakea, cairan efusi pleural atau efusi peritoneal.
2. Menemukan
ookista di dalam feses (pada kucing)
3. Pemeriksaan
serologik.
Terapi
: dengan pemberian klindamisin 12,5 mg / kg
2 dd p.o. / i.m.
6. PULMONARY INFILTRATES WITH
EOSINOPHILIA (PIE)
PIE adalah suatu keradangan
eosinofilik yang terutama mengenai jaringan interstisial anjing.
Patofisiologi
PIE diduga merupakan reaksi
hipersensitivitas. Pada anjing dengan infestasi cacing jantung (Dirofilaria immitis) terjadi reaksi
imunologik terhadap mikrofilaria di dalam kapiler paru, yang menimbulkan
keradangan eosinofilik. PIE juga dapat terjadi karena infestasi parasit paru,
obat-obat, inhalasi alergen, infeksi bakteri dan jamur, atau neoplasia paru.
Tanda
klinik : idem pneumonia.
Diagnosis
Diagnosis ditetapkan dengan :
1. adanya
eosinofilia relatif dan absolut
2. pemeriksaan
sitologik terhadap bilasan trakea / bronki dan biopsi paru
3. pemeriksaan
feses terhadap cacing paru atau darah terhadap mikrofilaria cacing jantung
dilakukan untuk mencari sumber alergen.
Terapi
1. Mencari
dan menghilangkan kausa / alergen.
2. Kortikosteroid
: prednison 1 mg / kg 2 dd, selanjutnya dosis diturunkan.
Prognosis
Respon terhadap kortikosteroid pada
umumnya sangat baik, tetapi prognosis juga tergantung pada kausa utama,
misalnya penyakit cacing jantung.
7. NEOPLASIA
PARU
Neoplasia paru anjing dan kucing
biasanya ditemukan pada hewan tua, kecuali limfoma pada kucing yang disebabkan
oleh virus feline leukemia. Neoplasia
bisa primer atau sekunder / metastatik yang dapat berasal dari tiroid, mammae,
tulang dsb. Neoplasia primer pada umumnya juga ganas dan bisa metastasis ke
organ / bagian paru yang lain. Penyebab neoplasia pada anjing dan kucing
(kecuali limfoma) tidak diketahui.
Tanda
klinik
1. terdapat
tanda-tanda penyakit paru kronik seperti exercise intolerance, batuk dan
dispnu.
2. Tanda-tanda
nonspesifik seperti anoreksia, penurunan
berat badan / kekurusan
3. Pada
tumor metastatik juga terdapat tanda-tanda dari tumor primer seperti
kepincangan dsb.
4. Pada
auskultasi suara respirasi meningkat, terdapat crackling dan takipnu.
Diagnosis
Diagnosis pasti dari neoplasia paru
dikonfirmasi dengan :
1. pemeriksaan
radiografik paru
2. pemeriksaan
sitologik dari biopsi paru.
Terapi
:
1. Pada neoplasia primer dapat dilakukan
lobektomi dan / atau kemoterapi
2.
Pada neoplasia metastatik : tidak dilakukan terapi.
Prognosis
Terapi yang dilakukan hanya untuk
memperpanjang umur hewan, sedangkan prognosis jangka panjang tetap in fausta.
8. TROMBOEMBOLISME PULMONALIS
TP adalah obstruksi dari a.
pulmonalis atau cabang-cabangnya karena timbulnya trombi di dalam arteri atau
karena tersangkutnya emboli yang berasal dari tempat lain. Keadaan ini pada
umumnya dijumpai pada anjing, berumur setengah tua sampai tua.
Etiologi
dan Patofisiologi
Emboli pada umumnya terdiri dari
fragmen-fragmen trombi (bekuan darah), tetapi dapat juga berupa bakteri,
korpora aliena, udara, lemak atau parasit.
Faktor-faktor predisposisi bagi
timbulnya TP adalah :
- penyakit
cacing jantung
- penyakit
jantung seperti dilated cardiomyopathy,
insufisiensi katub kronik, endokarditis bakterial
- sindrom
nefrotik
- sepsis
- neoplasia
- immune mediated hemolytic anemia.
- DIC
(Disseminated Intravascular Coagulopathy).
Mekanisme kejadian TP belum jelas,
tetapi diduga merupakan kombinasi dari
beberapa faktor seperti hiperkoagulasi, stasis pembuluh darah, dan kerusakan
pada endotel pembuluh darah.
Tanda
klinik
1. Terdapat
gejala-gejala akut / superakut berupa dispnu hebat dan takipnu.
2. Kadang-kadang
terdapat batuk dan hemoptisis.
3. Pada
pemeriksaan fisik terdapat takikardia, reduplikasi (splitting) diastol, dan crackling.
4. Juga
terdapat tanda-tanda dari penyakit primer.
Diagnosis
1. Dugaan
TP ditentukan berdasarkan tanda-tanda klinik di mana terdapat dispnu berat
tanpa kausa yang jelas.
2. Konfirmasi
dengan angiokardiografi.
Terapi
1. terhadap
kausa primer / faktor predisposisi
2. terapi
suportif : O2, cairan i.v., short acting corticosteroid dsb.,
terhadap shock.
3. Heparin
200 U / kg s.k. 3 dd.
Prognosis
Dubius sampai in fausta.
9. KONTUSIO PARU
Kontusio
paru ditandai dengan perdarahan paru akibat trauma (pada umumnya trauma tumpul
/ rudapaksa).
Tanda
klinik
1. Dispnu
dan takipnu akut atau beberapa jam setelah trauma.
2. Dengan
auskultasi terdapat crackling pada
beberapa bagian toraks.
3. Bila
bersamaan dengan pneumotoraks suara respirasi menurun / kurang terdengar.
4. Bila
disertai dengan hernia diafragmatika atau hemotoraks, suara jantung lemah.
5. Kadang-kadang
terdapat fraktur tulang rusuk dan luka penetrasi.
Diagnosis
1. dari
anamnesis dan tanda klinik
2. pemeriksaan
radiografik.
Terapi
1. Terapi
suportif : O2, cairan i.v. (jangan berlebihan!), kortikosteroid dsb.
2. Bronkodilator
3. Observasi
selama 24 jam.
Prognosis
Tergantung beratnya lesi. Bila tidak
ada komplikasi pada umumnya respon terhadap terapi baik.
10. EDEMA PULMONUM
Patofisiologi.
EP
adalah akumulasi cairan yang berlebihan di dalam jaringan interstisial atau
alveoli paru. EP bukan suatu penyakit primer, tetapi terjadi secara sekunder
akibat gangguan keseimbangan transportasi cairan. Akumulasi cairan mula-mula
terdapat di daerah perivaskular dan peribronkial dari jaringan interstisial
paru, dan bila cairan bertambah banyak alveoli juga terisi dengan cairan.
EP
menyebabkan disfungsi paru dengan cara menghalangi ventilasi bagian paru yang
terkena, gangguan elastisitas paru, dan bronkokonstriksi. Ini semua menyebabkan
ketidak seimbangan ventilasi-perfusi paru dengan akibat hipoksemia. Pada EP
berat terjadi shunting, sehingga
pemberian O2 tidak lagi dapat memperbaiki keadaan hipoksemia.
Etiologi
Mekanisme terjadinya EP adalah sbb.
:
1. Penurunan
tekanan onkotik plasma : terdapat pada keadaan hipoalbuminemia, misalnya pada protein losing enteropathy, penyakit
glomerulus, atau penyakit hepar.
2. Kongesti
pembuluh darah yang berlebihan / peningkatan tekanan hidrostatik : terdapat
pada penyakit jantung (HF kiri) atau pemberian cairan i.v. yang berlebihan.
3. Obstruksi
limfatik : pada umumnya akibat neoplasia.
4. Peningkatan
permeabilitas kapiler : terdapat pada pneumonia, sepsis / endotoksemia,
toksemia, pankreatitis, uremia berat, tersengat aliran listrik, DIC dsb.
5. Mekanisme
yang belum jelas : tromboembolisme pulmonalis, obstruksi SNA yang berat, edema
neurogenik akibat seizures atau
trauma kepala, penyakit hepar dsb.
Tanda
klinik
Tanda-tanda klinik timbul akut atau
subakut.
1. Tergantung
beratnya edema bisa terdapat takipnu saja sampai takipnu dengan dispnu berat
disertai dengan sedikit busa bercampur darah dari mulut dan hidung.
2. Batuk.
3. Crackling dan
wheezing pada auskultasi, terutama di
daerah sentral atau kaudodorsal.
4. Tanda-tanda
penyakit primer, misalnya kelainan jantung dsb.
Diagnosis
Diagnosis ditentukan dari :
1. Anamnesis
dan pemeriksaan fisik.
2. Pemeriksaan
radiografik.
3. Teknik-teknik
diagnostik untuk menentukan penyakit primer.
Perlu
diingat bahwa EP akut merupakan suatu keadaan yang gawat yang memerlukan
penanganan dengan segera. Segala bentuk pemeriksaan yang dapat ditunda,
dilakukan setelah keadaan hewan stabil dan dengan sesedikit mungkin menyebabkan
stress pada hewan.
Terapi
1. Pemberian
O2.
2. Hewan
dikandangkan dan aktivitas dibatasi sampai edema hilang.
3. Sedasi
untuk mengurangi pemakaian O2 dan ansietas hewan, yaitu dengan memberikan :
- morfin
sulfat (merupakan kontra indikasi pada kucing) : 0,1 mg / kg i.v. dan diulang
sampai efek sedasi tercapai
- asepromazin
0,05 mg / kg secara i.v. / s.k.
4. Bronkodilator
(lihat bronkitis anjing / kucing).
5. Diuretika
: furosemid 1 – 2 mg / kg secara i.v. / s.k.
Diuretika merupakan kontraindikasi pada hewan dengan hipovolemia.
6. Cairan
i.v. diberikan pada keadaan hipovolemia dengan hati-hati.
7. Terapi
terhadap kausa / penyakit primer.
8. Pemberian
kortikosteroid masih kontroversial dan diragukan manfaatnya. Namun pada umumnya
kortikosteroid diberikan pada keadaan shock.
Prognosis
Tergantung dari penyakit primer dan
beratnya edema, prognosis dari EP bervariasi dari fausta sampai in fausta.
11. PNEUMONIA
ASPIRASI
PA
terjadi bila ada aspirasi korpora aliena yang kemudian masuk bersama inspirasi
ke dalam paru. PA lebih sering dialami oleh anjing dari pada kucing.
Etiologi
Aspirasi lebih mudah / dapat terjadi
karena :
1. Gangguan
mekanisme protektif :
- kelainan
anatomis : megaesofagus, cleft palate,
fistula bronkoesofageal dsb.
- gangguan
kesadaran : sedasi / anestesi, penyakit syaraf, debilitasi berat dsb.
2. Iatrogenik
:
- pemberian
makanan atau obat melalui sonde lambung yang salah masuk ke trakea
- pemberian
minyak mineral (parafin cair) per oral. Minyak yang tidak ada rasanya ini tidak
menstimulasi refleks batuk yang seharusnya terjadi, sehingga mudah menyebabkan
aspirasi.
Patofisiologi
Aspirasi korpora aliena menyebabkan
tanda-tanda pada sistem respirasi melalui beberapa mekanisme :
1. Obstruksi
fisik pada saluran napas.
2. Reaksi
keradangan akibat respon terhadap aspirat (asam lambung, partikel makanan,
minyak mineral dsb).
3. Infeksi
bakterial sekunder.
4. Kerusakan
(kimiawi) pada epitel saluran napas.
5. Penurunan
elastisitas paru.
6. Bronkokonstriksi.
Pada
umumnya terjadi keradangan dan edema yang berat, perdarahan serta nekrosis.
Tanda
klinik
Tanda klinik pada umumnya terjadi
secara akut, tetapi dapat juga kronik misalnya pada megaesofagus. Tanda
kliniknya berupa :
1. regurgitasi
2. batuk
3. exercise
intolerance
4. dispnu
5. discharge
nasal
6. sianosis
7. pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan febris, serta crackling dan wheezing
pada auskultasi terutama di daerah kranioventral paru.
Diagnosis
Diagnosis ditentukan dari :
1. Anamnesis
dan tanda-tanda klinik
2. Pemeriksaan
radiografik
3. Analisis
bilasan trakeal terhadap adanya keradangan akut atu kronik
4. Kultur
bakteri (+ uji kepekaan).
Terapi
1. Terapi
suportif seperti pemberian O2 dan cairan i.v.
2. Bronkodilator.
3. Terapi
kausal : dengan mengisap korpora aliena yang kecil, atau dengan bronkoskopi dan
mengambil korpora aliena bila ukurannya lebih besar.
4. Pemberian
antibiotika terutama bila ada infeksi bakterial.
5. Pemberian
kortikosteroid juga masih kontroversial. Meskipun kortikosteroid dapat
mengurangi keradangan, tetapi terjadi hambatan pada respon protektif paru. Pada
keadaan akut di mana kondisi hewan makin buruk, dapat diberikan kortikosteroid short acting selama 24 – 48 jam.
Prognosis
Prognosis bervariasi dari baik
sampai jelek, tergantung pada jumlah dan jenis aspirat, serta penyakit primer
dan kausa aspirasi.
12. INHALASI
ASAP
Inhalasi
asap yang merangsang dapat menyebabkan kerusakan paru. Keadaan ini dapat
terjadi bila hewan terpapar dengan polutan di dalam ruangan yang ventilasinya
kurang baik. Asap dapat berasal dari mesin, mobil, rumah yang terbakar dsb.
Patofisiologi
Patofisiologi tergantung pada jenis
asap yang diinhalasi.
1. Inhalasi CO menyebabkan terbentuknya
karboksihemoglobin sebagai ganti oksihemoglobin, yang menyebabkan hipoksia
jaringan.
2. Inhalasi
CO2 menyebabkan asidosis respiratorik yang berat.
3. Kerusakan
termal terjadi karena inhalasi asap panas.
4. Partikel-partikel
dan zat-zat kimia yang toksik di dalam asap menyebabkan kerusakan pada sel-sel
epitel paru.
Tanda
klinik dan pemeriksaan fisik
1. Terdapat
tanda-tanda kebakaran pada muka dan bagian tubuh yang lain.
2. Mukosa
bervariasi dari cherry red (akibat
karboksihemoglobin), pucat sampai sianotik.
3. Takipnu
dan batuk.
4. Stridor
akibat edema laring dan wheezing akibat edema saluran napas.
5.
Crackling
6. Gejala
syaraf pada edema otak.
Terapi
: Idem
pneumonia aspirasi.
Keadaan
paten jalan napas perlu diperhatikan, dan kalau perlu dilakukan trakeotomi.
Prognosis
Bila keadaan stabil dalam waktu 24 –
48 jam, pada umumnya prognosis nya baik. Sebaliknya prognosis dubius sampai in
fausta bila gejala-gejala respirasi dan syaraf bertambah berat dan terdapat
luka bakar yang meluas.
BAB
VI
PLEURA
DAN RONGGA PLEURA
Pleura terdiri dari pleura parietal
(yang melapisi mediastinum, dinding toraks bagian dalam dan diafragma) dan
pleura viseral (yang melapisi paru). Di antara pleura parietal dan pleura
viseral terdapat ruangan yang disebut rongga pleura. Rongga pleura berisi
sedikit cairan yang melumasi permukaan pleura pada waktu gerakan inspirasi dan
ekspirasi.
Rongga
pleura terdiri dari dua bagian, kiri dan kanan, yang dipisahkan oleh
mediastinum. Pada anjing dan kucing rongga pleura kiri dan kanan tidak terpisah
secara sempurna, sehingga adanya akumulasi cairan atau udara terjadi secara
bilateral.
Penyakit-penyakit
pada pleura dan rongga pleura pada umumnya menunjukkan gejala-gejala
klinik yang tidak jelas
dan nonspesifik, seperti febris, anoreksia dan batuk. Gejala-gejala baru
terlihat lebih jelas bila terjadi akumulasi cairan di dalam rongga pleura, yang
disebut efusi pleural. Efusi pleural dalam jumlah yang cukup banyak menyebabkan
gejala dispnu karena gangguan pada ekspansi paru dan pertukaran O2.
Diagnosis:
1.
Anamnesis.
2.
Pemeriksaan
fisik : terutama auskultasi dan perkusi.
Adanya efusi
pleural menyebabkan
suara jantung dan respirasi teredam di bagian ventral toraks. Bila hewan
berdiri dapat dideteksi garis horisontal yang merupakan batas cairan pleura,
sedangkan di atas garis ini suara respirasi normal. Garis ini juga dapat
dideteksi dengan perkusi, di mana bagian ventral suaranya redup sedangkan
bagian dorsal suaranya resonan.
Pada pneumotoraks suara respirasi berkurang di seluruh
daerah paru, sedang-kan pada perkusi suaranya lebih resonan.
3. Pemeriksaan
radiografik dan ultrasonografik, harus dilakukan dengan hati-hati pada hewan
dengan dispnu.
4.
Torasentesis,
dilakukan untuk diagnosis dan terapi efusi pleural dan pneumo-toraks.
5.
Analisis
cairan pleura + pemeriksaan sitologik dan kultur.
6.
Pemeriksaan
darah rutin : darah lengkap, urinalisis, kimia darah, serologik dsb.
7.
Biopsi
dan torakoskopi.
PENYAKIT PLEURA DAN RONGGA PLEURA
1.
EFUSI PLEURAL
EP adalah akumulasi
cairan berlebihan di dalam rongga pleura, yang padaumumnya terjadi secara
sekunder. Cairan ini mempunyai karakteristik yang berbeda-beda tergantung
kausanya, yaitu :
1.
Transudat
: cairan yang tak berwarna sampai kuning pucat, jernih, dengan sedikit sel dan
protein (< 1000 / ul dan < 1,5 g%). Bila rongga pleura berisi transudat
disebut hidrotoraks.
2.
Modified
transudate : berwarna kuning sampai kemerahan, jernih sampai agak keruh,
dengan jumlah sel dan kadar protein yang lebih tinggi.
3.
Eksudat
: cairan kental, keruh, berwarna kuning dengan jumlah sel dan kadar protein
yang tinggi (> 5000 / ul dan > 2,5 g %). Rongga pleura yang berisi
eksudat disebut piotoraks atau empiema toraks.
4.
Chyl
(cairan limfa). Rongga pleura yang berisi cairan chyl disebut chylo-toraks.
5.
Darah.
Rongga pleura yang berisi darah disebut hemotoraks.
Etiologi dan patofisiologi
EP terjadi melalui beberapa
mekanisme yang menyebabkan produksi cairan melebihi absorpsinya, yaitu :
1.
Peningkatan
tekanan hidrostatik, terjadi pada :
-
CHF
-
pemberian
cairan i.v. berlebihan
-
neoplasia
2.
Penurunan
tekanan onkotik : pada hipoalbuminemia karena penyakit hepar, ginjal atau
gastrointestinal.
3.
Peningkatan
permeabilitas pembuluh darah atau pembuluh limfa :
-
infeksi
bakteri, virus atau jamur
-
neoplasia
-
limfangiektasia
-
CHF
-
penyakit
cacing jantung
-
hernia
diafragmatika dsb.
EP berupa transudat disebabkan oleh :
-
hipoalbuminemia
-
pemberian
cairan i.v. berlebihan.
EP berupa modified
transudate
disebabkan oleh :
-
CHF
-
hernia
diafragmatika
-
neoplasia.
EP berupa eksudat
piogranulomatosa
(eksudat nonseptik) dapat terjadi pada kucing dengan infeksi FIP (Feline Infectious Peritonitis) coronavirus.
Tanda-tanda klinik
Bila terjadi secara kronik hewan
bisa adaptasi terhadap adanya cairan sehingga tanda-tanda klinik baru terlihat
bila akumulasi cairan sudah cukup banyak. Sebaliknya akumulasi cairan yang
terjadi secara akut lebih cepat menimbulkan tanda klinik meskipun cairan efusi
belum begitu banyak. Tanda-tanda yang terlihat adalah :
1.
exercise intolerance
2.
dispnu,
takipnu dan ortopnu
3.
bernapas
dengan mulut terbuka
4.
sianosis
5.
tanda-tanda
nonspesifik seperti anoreksia, letargi.
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai
:
1.
mukosa
pucat sampai sianotik
2.
respirasi
dangkal dan cepat
3.
suara
jantung dan paru di bagian ventral tidak jelas (teredam)
4.
pada
perkusi : redup di daerah ventral dengan garis batas horisontal bila hewan
berdiri
5.
barrel chest (toraks berbentuk seperti tong),
pada umumnya bilateral
6.
nyeri
pleuritik pada palpasi yang kuat di daerah interkostal.
Prognosis
dan terapi :
tergantung kausa.
2.
PIOTORAKS (EMPIEMA TORAKS)
Pada piotoraks efusi pleural berupa
eksudat dengan kadar protein dan jumlah sel (terutama netrofil) yang tinggi,
berwarna kuning / kemerahan / kecoklatan, berisi fibrin dan bakteri, dan
biasanya berbau busuk.
Etiologi dan patofisiologi
Piotoraks
pada umumnya disebabkan oleh bakteri anerob yaitu : Bacteroides (pada anjing dan kucing), Fusobacterium (pada kucing),
Actinomyces dan Nocardia (pada anjing). Kuman aerob
yang paling sering diisolasi adalah Pasteurella.
Bakteri
dapat masuk ke rongga pleura melalui luka penetrasi dari luar atau berasal dari
organ dalam misalnya karena ruptura abses paru, perforasi esofagus oleh korpora
aliena dsb.
Tanda
klinik : lihat efusi
pleural. Pada umumnya disertai febris, anoreksia dan depresi.
Terapi
Piotoraks
merupakan suatu medical emergency
yang membutuhkan penanganan dengan segera, yaitu dengan :
1. Evakuasi
eksudat dengan drainase dengan tube
thoracostomy.
2.
Irigasi
rongga pleura dengan R.L.S. atau Na Cl fisiologik 2 x sehari.
3.
Terapi
suportif : cairan i.v. dan nutrisi untuk mengatasi anoreksia.
4.
Antibiotika
sistemik parenteral berdasarkan hasil kultur atau terhadap kuman aerob + anerob
:
Ampisilin 11 - 22 mg / kg 3 - 4 dd
atau cephazolin 20 - 25 mg / kg 3 - 4 dd, dikombinasi dengan gentamisin 2 - 4
mg / kg 3 dd atau enrofloksasin 2,5 mg / kg 2dd.
Antibiotika par enteral diberikan selama paling sedikit 6 minggu (kecuali golongan aminoglikosida
yang hanya diberikan selama 5 - 7 hari). Bila keadaan hewan sudah membaik dapat
dilanjutkan dengan pemberian per oral. Terhadap Nocardia dan Actinomyces
perlu diberikan terapi selama 6 - 12 bulan.
5.
Operatif
untuk menghilangkan kantong-kantong berisi eksudat atau korpora aliena.
Prognosis
Pada kucing bila terapi dapat
dilakukan dengan baik, prognosisnya pada umumnya baik. Pada anjing prognosisnya
dubius.
3.
HEMOTORAKS
Hemotoraks
adalah akumulasi darah di dalam rongga pleura.
Etiologi
1. Ruptura
pembuluh darah besar di dalam rongga toraks karena trauma atau neoplasia.
2.
Gangguan
pembekuan darah, misalnya karena intoksikasi warfarin.
3.
Emboli
/ infark a. pulmonalis
4.
Torsio
lobus paru.
Tanda-tanda klinik
Bila terjadi secara akut, di samping
tanda-tanda efusi pleural terdapat tanda-tanda shock, yaitu : mukosa pucat,
hewan lemah, takikardia dan pulsus lemah.
Terapi
1. Ditujukan
terhadap shock : O2, cairan i.v., transfusi darah dsb.
2.
Aspirasi
darah hanya dilakukan pada keadaan
dispnu berat. Darah di dalam rongga pleura dapat membantu menghentikan
perdarahan yang lebih lanjut dan setelah itu diresorpsi kembali dari rongga
pleura.
3.
Kalau
perdarahan tidak bisa berhenti, dilakukan torakotomi eksploratif untuk mencari
dan menjahit atau ligasi pembuluh darah yang ruptur.
4.
Terapi
terhadap kausa primer seperti gangguan
pembekuan darah dsb.
4.
CHYLOTORAKS
Chylotoraks adalah
akumulasi cairan chyl (cairan limfa intestinal) di dalam rongga pleura. Anjing
Afghan Hound dan kucing Siam
mempunyai predisposisi terhadapa timbulnya chylotoraks.
Etiologi
dan patofisiologi
Chylotoraks disebabkan oleh trauma
dan ruptura duktus toraksikus, atau obstruksi duktus toraksikus karrena
neoplasma, dirofilariasis, trombosis v. cava, hipertiroidisme dsb.
Cairan chyl yang kaya
lemak dan limfosit berasal dari jaringan limfoid di usus. Cairan ini seharusnya
disalurkan ke sirkulasi sistemik melalui duktus toraksikus. Karena sekarang
cairan chyl terkumpul di rongga pleura maka terjadi penurunan berat badan dan
jumlah limfosit perifer.
Chyl
sangat mengiritasi lapisan pleura sehingga menyebabkan reaksi keradangan dan
fibrosis.
Tanda klinik
Pada umumnya timbul
gradual. Gejala batuk lebih sering terjadi dibandingkan dengan efusi pleural
yang lain. Di sam,ping itu terjadi kekurusan, hewan mudah lelah dan polidipsia.
Diagnosis
Chyl adalah cairan keruh, berwarna
putih seperti susu, mengandung trigliserid yang tinggi, dan dengan pewarnaan
Sudan III terlihat adanya chylomikron.
Teknik-teknik
diagnostik untuk menentukan kausa spesifik adalah :
1.
Pemeriksaan
radiografik dan ultrasonografik.
2.
Limfangiografi.
3.
Pemeriksaan
terhadap cacing jantung, kadar tiroksin dsb.
Terapi
1.
Kausal
2.
Aspirasi
berkala dari cairan chyl (karena sifatnya yang mengiritasi pleura).
3.
Terapi
operatif kalau diperlukan.
4.
Benzopyrone
50 mg / kg 3 dd p.o., untuk meningkatkan proteolisis oleh makrofag. Bila kadar
protein rendah absorpsi cairan lebih baik, serta keradangan dan fibrosis
jaringan sekitarnya juga berkurang.
5.
Pleurodesis
(melekatkan pleura parietal dan viseral) dengan senyawa tetrasiklin atau bahan
sklerotik yang lain.
6.
Diet
rendah lemak dengan suplemen minyak
trigliserida rantai sedang.
Prognosis
Tergantung kausa. Pada kausa
idiopatik prognosis dubius. Bila terjadi fibrosis prognosis-nya jelek.
5. PNEUMOTORAKS
Pneumotoraks
adalah akumulasi udara atau gas di dalam rongga pleura. Akumulasi gas ini pada
umumnya bilateral.
Etiologi
Masuknya udara atau gas ke dalam
rongga pleura dapat terjadi secara :
1.
Traumatik
:
-
dari
luar : luka dengan penetrasi dinding toraks
-
dari
dalam : penetrasi (dari trakea, diafragma, mediastinum), iatrogenik dsb.
2.
Nontraumatik
:
-
primer
(idiopatik) : terutama pada anjing yang mempunyai rongga toraks yang lebar,
misalnya Rottweiler.
-
sekunder
: karena penyakit paru seperti pneumonia, parasit, neoplasia, serta ruptura
kavitasi, abses, atau bulla paru, dsb.
Patofisiologi
Tekanan di dalam rongga pleura
negatif atau lebih rendah dari pada tekanan udara di luar, dan paru menempel
pada dinding toraks karena daya kohesif dari cairan di dalam rongga pleura.
Bila terjadi penetrasi maka udara dengan mudah terisap ke dalam rongga pleura
dan daya kohesif ini hilang. Karena sifat yang elastis maka paru kolaps dan
tidak lagi menempel pada dinding toraks pada waktu dinding toraks mengembang.
Gangguan
respirasi terjadi antara lain karena penurunan tidal volume, perubahan rasio ventilasi-perfusi dan shunting intrapulmonal. Takipnu dan
hiperventilasi sebagai mekanisme kompensasi awal menurunkan kadar CO2 dan
meningkatkan pH darah. Tetapi bila tekanan intrapleural meningkat terjadi
kolaps alveoli dan hipoksia dan vasokonstriksi. Pada akhirnya dapat terjadi
kegagalan mekanisme kompensasi dengan menurunnya O2 dan meningkatnya CO2
arterial, asidosis berat dan kematian.
Tanda klinik
Tanda-tanda bisa akut atau progresif
lambat tergantung kecepatan akumulasi udara di dalam rongga pleura, yaitu :
1.
dispnu
dan takipnu
2.
sianosis,
mukosa pucat dan bernapas dengan mulut terbuka
3.
Kadang-kadang
jaringan parenkim paru yang menutupi lesi menyebabkan udara bisa masuk pada
waktu inspirasi tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Keadaan ini
disebut tension pneumothorax dan
menyebabkan barrel chest.
4.
Pada
auskultasi suara respirasi lemah atau tidak terdengar dan suara jantung
teredam.
5.
Pada
perkusi toraks suaranya lebih resonan.
6.
Tanda-tanda
trauma atau penyakit primer.
Diagnosis
Diagnosis ditentukan dari anamnesis
dan tanda-tanda klinik serta dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiografik toraks
serta torasentesis.
Terapi
1.
Luka
luar ditutup sementara, dan baru dijahit setelah kondisi hewan stabil.
2.
Bila
hewan dispnu dilakukan aspirasi udara
3.
Pada
keadaan yang berat dilakukan chest tube
thoracotomy
4.
Torakotomi
eksploratif bila kondisi residif untuk mencari kebocoran.
5.
Terapi
suportif : cairan i.v., O2 dsb.
6.
Antibiotika
untuk mencegah infeksi sekunder
7.
Terapi
terhadap kausa primer.
Prognosis
: tergantung kausa. Pada trauma bila
cepat ditangani prognosisnya baik. Bila terjadi secara sekunder, prognosisnya
tergantung pada penyakit primer.
6.
HERNIA DIAFRAGMATIKA
Etiologi
1. Trauma
tumpul (rudapaksa) merupakan penyebab HD yang paling sering.
2.
HD
kongenital bisa terjadi secara sporadis.
Tanda klinik
1. Pada
keadaan akut terdapat dispnu yang berat disertai ortopnu.
2.
Tanda-tanda
lain tergantung jenis organ dan derajat displasia :
-
pada
hernia lambung dan usus : regurgitasi, vomit, tanda-tanda obstruksi usus
-
pada
hernia hepar : vomit, ikterus, efusi pleural.
3.
Pada
perkusi terdengar suara redup uni / bilateral di daerah ventral toraks.
4.
Pada
palpasi abdomen terasa kosong tergantung jenis dan volume organ yang mengalami
displasia.
Diagnosis
Diagnosis ditentukan dari anamnesis
dan tanda-tanda klinik, dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiografik atau
ultrasonografik.
Terapi
: operatif.
Prognosis
Tergantung beratnya trauma dan
pengaruh pada organ-organ lain. Bila tidak ada komplikasi, prognosisnya baik
setelah koreksi hernia secara operatif.
BAB
VII
MEDIASTINUM
Mediastinum
memisahkan rongga pleura menjadi bagian kiri dan kanan. Pada anjing dan kucing
pemisahan ini tidak sempurna sehingga jarang sekali terjadi efusi pleural atau
pneumo-toraks unilateral. Di dalam mediastinum terdapat timus (hanya terdapat
pada hewan muda) serta trakea, esofagus, jantung, aorta, v. cava,
pembuluh-pembuluh darah yang lebih kecil, syaraf, pembuluh-pembuluh limfa dan
kelenjar-kelenjar limfa.
Penyakit-penyakit mediastinal dapat
terjadi secara primer, sekunder atau merupakan manifestasi lokal dari penyakit
sistemik, misalnya infeksi jamur atau limfosarkoma. Karena letaknya yang
berdekatan, penyakit pada mediastinum dan pleura sering terjadi bersamaan.
Pemeriksaan
fisik
Letak dari mediastinum terlindung
oleh dinding toraks dan paru. Karena itu pemeriksaan fisik secara langsung pada
mediastinum sulit dilakukan dan hanya terbatas pada bagian kranialnya.
Tanda-tanda
klinik
Penyakit
mediastinal seringkali tidak terdeteksi untuk waktu yang lama karena tanda-tanda
kliniknya nonspesifik dan tidak jelas pada stadium awal. Karena banyaknya
organ-organ yang terdapat di dalam mediastinum maka tanda-tanda klinik terjadi
bila ada kompresi pada organ-organ tersebut. Jadi tanda klinik penyakit
mediastinum sangat bervariasi dan dapat mengenai bermacam-macam sistem, yaitu :
1. Sistem
kardiovaskular : obstruksi v cava (sindrom v. cava) menyebabkan edema dan
pembengkakan simetris dari kepala, leher dan kaki depan.
2. Sistem
respirasi : terdapat tanda-tanda kompresi pada saluran napas dan parenkim paru
seperti batuk, exercise intolerance, dispnu dsb..
3. Sistem
digesti : kompresi yang berat pada esofagus menyebabkan disfagia dan
regurgitasi.
4. Sistem
syaraf : proses infiltratif dapat menekan syaraf perifer dengan menyebabkan
- paralisis
laring dengan perubahan suara dan stridor
- sindrom
Horner : miosis, ptosis dan enoftalmos.
Diagnosis
1. Pemeriksaan
klinik : hanya massa
mediastinal yang besar yang dapat dipalpasi pada inlet torakal anjing jenis
kecil dan kucing.
2. Pemeriksaan
radiografik sangat penting untuk menentukan diagnosis penyakit mediastinal.
3. Teknik2
diagnostik yang lain (lihat SNB dan pleura).
PENYAKIT-PENYAKIT
MEDIASTINUM
1. PNEUMOMEDIASTINUM (EMFISEMA MEDIASTINUM)
Pneumomediastinum adalah terdapatnya
udara di dalam mediastinum.
Etiologi
dan patofisiologi
Pneumomediastinum dapat disebabkan
oleh :
1. Trauma
pada toraks atau serviks karena luka gigitan.
2. Ruptura
trakea, esofagus, alveoli atau bronki, kista, bulla, abses atau neoplasia.
Ruptura dapat terjadi spontan atau setelah bersin / batuk / vomit / exercise
berat.
3. Iatrogenik
pada waktu mengadakan pungsi vena, aspirasi transtrakeal, operasi didaerah
trakea atau intubasi trakeal.
4. Infeksi
dengan kuman pembentuk gas (jarang terjadi).
Tanda
klinik
1. Pada
umumnya hanya terdapat gangguan pada respirasi yang tidak berarti.
2. Dapat
terjadi emfisema subkutan yang terlihat sebagai kebengkakan kepala, leher,
toraks dan kadang-kadang sampai ke ekstremitas. Bila dipalpasi bagian yang
membengkak terasa krepitasi.
3. Komplikasi
yang lain akibat gigitan misalnya pneumotoraks, efusi pleural dsb.
Diagnosis
Ditentukan dari anamnesis, tanda
klinik berupa emfisema subkutan dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan
radiografik.
Terapi
Kausal
dan suportif. Tidak diperlukan terapi terhadap pneumomediastinum itu sendiri.
Resorpsi udara terjadi secara spontan dalam waktu 10 – 20 hari. Emfisema
subkutan meskipun banyak tidak berbahaya, dan dapat dikurangi dengan aspirasi
udara.
Prognosis :
Bila tidak ada komplikasi prognosis baik.
2. PELEBARAN MEDIASTINUM
Pelebaran
mediastinum dapat terjadi akut atau kronik.
Etiologi
Ada bermacam-macam penyakit yang dapat
menyebabkan pelebaran mediastinum, yaitu :
1. Mediastinitis
Paling
sering disebabkan oleh perforasi atau ruptura trakea atau esofagus, tetapi
dapat juga disebabkan oleh sepsis, pneumonia, perikarditis atau piotoraks.
2. Edema
mediastinum disebabkan oleh :
- penyakit
sistemik : Infectious Canine Hepatitis,
Leptospirosis, F.I.P.
- intoksikasi
sianida, endotoksin dsb.
3. Hemoragi
mediastinum disebabkan oleh :
- trauma
yang menyebabkan ruptura arteri / vena yang besar
- gangguan
pembekuan darah.
4. Abses
dan granuloma
Abses
dapat terjadi akibat mediastinitis karena infeksi bakteri atau jamur atau
karena neoplasia. Granuloma terjadi karena korpora aliena atau infeksi jamur.
5. Neoplasia (lihat
di bawah no. 3)
Tanda
klinik
1. dispnu
karena nyeri toraks
2. kadang-kadang
terdapat febris tergantung kausa primer
3. anoreksia
dan disfagia
4. bisa
terdapat sedikit efusi pleural.
Diagnosis
Konfirmasi dilakukan dengan :
1. pemeriksaan
radiografik
2. pemeriksaan
hematologik
3. biopsi.
Terapi
dan prognosis : tergantung kausa.
3. NEOPLASIA MEDIASTINUM
Tumor mediastinum pada umumnya
bersifat ganas. Tumor primer berasal dari jaringan mediastinum, kelenjar limfa,
timus, aortic body dsb.
Tanda
klinik
1. tergantung
pada organ yang mengalami kompresi (lihat di atas).
2. bisa
terdapat efusi pleural, efusi perikardial atau chylotoraks.
Diagnosis
1. pemeriksaan
radiografik
2. pemeriksaan
sitologik dari cairan pleura
3. biopsi
dsb.
Terapi
1. operatif
2. khemoterapi
pada limfomatosis.
Prognosis
Pada umumnya jelek karena sifat
ganas dari tumor.
Ettinger, S.J. and Feldman, E.C. 1995. Textbook
of Veterinary Internal Medicine. Diseases of the Dog and Cat. 4th ed.
Leib, M.E. and.Monroe, W.E. 1997. Practical Small Animal Internal Medicine.
Tilley, L.P. and.Smith Jr., W.K. 1997. The 5 Minute Veterinary Consult. Canine
and Feline.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar