Senin, 20 Juni 2016

PENYAKIT RESPIRASI PADA HEWAN KECIL [KUCING,ANJING,KELINCI,DLL]



BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit-penyakit sistem respirasi sering sekali dijumpai pada hewan kecil. Kelainan pada sistem respirasi juga dapat disebabkan oleh proses patologik pada atau di luar sistem respirasi, yang tidak selalu mudah untuk dibedakan. Kerja sistem respirasi sepenuhnya berada di bawah kontrol sistem syaraf, dan oleh sebab itu lesi pada Susunan Syaraf Pusat dapat berpengaruh pada sistem respirasi.
Kerja sistem respirasi juga terintegrasi dengan fungsi metabolik yang lain. Karena itu dapat terjadi perubahan yang nyata pada respirasi meskipun tidak ada kelainan pada sistem respirasi. Misalnya terjadinya hiperventilasi sebagai kompensasi pada keadaan asidosis metabolik dan hipoventilasi pada keadaan alkalosis metabolik.
Sistem respirasi juga ikut bekerja pada fungsi-fungsi tubuh yang lain, misalnya pengaturan suhu tubuh, di mana dapat terjadi perubahan pada ventilasi (keluar masuknya udara) yang dapat memperberat problem respirasi karena beban kerja yang meningkat.
Penyakit pada sistem respirasi ada yang sudah dapat ditentukan diagnosisnya berdasarkan anamnesis / riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik saja, namun seringkali diperlukan juga cara-cara diagnostik yang lain, misalnya pemeriksaan radiografi, ultrasonografi, endoskopi, pemeriksaan fungsi paru dsb.

Anamnesis


Pada waktu melakukan anamnesis perlu diperhatikan :
1.    ras, jenis kelamin dan umur hewan
2.    asal hewan
3.    keadaan lingkungan
4.    riwayat medik
5.    keluhan saat ini.

Pemeriksaan fisik

Kecuali pada keadaan dispnu berat, maka pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh sebelum memeriksa sistem respirasi secara khusus. Yang perlu diperhatikan a.l. adalah : keadaan hidrasi tubuh, kelenjar-kelenjar limfa, kulit, sistem muskuloskeletal dan mata.
            Pada waktu mengadakan pemeriksaan fisik perlu juga diperhatikan frekuensi respirasi, serta postur tubuh dan sikap mental hewan pada waktu bernapas sbb. :
-       pernapasan yang dangkal dan cepat : terdapat pada stiff lung dan penyakit restriktif paru
-       pernapasan dalam dan lambat : terdapat pada penyempitan jalan napas
-       apnu periodik : terdapat pada penyakit SSP
-       pada dispnu ringan lubang hidung melebar pada waktu inspirasi dan ekspirasi
-       pada dispnu berat disertai kontraksi otot-otot abdomen
-       pada dispnu yang sangat berat disertai perubahan pada postur tubuh dan sikap mental, di mana hewan berdiri atau duduk dengan ekstensi kepala dan leher, abduksi  kaki depan, mulut terbuka dan pandangan mata yang kosong.



BAB II
NASAL DAN PARANASAL

Anamnesis

            Gejala  klinik yang dilaporkan pemilik hewan penderita penyakit pada rongga hidung
adalah sbb.:
1.    Discharge nasal tidak selalu terdeteksi pada anjing dan kucing yang suka menjilat hidungnya. Discharge dapat bersifat :
-       serus : pada permulaan penyakit, dan sering diikuti dengan bersin (sedikit discharge serus adalah normal pada kebanyakan hewan)
-       mukoid : pada keadaan yang lebih kronik
-       purulen : pada infeksi bakterial dan nekrosis
-       bercampur darah atau berupa darah : pada kerusakan dan erosi jaringan atau kongesti mukosa yang berat.
2.    Bersin : disebabkan oleh iritasi atau keradangan pada bagian anterior rongga hidung. Bersin dan discharge hidung merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada hewan dengan penyakit pada rongga hidung.
3.    Stridor atau stertor : adalah napas yang berbunyi keras (mendengus). Stridor nasal terjadi karena obstruksi rongga nasal uni / bilateral akibat kongesti mukosa conchae, serta adanya discharge atau neoplasia.
4.    Bernapas dengan mulut terbuka : terjadi pada obstruksi yang berat pada waktu eksitasi atau exercise.
5.    Hewan kadang-kadang menggunakan kaki depan untuk menggosok hidungnya, atau menggosokkan hidung ke tanah atau benda-benda lain.
6.    Nyeri bila bagian nasal dipegang.
7.    Deformitas wajah pada daerah nasal dan sinus frontalis.

Pemeriksaan fisik
            Pemeriksaan fisik meliputi :
1.    Evaluasi seluruh saluran respirasi, terutama fungsi laring, trachea dan paru.
2.    Inspeksi / palpasi terhadap asimetri wajah, serta palpasi terhadap kelainan pada tulang2 nasal.
3.    Inspeksi lubang hidung terhadap gerakan pada waktu inspirasi, keadaan paten lubang hidung, serta adanya discharge, ulserasi atau tumor.
4.    Pemeriksaan pada palatum durum, palatum molle dan tonsil, serta bau napas dari hidung / mulut.
5.    Perkusi sinus.

Pemeriksaan yang lebih lanjut dapat dilakukan dengan :
1.    Pemeriksaan bakteriologik / serologik
2.    Pemeriksaan hematologik
3.    Rinoskopi (kegunaannya terbatas)
4.    Pemeriksaan radiografik
5.    Biopsi, pemeriksaan bilasan rongga hidung dan sitologik.
PENYAKIT-PENYAKIT NASAL

A.   PENYAKIT-PENYAKIT KONGENITAL

A.1.   CLEFT PALATE (Palatoschisis)

CP adalah kelainan kongenital yang dapat ditemukan pada anjing dan jarang pada kucing. Pada keadaan ini terdapat celah pada palatum primer, yaitu bibir dan premaxilla (disebut juga cleft lip atau hare lip atau bibir sumbing), yang bisa disertai dengan celah pada palatum sekunder, yaitu palatum durum dan palatum molle.
Tanda-tanda klinik
            Pada keadaan yang berat terdapat tanda-tanda sbb. :
-       neonatus sulit untuk mengisap / menyusu
-       gangguan pertumbuhan
-       gangguan respirasi karena pneumonia aspirasi
-       kematian dalam waktu beberapa hari.
Pada kasus yang tidak begitu berat, tanda-tanda klinik mulai terlihat pada waktu anak anjing disapih, berupa :
-       discharge nasal kronik
-       regurgitasi cairan atau makanan melalui hidung
-       gangguan pertumbuhan
-       rinitis kronik akibat sisa-sisa makanan dan cairan dalam rongga hidung
-       aspirasi makanan berulang-ulang menyebabkan sering terjadi pneumonia aspirasi dan akhirnya kematian.
-        
Terapi
1.    pemberian susu / makanan melalui sonde lambung
2.    antibiotik bila terdapat infeksi saluran respirasi
3.    terapi operatif setelah hewan berumur 2 – 3 bulan.
A.2.   SINDROM OBSTRUKSI JALAN NAPAS PADA ANJING BRACHYCEPHALIC

            Jenis–jenis anjing tertentu (mis. Pekingese, pug, Shih Tzu, Boston terrier, bulldog, boxer dsb.) mempunyai rahang atas yang pendek dan termasuk anjing brachycephalic. Pada anjing jenis-jenis itu lubang hidung, rongga hidung, nasofaring dan laring menempati ruang yang jauh lebih pendek dibandingkan anjing pada umumnya. Di samping itu juga sering terdapat palatum molle yang terlalu panjang serta hipoplasia laring.
            Pada keadaan yang ringan hanya terlihat pernapasan yang keras atau mendengus (stridor nasal dan / atau stridor laring), tanpa gangguan terhadap aktivitasnya; tetapi pada keadaan yang berat menyebabkan obstruksi dan gangguan aliran udara pada waktu bernapas. Usaha inspirasi yang meningkat lama kelamaan bisa menyebabkan kolaps laring.

Tanda-tanda klinik
            Hewan menunjukkan tanda-tanda kesulitan respirasi dengan pernapasan yang keras (stridor sampai stertor), terutama pada keadaan eksitasi atau stress. Bernapas dari mulut tidak akan membantu bila obstruksi terdapat di daerah faring dan laring. Tanda-tanda ini biasanya menjadi lebih berat pada umur yang makin tua. Pada keadaan yang berat terdapat sianosis, hipertermia dan kolaps.

Terapi
1.    menghindari stress dan lingkungan yang terlalu panas
2.    bila ada kesulitan respirasi :
-       hewan dikurung dan / atau diberi lingkungan yang sejuk
-       diberi sedatif
-       diberi prednisolon untuk mengurangi edema faring dan laring
-       kalau perlu diadakan trakeostomi
3.    Terapi operatif pada kasus-kasus berat dan selektif.

A.3.   STENOTIC NARES

            Stenosis bilateral dari lubang hidung dapat merupakan bagian dari sindrom obstruksi jalan napas pada anjing brachycephalic (lihat atas).
            Pada keadaan istirahat lubang hidung sangat sempit, dan pada inspirasi alae nasi (cuping hidung) terisap ke medial sehingga menutup aliran udara. Untuk mengatasi keadaan ini hewan bernapas dari mulut atau meningkatkan usaha inspirasi.
            Pada keadaan yang berat perlu dilakukan terapi operatif.

B.   KELAINAN PEROLEHAN

B.1.    EPISTAKSIS

               Epistaksis adalah perdarahan dari hidung, dan bukan merupakan penyakit tetapi gejala yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyakit.

Etiologi

1.    Gangguan pembekuan darah. Pada umumnya juga dapat ditemukan petechia, ecchymosis, hematoma, hematochezia, melena dan / atau hematuria. Gangguan pembekuan darah dapat terjadi akibat :
-       trombositopenia, mis. pada Ehrlichiosis, penyakit otoimun (ITP/Idiopathic Trombositopenic Purpura), DIC dsb.
-       gangguan faktor pembekuan darah : pada intoksikasi warfarin, penyakit hepar dsb.
2.    Trauma atau korpora aliena
3.    Infeksi (fungi, virus, bakteri) atau infestasi parasit (Linguatula serrata).
4.    Neoplasia.

Diagnosis

            Diagnosis ditentukan dari :
1.    Anamnesis
2.    Pemeriksaan fisik
3.    Pemeriksaan laboratorik dsb.

Terapi

1.    Hewan dikandangkan.
2.    Diberi sedatif (hati-hati dengan pemberian sedatif golongan phenothiazine karena dapat memperberat hipotensi pada perdarahan yang berat).
3.    Pada epistaksis persisten dilakukan anestesi umum dengan intubasi, lalu dimasukkan kasa yang dibasahi epinefrin (1 : 100.000) pada lubang hidung dan nasal faring posterior.
4.    Bila kehilangan darah banyak (> 30 ml / kg BB) diberi transfusi darah atau cairan i.v.
5.    Bila perdarahan sudah berhenti dicari kausanya dan dilakukan terapi kausal.
B.2.   RINITIS
Rinitis adalah keradangan pada membrana mukosa rongga hidung.
Etiologi
            Menurut etiologinya rinitis dapat dibagi menjadi :
1.    Infeksius :
a.    virus : biasanya pada hewan muda dan merupakan kausa utama dari rinitis dan radang saluran respirasi atas (terutama pada kucing).
-       pada kucing : FVR (Feline Viral Rhinotracheitis), Feline Calicivirus
-       pada anjing : Canine Distemper, Canine Parainfluenza
b.    Riketsia : Chlamydia psittaci pada kucing
c.    fungi : Aspergillus fumigatus terutama pada anjing
d.    bakteri : pada umumnya sebagai infeksi sekunder
e.    parasit : L. serrata, Pneumonyssus caninum.
2.    Noninfeksius : dapat disebabkan oleh :
a.    corpora aliena
b.    alergi
c.    penyakit gigi : terutama pada anjing tua
d.    neoplasia
      Kecuali karena alergi,  penyakit nonininfeksius pada umumnya unilateral.             

Tanda-tanda klinik

-       bersin
-       discharge nasal uni/bilateral tergantung kausanya
-       hewan menggosok hidung dengan kaki depan
-       discharge mata, terutama pada infeksi virus
-       pembengkakan lgl. mandibularis.
Pada infeksi virus sering disertai dengan tanda-tanda sistemik (febirs, depresi, anoreksia), gejala pada mata (conjunctivitis, keratitis), ulserasi rongga mulut dan salivasi (pada kucing). Infeksi viral pada kucing dapat menyebabkan kerusakan permanen pada mukosa nasal dan turbinalia, yang merupakan predisposisi terhadap infeksi bakterial kronik (rinosinusitis).
Terapi
1.    terapi kausal
2.    terhadap infeksi sekunder
3.    terapi suportif.

B.3.   REVERSE SNEEZE

            Reverse sneeze adalah suatu gejala di mana terjadi dispnu inspiratorik berat untuk beberapa saat (1 – 2 menit) yang dapat disertai dengan ekstensi leher, mata melotot dan abduksi siku. Terdengar suara mendengus atau mendengkur akibat penutupan yang tidak sempurna dari nasofaring. Reverse sneeze cukup sering terjadi pada anjing, namun keadaan ini tidak membahayakan dan pemilik dianjurkan untuk mengurut daerah faring (untuk merangsang refleks menelan) atau menutup lubang hidung pada waktu ada serangan.

B.4.    NEOPLASIA NASAL

            Neoplasia nasal paling sering dijumpai pada anjing jenis dolichocephalic tua (> 9 tahun). Neoplasia pada umumnya ganas dan yang paling sering adalah adenokarsinoma. Bisa terjadi invasi pada maksilla, palatum dan sinus frontalis.
Tanda-tanda klinik
1.    discharge nasal kronik unilateral (bisa bilateral bila tumor meluas dan menyeberang ke rongga hidung kontralateral)
2.     sering bersin, bila bersin sangat keras bisa terjadi epistaksis
3.    erosi pada duktus nasolakrimalis menyebabkan timbulnya discharge mata
4.    terdapat distorsi wajah dan exophthalmos pada stadium lanjut.
Prognosis : pada umumnya jelek, karena penyakit biasanya baru ditentukan diagnosisnya pada stadium lanjut


PENYAKIT SINUS / PARANASAL
Dari sinus-sinus paranasal yang terpenting secara klinik adalah sinus frontalis. Sinus frontalis pada kucing dan anjing brachycephalic sangat sempit atau tidak ada. Penyakit pada sinus frontalis dapat terjadi akibat perluasan penyakit dari rongga hidung, yaitu berupa keradangan atau neoplasia. Bila terdapat sinusitis frontalis perlu dilakukan trepanasi dan irigasi sinus.



BAB III
LARING


Anamnesis dan tanda-tanda klinik

            Anamnesis dan tanda-tanda klinik dari penyakit-penyakit pada laring menyatakan adanya gangguan pada fungsi laring, yaitu :
1.    Gangguan pada aliran udara akibat dari gangguan abduksi laring sehingga menyebabkan dispnu dan stridor pada waktu exercise.
2.    Perubahan suara.
3.    Kurang sempurnanya penutupan laring pada waktu menelan makanan sehingga isi faring masuk ke dalam trakea (aspirasi). Biasanya hewan batuk dan gagging pada waktu makan atau minum. Bila ringan menyebabkan trakeitis servikalis, tetapi bila berat menyebabkan pneumonia aspirasi.
4.    Iritasi mukosa laring seperti pada laringitis, menyebabkan batuk.
5.    Obstruksi laring yang berat menyebabkan sianosis dan kolaps setelah exercise / excitement / stress.

Pemeriksaan fisik

            Prosedur pemeriksaan hewan penderita penyakit laring tergantung pada derajat gangguan respirasi. Penyakit laring dengan dispnu berat dan sianosis merupakan keadaan darurat dan  perlu dilakukan intubasi laringotrakeal atau trakeostomi darurat untuk menstabilkan keadaan hewan sebelum diadakan pemeriksaan klinik.
            Pemeriksaan pada laring dilakukan dengan :
1.    Mendengarkan adanya stridor atau batuk spontan. Kadang-kadang suara jantung dan paru tidak terdengar pada waktu auskultasi karena tertutup oleh noise.
2.    Palpasi laring dapat menimbulkan batuk pada laringitis.
3.    Palpasi untuk menentukan adanya nyeri, fraktura, serta kelainan letak dan bentuk laring.

Teknik diagnostik

            Pemeriksaan lebih lanjut pada laring dilakukan dengan :
1.    pemeriksaan radiografik terhadap adanya osifikasi, fraktura, neoplasia serta korpora aliena
2.    laringoskopi
3.    elektromiografi untuk menentukan adanya paralisis laring.

PENYAKIT-PENYAKIT LARING

1.   LARINGITIS AKUT

Etiologi

1.    Laringitis akut paling sering disebabkan oleh infeksi virus dan merupakan bagian dari penyakit pada saluran respirasi yang lain (rinitis, trakeobronkitis).
2.    Infeksi bakteri.
3.    Gigitan serangga atau alergen yang lain bisa menyebabkan edema laring yang berat.

Tanda klinik

1.    Terdapat tanda-tanda dari penyakit primer (febris, salivasi, conjunctivitis dsb.)
2.    Batuk yang kering, kasar dan persisten
3.    Dispnu pada  edema laring.
Terapi
1.    Kausal / terhadap infeksi sekunder
2.    Kortikosteroid pada alergi / edema laring

2.   LARINGITIS KRONIK

Etiologi
            Laringitis kronik cukup sering ditemukan pada anjing. Keadaan ini timbul karena iritasi kronik pada laring karena anjing terus menggonggong, panting, atau menarik ikat lehernya. Iritasi kronik ini menyebabkan osifikasi pada tulang rawan, gangguan pada fungsi laring dan fibrosis pita suara.

 

Tanda klinik

1.    batuk rekuren
2.    suara serak atau hilang
3.    iritasi kronik dan stress pada waktu hewan dilatih menyebabkan spasmus laring sehingga hewan menunjukkan dispnu berat, stridor yang keras dan sianosis.
Terapi
1.    Latihan harus dihentikan.
2.    Terapi intermiten dengan kortikosteroid. Tetapi pada umumnya hasilnya kurang memuaskan.
3.   PARALISIS LARING

Etiologi
1.    Yang paling sering ditemukan adalah bentuk kongenital. Pada umumnya dialami anjing jenis Bouvier dan Siberian husky atau turunannya, dan sudah menimbulkan gejala klinik pada umur beberapa bulan.
2.    Paralisis laring perolehan biasanya dijumpai pada anjing berumur tua jenis besar (giant/large breeds). Kausanya belum jelas.

Tanda klinik
            Tergantung derajat obstruksi laring bisa terdapat :
1.    perubahan suara
2.    kadang-kadang batuk
3.    aktivitas berkurang dan terdapat exercise intolerance
4.    stridor inspiratorik terutama setelah exercise / stress / pada hawa panas
5.    temperatur tubuh pada umumnya meningkat
6.    pada keadaan yang berat bisa kolaps dan mati mendadak.

Diagnosis
            Diagnosis ditentukan dari :
1.    anamnesis dan tanda-tanda klinik
2.    laringoskopi
3.    elektromiografi
            Penyakit ini harus dibedakan dari (d.d.) :      1. Kolaps laring
                                                                                    2. laringitis kronik proliferatif
Terapi
1.    Pada keadaan dispnu berat hewan distabilkan (lih. Sindrom obstruksi jalan napas pada anjing Brachycephalic, hal. 5).
2.    Terapi operatif untuk mengatasi obstruksi pada laring.

4.   KOLAPS LARING
Kolaps  laring bisa merupakan komplikasi dari hipoplasia laring pada anjing jenis brachycephalic.
Tanda klinik : berupa tanda-tanda obstruksi laring yang berat.
Terapi : idem.

5.   TRAUMA LARING

Etiologi


Trauma pada laring sering terjadi akibat gigitan anjing yang merupakan kombinasi dari trauma tajam dan tumpul. Akibatnya dapat terjadi :
-       kerusakan pada tulang rawan dan penyempitan laring
-       laserasi laring
-       emfisema jaringan sekitar luka.

Terapi  :          
1.    idem atas
2.    perawatan luka
3.    antibiotika untuk mengatasi infeksi sekunder.
BAB IV
TRAKEA

Anamnesis dan tanda-tanda klinik

Kelainan pada trakea pada umumnya menyebabkan :
1.    batuk
2.    stridor atau stertor inspiratorik (suara keras pada inspirasi)
3.    wheezing (suara bersiul / nada tinggi) )pada ekspirasi
4.    edema pulmonum
5.    kadang-kadang sianosis dan kolaps

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah :
1.    Pemeriksaan secara umum (menyeluruh)
2.    Pemeriksaan saluran respirasi atas + bawah dan sistem kardiovaskular
3.    Palpasi leher terhadap adanya emfisema subkutan, limfadenopati, abses, kista, neoplasia, pembesaran kelenjar tiroid, atau adanya massa pada dan sekitar trakea.
4.    Adanya refleks batuk. Pada keradangan laring atau trakea maka hewan akan batuk bila dilakukan palpasi pada inlet torakal.
5.    Auskultasi toraks dan suara paru
6.    Mendengarkan suara respirasi pada trakea, laring dan rongga hidung
7.    Pemeriksaan rongga mulut dan faring.

Pemeriksaan diagnostik khusus

Pemeriksaan-pemeriksaan khusus antara lain :
1.    Pemeriksaan radiografik kontras / nonkontras
2.    Trakeoskopi / bronkoskopi
3.    Kultur, biopsi dan pemeriksaan sitologik dari jaringan / bilasan trakeobronkial
4.    Pemeriksaan patologi klinik dsb.

PENYAKIT-PENYAKIT TRAKEA
1.    TRAKEITIS

Etiologi

            Menurut cara terjadinya trakeitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a.    Trakeitis noninfeksius
Trakeitis noninfeksius lebih sering dijumpai dari pada trakeitis infeksius, dan bisa terjadi secara :
                  a.1.  primer :    -   karena inhalasi asap atau gas yang merangsang
                                          -   karena hewan terus menerus menggonggong
                  a.2.  sekunder : akibat :   -    kolaps trakea
-       penyakit jantung kronik
-       penyakit pada orofaring
b.    Trakeitis infeksius :  lih. Trakeobronkitis infeksius pada anjing (hal. 21).
Tanda klinik
            Trakeitis noninfeksius menunjukkan :
-       batuk resonan, kasar dan paroksismal, yang biasanya diakhiri dengan gagging nonproduktif atau sedikit produktif
-       hewan pada umumnya tidak menunjukkan gejala2 sistemik
-       palpasi trakea dekat inlet torakal menyebabkan refleks batuk
-       pada trakeitis sekunder hewan menunjukkan tanda-tanda penyakit primer.
Pada trakeitis infeksius selain tanda-tanda di atas juga sering terdapat tanda-tanda sistemik dan menunjukkan tanda-tanda klinik dari organisme kausalnya.

Terapi
1.    ditujukan terhadap kausa primer
2.    pemberian antitusif, bronkodilator dan ekspektoran
3.    pada batuk kronik : dilakukan nebulisasi atau terapi dengan uap air panas selama 15 – 20 menit 3 x sehari, diikuti dengan menepuk-nepuk dinding toraks untuk melepaskan sekret dan merangsang ekspektorasi.
4.    Pada infeksi virus diberikan antibiotika terhadap infeksi sekunder
5.    Dapat diberikan kortikosteroid jangka pendek pada kasus-kasus tertentu.

2.  INFESTASI FILAROIDES OSLERI
 Insidensi
            Parasit ini menyerang anjing di bawah umur 2 tahun dan paling sering ditemukan pada anjing yang dipelihara dalam kelompok seperti pada kennel. Cacing ini mempunyai tempat predileksi pada bagian proksimal dari karina (bifurkasi trakeal), kadang-kadang sampai ke bronki, tapi jarang sampai ke paru.

Tanda klinik

            Penyakit ini bersifat kronik dan disertai tanda-tanda :
1.    terdengar suara wheezing inspiratorik ringan sampai berat
2.    dispnu
3.    batuk trakeobronkial kasar yang diakhiri dengan gagging, retching dan ekspekstorasi mukus putih yang kadang-kadang disertai bercak-bercak darah
4.    panting pada kasus-kasus berat.

Diagnosis

            Penentuan diagnosis dilakukan :
1.    Dengan bronkoskopi terlihat nodul-nodul dengan diameter 1 – 5 mm, berwarna putih kekuningan. Pada biopsi nodul ditemukan larva F. osleri
2.    Pada pemeriksaan feses, sputum atau bilasan trakea dapat ditemukan telur atau larva cacing.
3.    Nodul-nodul yang cukup besar pada penyakit yang berat dapat dilihat pada pemeriksaan  radiografik.

Terapi

1.    Ivermectin 1000 μg / lb p.o. 1 x seminggu selama 2 bulan
2.    Terapi operatif pada nodul yang besar yang menyebabkan obstruksi trakea.




3.  KOLAPS TRAKEA
Pada keadaan ini terdapat kelemahan pada cincin-cincin tulang rawan trakea dengan akibat penyempitan dorsoventral dari trakea. Kolaps bisa terjadi pada trakea bagian servikal dan / atau torakal.

Etiologi dan insidensi

            Etiologi dari kolaps trakea tidak jelas.
            Keadaan ini bisa terjadi secara kongenital pada anjing muda, tetapi paling sering ditemukan secara perolehan pada anjing setengah tua sampai tua. Pada umumnya menyerang ras anjing kecil (toy breeds) seperti chihuahua, pemeranian, toy poodle, Yorkshire terrier, Shih Tzu, Lhasa apso dsb.
            Penyakit ini dapat juga terjadi pada hewan yang menderita endokardiosis mitralis (insufisiensi katub mitralis atau chronic mitral valvular fibrosis) dengan jantung dalam keadaan kompensasi atau dekompensasi. Adanya tekanan dari atrium kiri yang membesar pada cabang bronkus kiri mungkin menyebabkan atau memperberat batuk trakeal.
            Cukup sering juga terdapat hubungan antara  kolaps trakea dengan hepatomegali. Hepatomegali yang berat dapat menurunkan kapasitas ventilasi sehingga mengganggu pertukaran gas. Bila setelah pengobatan ukuran hepar mengecil, seringkali dispnu dan batuk juga berkurang.

Tanda klinik

1.    Batuk kronik yang sudah bisa dimulai pada umur muda (pada yang kongenital)
2.    Suara batuk kering dan kasar, dan sering menyerupai suara angsa sehingga disebut goose honk sound. Pada awalnya batuk ini hanya pada pagi hari tetapi kemudian juga pada malam hari. Batuk mudah diinduksi oleh exercise, eksitasi, tekanan pada trakea, dan pada waktu makan atau minum.
3.    Bisa terjadi sianosis dan kolaps pada serangan batuk yang hebat.
Pada pemeriksaan fisik :
1.    hewan terlihat normal
2.    selaput mukosa normal sampai sianotik tergantung derajat kesulitan respirasi dan ansietas
3.    biasanya tidak terdapat febris kecuali pada dispnu dan eksitasi berat
4.    suara paru bervariasi dari normal sampai suara stridor, karena wheezing.
5.    Bisa ditemukan obesitas, hepatomegali, atau bising jantung sistolik
Diagnosis
            Diagnosis ditentukan dari anamnesis dan pemeriksaan klinik, serta dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiografik atau trakeoskopi.
            Diagnosis banding adalah penyakit-penyakit dengan gejala batuk kronik seperti kolaps laring, bronkitis atau trakeitis kronik dsb.
Terapi
            Terapi pada umumnya simtomatik.
1.    kombinasi bronkodilator dengan ekspektorans dan sedatif (misalnya teofilin, gliserol guaiakolat dan fenobarbital).
2.    terapi dengan uap air panas atau nebulisasi.
3.    antitusif pada batuk yang nonproduktif (codein, dekstrometorfan).
4.    kortikosteroid untuk mengurangi gejala keradangan, diberikan selama paling lama 5 hari bila tidak ada respon terhadap pengobatan yang lain.
5.    Antibiotik diberikan hanya bila ada infeksi sekunder.
6.    Mengobati penyakit-penyakit lain, misalnya penyakit janutng, hepatomegali.
7.    Anjing yang obes diturunkan berat badannya.
8.    Terapi operatif hanya dilakukan pada kasus-kasus selektif
4.  OBSTRUKSI & KORPORA ALIENA TRAKEA
Etiologi
            Obstruksi trakea dapat disebabkan oleh :
1.    korpora aliena yang cukup besar sehingga tersangkut pada karina
2.    massa intraluminal : neoplasia trakea primer atau massa yang lain (abses, kista)
3.    massa ekstraluminal :      
-       tumor tiroid, paratiroid, esofagus, mediastinum dsb
-       pembesaran lgl. mandibularis, retrofaringealis atau preskapularis karena infeksi, tumor atau granuloma.
Tanda klinik
            Tanda klinik tergantung pada derajat obstruksi, bisa terdapat :
1.    batuk kronik
2.    kesulitan respirasi dan dispnu (terutama pada waktu stress) dengan waktu inspirasi yang lebih panjang dari pada waktu ekspirasi
3.    gangguan aliran udara dapat menyebabkan hipoventilasi dan asidosis respiratorik
4.    bila massa menekan esofagus dapat menyebabkan vomit dan regurgitasi
5.    pada keadaan yang berat terjadi edema pulmonum, sianosis, sinkop dan seizures.
Diagnosis
            Diagnosis ditentukan dari :
1.    pemeriksaan dan tanda-tanda klinik
2.    laringoskopi dan trakeoskopi
3.    pemeriksaan radiografik.
Terapi  : kausal.
5.  TRAUMA TRAKEA
Etiologi
            Trauma dan laserasi pada trakea pada umumnya disebabkan oleh :
1.    luka gigitan
2.    iatrogenik : pada waktu membilas trakea atau pungsi v. jugularis.
Tanda klinik
1.    Dispnu
2.    Batuk
3.    Emfisema subkutan. Laserasi ventrolateral dari lig. anularis dapat menyebabkan emfisema subkutan pada seluruh tubuh atau daerah sekitar trakea. Emfisema ditandai dengan kebengkakan dan krepitasi bila diadakan palpasi.

Terapi
1.    Perawatan terhadap luka.
2.    Antibiotika terhadap infeksi sekunder.
3.    Bila tidak ada dispnu, hewan diistirahatkan sampai emfisema berkurang karena lama kelamaan udara akan diresorpsi.
4.    Bila kebocoran udara terus terjadi dilakukan terapi operatif.
5.    Emfisema subkutan dapat dikurangi dengan aspirasi udara dan membalut tubuh dengan perban elastik.


BAB V
SALURAN NAPAS BAWAH DAN PARU

 

Fungsi saluran napas bawah dan paru

Beberapa fungsi saluran napas bawah (SNB) dan paru yang terpenting adalah :
1.    Transportasi udara ke alveoli di mana terjadi pertukaran gas CO2 dan O2 antara darah dan udara. Ini merupakan fungsi yang paling utama dari saluran napas bawah dan paru.
2.    Mengeluarkan benda asing dan sekret dari saluran napas bawah dan paru melalui mekanisme mucociliary clearance dan batuk.
3.    Mempertahankan honeostasis asam-basa. Pada keadaan asidosis metabolik di mana pH dan kadar bikarbonat menurun, terjadi peningkatan ventilasi alveolar sehingga tekanan parsial CO2 menurun dan pH meningkat kembali ke normal. Sebaliknya pada alkalosis metabolik di mana pH dan bikarbonat meningkat, maka ventilasi alveolar menurun, sehingga terjadi retensi CO2 dan pH turun kembali ke normal.
Karena ventilasi berpengaruh pada pH darah, maka pada penyakit-penyakit yang menyebabkan hipoventilasi alveolar terjadi retensi CO2 sehingga pH turun (terjadi asidosis respiratorik); sedangkan pada hiperventilasi kadar CO2  menurun dan pH meningkat (terjadi alkalosis respiratorik).

Anamnesis dan gejala-gejala klinik

            Hewan dengan penyakit pada saluran napas bawah dan paru dapat menunjukkan tanda klinik sbb.:
1.    Batuk, merupakan tanda klinik yang paling sering ditemukan pada anjing dengan penyakit pada SNB atau paru. Pada kucing gejala batuk jarang terjadi, kecuali pada asma / alergi dan penyakit parasiter. Batuk pada umumnya produktif dan disertai gagging dan retching.
2.    Hemoptisis (batuk darah).
3.    Dispnu, takipnu, sianosis dan exercise intolerance.
4.    Discharge nasal. Meskipun discharge nasal lebih sering merupakan tanda dari penyakit saluran napas atas, pada penyakit SNB eksudat bisa juga keluar dari SNB melalui trakea ke rongga hidung.
5.    Tanda-tanda sistemik (anoreksia, febris, penurunan berat badan, depresi dsb).

Pemeriksaan fisik
            Pemeriksaan klinik dilakukan secara fisik maupun dengan teknik diagnostik khusus pada SNB dan paru. Pemeriksaan fisik dijalankan sama seperti pada pemeriksaan trakea. Pada pemeriksaan fisik SNB dan paru, auskultasi toraks memegang peranan yang sangat penting dan harus dilakukan pada sistem respirasi maupun jantung.
           
Pada waktu mengadakan auskultasi toraks pada SNB dan paru, yang perlu diperhatikan adalah :
1.    Suara paru normal, yaitu suara vesikular dan bronkial, pada waktu inspirasi maupun ekspirasi.
Peningkatan suara vesikular dan bronkial terdapat pada :
-       panting
-       penyakit paru obstruktif : bronkitis, asma
-       konsolidasi : pada pneumonia
Penurunan suara vesikular dan bronkial terdapat pada :
-       konsolidasi yang berat
-       atelektasis
-       neoplasia
-       hernia diafragmatika
-       efusi pleural
-       pneumotoraks
-       emfisema pulmonum.
2.    Suara tambahan : crackling dan wheezing.
Crackling adalah suara pendek dan eksplosif yang terdengar secara tidak kontinu akibat meletusnya gelembung udara di dalam sekret atau terbukanya jalan napas secara mendadak pada waktu inspirasi. Suara ini dapat didengar pada :
-       edema pulmonum
-       pneumonia
-       penyakit interstisial : PIE (pulmonary infiltrates with eosino-philia), neoplasia
-       bronkitis.
Wheezing adalah suara bersiul yang terdengar kontinu, yang dihasilkan oleh lewatnya udara melalui jalan napas yang menyempit. Wheezing inspiratorik disebabkan oleh obstruksi SNA, sedangkan wheezing ekspiratorik disebabkan oleh obstruksi SNB, misalnya :
-       kolaps trakea
-       bronkitis kronik
-       feline asthma
-       penumonia
-       neoplasia
-       korpora aliena
-       hilar lymphadenopathy.
Pemeriksaan diagnostik khusus
            Pemeriksaan diagnostik khusus pada SNB dan paru meliputi :
1.    Pemeriksaan patologi klinik : Hitung darah lengkap, pemeriksaan kimia klinik, pemeriksaan serologik, pemeriksaan feses dsb.
2.    Pemeriksaan fungsi paru dan gas darah
3.    Pemeriksaan radiografik
4.    Pemeriksaan ultrasonografik
5.    Pemeriksaan bilasan trakea, kultur, biopsi dan sitologi
6.    Trakeoskopi dan bronkoskopi.

PENYAKIT-PENYAKIT SALURAN NAPAS BAWAH

1.   PENYAKIT BRONKIAL KUCING

Insidensi
            Penyakit bronkial dapat terjadi pada semua umur, tetapi yang terbanyak pada umur 2 – 8 tahun. Meskipun dapat dijumpai pada semua ras kucing, yang lebih banyak terkena adalah jenis Siam dan Himalayan.

Klasifikasi dan etiologi
            Penyakit bronkial pada kucing meliputi bermacam-macam kelainan pada SNB sbb.:
a.    Asma bronkial : ditandai dengan obstruksi pada SNB yang bersifat reversibel, akibat spasmus bronkial. Tanda klinik timbul akibat hipertrofi otot polos, peningkatan mukus dan keradangan eosinofilik. Reaksi ini diduga merupakan respon hipersensitivitas tipe I karena inhalasi alergen atau infestasi parasit.
b.    Bronkitis akut : keradangan bronki akut yang didominasi oleh makrofag dan netrofil.
c.    Bronkitis kronik : terdapat kerusakan ireversibel (adanya fibrosis) akibat keradangan kronik. Obstruksi bronki menyebabkan gangguan ekspirasi. Pada keadaan lanjut mengakibatkan terperangkapnya udara dalam SNB dan paru, serta emfisema.

Tanda-tanda klinik
1.    Tanda klinik secara umum adalah dispnu, waktu ekspirasi lebih lama, batuk paroksismal yang disertai gagging dan retching, serta wheezing.
2.    Pada dispnu berat kucing bernapas dengan mulut terbuka, disertai dengan sianosis dan kontraksi otot-otot abdominal pada akhir ekspirasi. Terdengar wheezing dan crackling, atau sebaliknya suara respirasi tidak terdengar karena "air trapping".
3.    Pada asma bronkial : dispnu terjadi episodik, berupa serangan-serangan ringan sampai berat, sedangkan hewan asimtomatik bila tidak ada serangan.
4.    Pada bronkitis akut : batuk timbul tiba-tiba dan hewan sembuh setelah 1 – 2 minggu.
5.    Pada bronkitis kronik : terdapat batuk kronik disertai dispnu.

Diagnosis
            Diagnosis ditentukan dengan :
1.    Pemeriksaan radiografik toraks.
2.    Bronkoskopi.
3.    Adanya eosinofilia relatif dan absolut pada asma bronkial.
4.    Pemeriksaan feses terhadap adanya infestasi cacing.
5.    Pemeriksaan sitologik dan kultur terhadap bilasan trakea / bronki.
Terapi
1.    Kucing dengan dispnu berat memerlukan emergency treatment berupa :
a.    terapi oksigen
b.    short acting corticosteroid :         
-       prednisolon sodium suksinat 50 – 100 mg i.v. / i.m.
-       deksametason 1 – 2 mg / kg   i.v. / i.m. / s.k.
c.    bronkodilator : terbutalin 0,01 mg / kg s.k. + 0,625 mg 2 dd p.o.
d.    usahakan stress seminimal mungkin.
2.    Bila keadaan stabil atau untuk maintenance :
a.   Kausal :     -     mencari dan menghilangkan alergen kausal
-       antibiotika bila ada infeksi bakterial
-       antelmintika pada infestasi cacing dsb.
b.   Simtomatik :         
            b.1.   bronkodilator :    -    aminofilin 5 mg / kg 2 – 3 dd
-       teofilin 25 mg / kg 1 dd
-       terbutalin
b.2.   kortikosteroid : prednison / prednisolon 0,5 – 1 mg / kg 2 dd p.o. dan
         selanjutnya dilakukan tapering.

Prognosis : tergantung keadaan.
1.    Pada asma bronkial respon terhadap terapi baik, tetapi hewan sering kambuh bila alergen kausal tidak dihilangkan.
2.    Bronkitis akut prognosisnya pada umumnya baik bila tidak ada komplikasi dengan pneumonia.
3.    Pada bronkitis kronik hewan sulit untuk sembuh total dan seringkali diperlukan terapi jangka panjang.


2.   TRAKEOBRONKITIS INFEKSIUS PADA ANJING  (Kennel cough)

            Penyakit ini terutama menyerang anjing anakan, anjing muda dan anjing yang dipelihara dalam kelompok (kennel), dan disebabkan oleh beberapa macam virus dan bakteri, baik secara tunggal atau kombinasi.

Kausa
            Penyebab yang paling sering adalah Canine Adenovirus (CAV) 2, Canine Parainfluenza-virus, dan Bordetella bronchiseptica; tetapi dapat juga disebabkan oleh CAV 1, virus reo, virus herpes dan mikoplasma. Penularan terjadi per inhalasi dan kontak langsung / tidak langsung.

Tanda-tanda klinik
            Terdapat tanda-tanda akut dari penyakit bronkial, yaitu :
-       batuk resonan produktif / nonproduktif terutama setelah exercise atau bila trakea dipalpasi
-       gagging dan retching
-       bisa terdapat discharge nasal.
Pada umumnya tidak terdapat gejala depresi, kecuali bila infeksi bakterial sekunder menyebabkan bronkopneumonia.

Diagnosis
            Diagnosis ditentukan dari anamnesis (kontak dengan anjing sakit atau kelompok anjing dalam 2 minggu terakhir) dan dari pemeriksaan klinik.

Terapi
            Penyakit pada umumnya sembuh sendiri dalam waktu 7 – 10 hari. Tetapi bila diperlukan dapat diberikan :
1.    Antibiotika terhadap infeksi sekunder : kloramfenikol, tetrasiklin, kuinolon, dsb.
2.    Antitusif pada batuk nonproduktif : dekstrometorfan, hidrokodon, butarfanol.

Prognosis :  pada umumnya baik.

Prevensi :  dengan vaksinasi.

3.   BRONKITIS KRONIK PADA ANJING

            Bronkitis kronik pada anjing adalah keradangan pada SNB yang dinatndai dengan batuk kronik selama paling sedkit 2 bulan tanpa disertai proses penyakit lain (neoplasia, CHF, dsb). Penyakit ini paling sering ditemukan pada anjing jenis kecil, setengah tua sampai tua.

Patofisiologi
            Etiologi spesifik dari bronkitis kronik sulit ditentukan, namun diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti polusi lingkungan, inhalasi asap / gas yang merangsang atau alergen.
            Iritasi persisten pada trakea dan bronki menyebabkan batuk kronik dan perubahan pada epitel dan dinding trakeobronkial, berupa keradangan, hipertrofi epitel dan sel goblet, serta meningkatnya produksi mukus. Ini mengakibatkan penyempitan saluran napas dan kolaps jalan napas pada keadaan yang berat.
            Bila bronkitis kronik terus berlanjut (progresif) dapat terjadi emfisema, bronkiektasis atau atelektasis.

Tanda-tanda klinik
            Penyakit ini ditandai dengan batuk kronik produktif / nonproduktif, yang sering diakhiri dengan gagging dan retching. Batuk sering dipicu oleh exercise / eksitasi. Pada stadium lanjut terdapat exercise intolerance dan dispnu.
Pada pemeriksaan fisik :
1.    Keadaan umum baik, tetapi pada umumnya hewan kelebihan berat badan atau bahkan obes.
2.    Pada palpasi trakea hewan batuk.
3.    Pada auskultasi terdengar suara respirasi normal, serta crackling dan wheezing ekspiratorik.
4.    Pada keadaan berat fase ekspirasi lebih panjang, dan otot-otot abdomen ikut bekerja.

Diagnosis
            Diagnosis ditentukan dari anamnesis dan tanda-tanda klinik, serta dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiografik (terhadap adanya penebalan dinding bronki) serta bronkoskopi.

Terapi
1.    Mencari dan menghilangkan kausa primer.
2.    Antibiotika bila ada infeksi.
3.    Kortikosteroid jangka pendek : prednison 0,5 - 1 mg / kg 2 dd.
4.    Bronkodilator :       -    teofilin 9 mg / kg BB 3 - 4 dd atau 20 mg / kg BB 2 dd.
-       albuterol (salbutamol) 0,02 - 0,05 mg / kg BB 2 - 3 dd.
-       terbutalin 1,25 - 5 mg 2 - 3 dd
5.    Pada batuk yang sangat melelahkan dapat diberikan asepromazin / fenobarbital.
6.    Antitusif hanya boleh diberikan pada batuk nonproduktif yang persisten.
7.    Sistem hidrasi tubuh harus dipertahankan supaya mukus mudah dikeluarkan (karena itu diuretika dan sulfas atropin merupakan kontraindikasi). Selain itu dilakukan nebulisasi / terapi uap air panas 3 x sehari, diikuti dengan menepuk-nepuk dinding toraks (untuk melepaskan lendir yang melekat) atau aktivitas fisik ringan.
8.    Anjing yang obes harus diatur diet dan aktivitas fisiknya supaya berat badannya turun.
Prognosis
            Penyakit ini bersifat progresif, karena itu kesembuhan total sulit untuk diharapkan terutama bila sudah ada kolaps jalan napas. Namun pada umumnya bila diberikan pengobatan yang tepat maka gejala-gejala klinik akan berkurang atau hilang untuk beberapa waktu.



Catatan
            Bronkiektasis : lihat di bawah ini.
            Emfisema adalah pembesaran ruang udara perifer (bronkioli dan alveoli) dengan kerusakan pada dinding bronkioli dan alveoli.
            Atelektasis adalah kolpas paru atau ekspansi paru yang tidak sempurna karena hilangnya udara dari alveoli, yang terjadi akibat obstruksi total dari saluran napas dan absorpsi gas di dalam alveoli ke dalam darah.

4.   BRONKIEKTASIS

            Bronkiektasis adalah dilatasi berbentuk kantong atau silinder pada saluran bronki yang pada umumnya bersifat menetap (ireversibel). Dilatasi terjadi karena ada kerusakan pada jaringan elastik dan otot polos bronki serta fibrosis sebagai akibat dari keradangan kronik. Pelebaran ini menyebabkan gangguan pengeluaran mukus, yang akan terkumpul di sebelah distal dari pelebaran.

Etiologi
1.    Bronkiektasis dapat terjadi sebagai komplikasi dari penyakit paru kronik, misalnya bronkitis alergi, PIE (pulmonary infiltrates with eosinophilia) dsb.
2.    Bronkiektasis merupakan bagian dari Primary Ciliary Dyskinesia (PCD), suatu kelainan kongenital di mana terdapat gangguan pada struktur dan fungsi silia. Kelainan ini terutama ditemukan pada anjing jenis Springer spaniel, Shar Pei, Old English sheepdog, pointer dsb.

Tanda klinik 
Menyerupai Bronkitis kronik. Terdapat pada anjing muda dengan PCD atau anjing setengah tua sampai tua dengan penyakit paru kronik. Batuk pada umumnya produktif dan sering disertai dengan pneumonia.

Diagnosis, terapi dan prognosis : idem Bronkitis kronik.
            Kelainan pada bronkiektasis lebih berat dan menetap. Terapi dengan kortikosteroid sebaiknya dihindari kecuali pada kausa alergi.







PENYAKIT PARU


1.    PNEUMONIA BAKTERIAL

Pneumonia bakterial sering dijumpai pada anjing, tetapi jarang pada kucing.

Patofisiologi dan etiologi
            Infeksi pada paru dapat terjadi karena :
1.    Infeksi primer secara henatogen pada septikemia atau pemasangan kateter (i.v., uretra dsb).
2.    Infeksi sekunder pada keadaan-keadaan seperti : aspirasi / korpora liena, penyakit infeksius (virus, parasiter, mikotik), penyakit bronkial, neoplasia, kontusio paru dsb.
3.    Menurunnya mekanisme pertahanan paru misalnya karena : infeksi virus, penyakit endokrin, kelainan kongenital atau obat-obat imunosupresif.
Infeksi bakteri primer dapat disebabkan oleh B. bronchiseptica atau Streptococcus zoo-epidemicus, sedangkan infeksi sekunder oleh E. coli, Pasteurella, Streptococcus,  Staphylo-coccus, Pseudomonas atau Klebsiella.

Tanda klinik
1.    Pada anjing terdapat batuk yang pada umumnya produktif, exercise  intolerance, dispnu dan discharge nasal.
2.    Kucing pada umumnya tidak batuk, tetapi menunjukkan tanda-tanda nonspesifik seperti depresi, anoreksia dan penurunan berat badan.
3.    Pada auskultasi terdengar crackling pada seluruh daerah paru, tetapi yang paling berat pada bagian kranioventral.
4.    Bisa terdapat febris dan sianosis setelah exercise.

Diagnosis
            Diagnosis ditentukan dengan :
1.    pemeriksaan klinik
2.    pemeriksaan laboratorik
3.    pemeriksaan radiografi toraks
4.    pemeriksaan sitologik dan kultur  (+ uji kepekaan untuk menentukan terapi yang tepat).


Terapi
1.    Antibiotika sesuai dengan uji kepekaan. Sebelum hasil diperoleh untuk sementara dapat diberikan :
-       untuk kuman Gram + : trimetoprim / sulfonamid, kloramfenikol, sefalosporin
-       untuk kuman Gram - : trimetoprim / sulfonamid, kloramfenikol, gentamisin, enrofloksasin
-       untuk B. bronchiseptica : kloramfenikol, tetrasiklin, enrofloksasin.
2.    Terapi suportif berupa :
-       terapi oksigen
-       memperbaiki / mempertahankan hidrasi sistemik dan sistem respirasi
-       melakukan fisioterapi : dengan menepuk-nepuk dinding toraks di bagian paru tiga kali sehari untuk melepaskan lendir dan merangsang refleks batuk.
-       hewan yang rekumben harus dibalik tiap 2 jam.

Prognosis
            Bila diberikan terapi antibiotika yang tepat dan terapi suportif dilakukan dengan baik maka pada umumnya pneumonia bakterial memberi respon yang baik. Namun prognosis jangka panjang juga ditentukan oleh penyakit primer, lanjutnya penyakit dan adanya komplikasi.
2.   PNEUMONIA FUNGAL

Etiologi
            Pneumonia fungal bisa terjadi secara sekunder dan disebabkan oleh infeksi jamur sistemik, yaitu dengan Histoplasma capsulatum (pada anjing dan kucing) dan Blastomyces dermatidis atau Cocci-dioides immitis (pada anjing).

Patofisiologi
            Infeksi terjadi dengan inhalasi spora jamur, yang berubah menjadi ragi pada temperatur tubuh. Setelah inhalasi terjadi infeksi paru, meskipun tidak selalu timbul tanda klinik. Infeksi dapat terjadi pada paru saja atau dapat menyebar ke organ-organ yang lain.

Tanda klinik
1.    terdapat gejala respirasi kronik berupa batuk  dan dispnu.
2.    tanda-tadan nonspesifik seperti : febris, anoreksia, penurunan berat badan, exercise intolerance.
3.    Pada auskultasi terdengar crackling dan meningkatnya suara respirasi
4.    Bisa terdapat limfadenopati, lesi kulit bernanah (fistula), kelainan pada mata (uveitis, chorioretinitis granulomatosa), kepincangan dsb.

Diagnosis
            Kausa spesifik pada pneumonia fungal dikonfirmasi dengan  pemeriksaan sitologik dan kultur cairan bilasan trakea atau bronkoalveolar.

Terapi
1.    obat antifungal (seperti amfoterisin B, ketokonasol, flusitosin dsb.)  pada umumnya perlu diberikan untuk waktu lama.
2.    terapi suportif.

Prognosis
            Bila terdapat dispnu berat, prognosisnya dubius. 

3.   PNEUMONIA PARASITIK

Etiologi
            Parasit yang menginfestasi SNB dan paru adalah :
1.    Aelurostrongylus abtrusus pada kucing
2.    Paragonimus kellicotti pada anjing dan kucing.
3.    Capillaria aerophilla pada anjing dan kucing (juga terdapat pada rongga nasal, trakea dan bronki.
4.    Filaroides osleri.
5.    Migrasi parasit seperti Toxocara canis, Ancylostoma caninum, Strongyloides stercoralis.
Tanda klinik
            Infestasi parasit tidak selalu menimbulkan tanda klinik, namun kadang-kadang dapat menyebabkan batuk dan wheezing, dan jarang terjadi dispnu.

Diagnosis
            Telur / larva organisme kausal ditemukan pada bilasan trakea atau pemeriksaan feses.

Terapi : pemberian antelmintika seperti fenbendasol, ivermektin, albendasol, prasikuantel.

Prognosis : pada umumnya baik.

4.   PNEUMONIA VIRAL
           
            Pneumonia viral dapat disebabkan oleh virus Canine Distemper, CAV 2 dan virus Canine Parainfluenza pada anjing serta Feline calicivirus dan Feline Infectious Peritonitis pada kucing. Penyakit Canine Distemper menyebabkan gejala pada sistem respirasi, gastrointestinal, syaraf dan mata, serta biasanya terdapat komplikasi dengan infeksi bakterial.

5.    PNEUMONIA PROTOSOAL
           
Toksoplasmosis
            Toksoplasmosis disebabkan oleh protosoa T. gondii. Meskipun hanya kucing yang merupakan induk semang definitif, toksoplasmosis dapat terjadi pada kucing maupun anjing. Tanda klinik pada umumnya hanya timbul pada hewan dengan imunodefisiensi atau bila ada superinfeksi (dengan Canine Distemper, infeksi retrovirus dsb.).
            Tanda klinik dapat timbul akut atau kronik dengan tanda-tanda pada paru, hepar, kelenjar limfa, otot, Susunan Syaraf Pusat dan mata.
            Diagnosis ditentukan dengan :
1.    Menemukan takizoit pada bilasan trakea, cairan efusi pleural atau efusi peritoneal.
2.    Menemukan ookista di dalam feses (pada kucing)
3.    Pemeriksaan serologik.
Terapi : dengan pemberian klindamisin 12,5 mg / kg  2 dd  p.o. / i.m.

6.   PULMONARY INFILTRATES WITH EOSINOPHILIA  (PIE)

            PIE adalah suatu keradangan eosinofilik yang terutama mengenai jaringan interstisial anjing.
Patofisiologi
            PIE diduga merupakan reaksi hipersensitivitas. Pada anjing dengan infestasi cacing jantung (Dirofilaria immitis) terjadi reaksi imunologik terhadap mikrofilaria di dalam kapiler paru, yang menimbulkan keradangan eosinofilik. PIE juga dapat terjadi karena infestasi parasit paru, obat-obat, inhalasi alergen, infeksi bakteri dan jamur, atau neoplasia paru.
Tanda klinik : idem pneumonia.

Diagnosis
            Diagnosis ditetapkan dengan :
1.    adanya eosinofilia relatif dan absolut
2.    pemeriksaan sitologik terhadap bilasan trakea / bronki dan biopsi paru
3.    pemeriksaan feses terhadap cacing paru atau darah terhadap mikrofilaria cacing jantung dilakukan untuk mencari sumber alergen.
Terapi
1.    Mencari dan menghilangkan kausa /  alergen.
2.    Kortikosteroid : prednison 1 mg / kg 2 dd, selanjutnya dosis diturunkan.

Prognosis
            Respon terhadap kortikosteroid pada umumnya sangat baik, tetapi prognosis juga tergantung pada kausa utama, misalnya penyakit cacing jantung.

7.   NEOPLASIA  PARU

            Neoplasia paru anjing dan kucing biasanya ditemukan pada hewan tua, kecuali limfoma pada kucing yang disebabkan oleh virus feline leukemia. Neoplasia bisa primer atau sekunder / metastatik yang dapat berasal dari tiroid, mammae, tulang dsb. Neoplasia primer pada umumnya juga ganas dan bisa metastasis ke organ / bagian paru yang lain. Penyebab neoplasia pada anjing dan kucing (kecuali limfoma) tidak diketahui.
Tanda klinik
1.    terdapat tanda-tanda penyakit paru kronik seperti exercise intolerance, batuk dan dispnu.
2.    Tanda-tanda nonspesifik seperti  anoreksia, penurunan berat badan / kekurusan
3.    Pada tumor metastatik juga terdapat tanda-tanda dari tumor primer seperti kepincangan dsb.
4.    Pada auskultasi suara respirasi meningkat, terdapat crackling dan takipnu.

Diagnosis
            Diagnosis pasti dari neoplasia paru dikonfirmasi dengan :
1.    pemeriksaan radiografik paru
2.    pemeriksaan sitologik dari biopsi paru.
Terapi :           
1.  Pada neoplasia primer dapat dilakukan lobektomi dan / atau kemoterapi
            2.  Pada neoplasia metastatik : tidak dilakukan terapi.

Prognosis
            Terapi yang dilakukan hanya untuk memperpanjang umur hewan, sedangkan prognosis jangka panjang tetap in fausta.

8.   TROMBOEMBOLISME PULMONALIS

            TP adalah obstruksi dari a. pulmonalis atau cabang-cabangnya karena timbulnya trombi di dalam arteri atau karena tersangkutnya emboli yang berasal dari tempat lain. Keadaan ini pada umumnya dijumpai pada anjing, berumur setengah tua sampai tua.

Etiologi dan Patofisiologi
            Emboli pada umumnya terdiri dari fragmen-fragmen trombi (bekuan darah), tetapi dapat juga berupa bakteri, korpora aliena, udara, lemak atau parasit.
            Faktor-faktor predisposisi bagi timbulnya TP adalah :
-       penyakit cacing jantung
-       penyakit jantung seperti dilated cardiomyopathy, insufisiensi katub kronik, endokarditis bakterial
-       sindrom nefrotik
-       sepsis
-       neoplasia
-       immune mediated hemolytic anemia.
-       DIC (Disseminated Intravascular Coagulopathy).
            Mekanisme kejadian TP belum jelas, tetapi  diduga merupakan kombinasi dari beberapa faktor seperti hiperkoagulasi, stasis pembuluh darah, dan kerusakan pada endotel pembuluh darah.

Tanda klinik
1.    Terdapat gejala-gejala akut / superakut berupa dispnu hebat dan takipnu.
2.    Kadang-kadang terdapat batuk dan hemoptisis.
3.    Pada pemeriksaan fisik terdapat takikardia, reduplikasi (splitting) diastol, dan crackling.
4.    Juga terdapat tanda-tanda dari penyakit primer.



Diagnosis
1.    Dugaan TP ditentukan berdasarkan tanda-tanda klinik di mana terdapat dispnu berat tanpa kausa yang jelas.
2.    Konfirmasi dengan angiokardiografi.
Terapi
1.    terhadap kausa primer / faktor predisposisi
2.    terapi suportif : O2, cairan i.v.,  short acting corticosteroid dsb., terhadap shock.
3.    Heparin 200 U / kg s.k. 3 dd.

Prognosis
            Dubius sampai in fausta.

9.   KONTUSIO PARU
Kontusio paru ditandai dengan perdarahan paru akibat trauma (pada umumnya trauma tumpul / rudapaksa).

Tanda klinik
1.    Dispnu dan takipnu akut atau beberapa jam setelah trauma.
2.    Dengan auskultasi terdapat crackling pada beberapa bagian toraks.
3.    Bila bersamaan dengan pneumotoraks suara respirasi menurun / kurang terdengar.
4.    Bila disertai dengan hernia diafragmatika atau hemotoraks, suara jantung lemah.
5.    Kadang-kadang terdapat fraktur tulang rusuk dan luka penetrasi.

Diagnosis
1.    dari anamnesis dan tanda klinik
2.    pemeriksaan radiografik.
Terapi
1.    Terapi suportif : O2, cairan i.v. (jangan berlebihan!), kortikosteroid dsb.
2.    Bronkodilator
3.    Observasi selama 24 jam.
Prognosis
            Tergantung beratnya lesi. Bila tidak ada komplikasi pada umumnya respon terhadap terapi baik.



10.   EDEMA PULMONUM
           
Patofisiologi.
EP adalah akumulasi cairan yang berlebihan di dalam jaringan interstisial atau alveoli paru. EP bukan suatu penyakit primer, tetapi terjadi secara sekunder akibat gangguan keseimbangan transportasi cairan. Akumulasi cairan mula-mula terdapat di daerah perivaskular dan peribronkial dari jaringan interstisial paru, dan bila cairan bertambah banyak alveoli juga terisi dengan cairan.
EP menyebabkan disfungsi paru dengan cara menghalangi ventilasi bagian paru yang terkena, gangguan elastisitas paru, dan bronkokonstriksi. Ini semua menyebabkan ketidak seimbangan ventilasi-perfusi paru dengan akibat hipoksemia. Pada EP berat terjadi shunting, sehingga pemberian O2 tidak lagi dapat memperbaiki keadaan hipoksemia.

Etiologi
            Mekanisme terjadinya EP adalah sbb. :
1.    Penurunan tekanan onkotik plasma : terdapat pada keadaan hipoalbuminemia, misalnya pada protein losing enteropathy, penyakit glomerulus, atau penyakit hepar.
2.    Kongesti pembuluh darah yang berlebihan / peningkatan tekanan hidrostatik : terdapat pada penyakit jantung (HF kiri) atau pemberian cairan i.v. yang berlebihan.
3.    Obstruksi limfatik : pada umumnya akibat neoplasia.
4.    Peningkatan permeabilitas kapiler : terdapat pada pneumonia, sepsis / endotoksemia, toksemia, pankreatitis, uremia berat, tersengat aliran listrik, DIC dsb.
5.    Mekanisme yang belum jelas : tromboembolisme pulmonalis, obstruksi SNA yang berat, edema neurogenik akibat seizures atau trauma kepala, penyakit hepar dsb.
Tanda klinik
            Tanda-tanda klinik timbul akut atau subakut.
1.    Tergantung beratnya edema bisa terdapat takipnu saja sampai takipnu dengan dispnu berat disertai dengan sedikit busa bercampur darah dari mulut dan hidung.
2.    Batuk.
3.    Crackling dan wheezing pada auskultasi, terutama di daerah sentral atau kaudodorsal.
4.    Tanda-tanda penyakit primer, misalnya kelainan jantung dsb.
Diagnosis
            Diagnosis ditentukan dari :
1.    Anamnesis dan pemeriksaan fisik.
2.    Pemeriksaan radiografik.
3.    Teknik-teknik diagnostik untuk menentukan penyakit primer.
Perlu diingat bahwa EP akut merupakan suatu keadaan yang gawat yang memerlukan penanganan dengan segera. Segala bentuk pemeriksaan yang dapat ditunda, dilakukan setelah keadaan hewan stabil dan dengan sesedikit mungkin menyebabkan stress pada hewan.
Terapi
1.    Pemberian O2.
2.    Hewan dikandangkan dan aktivitas dibatasi sampai edema hilang.
3.    Sedasi untuk mengurangi pemakaian O2 dan ansietas hewan, yaitu dengan memberikan :
-       morfin sulfat (merupakan kontra indikasi pada kucing) : 0,1 mg / kg i.v. dan diulang sampai efek sedasi tercapai
-       asepromazin 0,05 mg / kg  secara i.v. / s.k.
4.    Bronkodilator (lihat bronkitis anjing / kucing).
5.    Diuretika : furosemid 1 – 2 mg / kg secara i.v. / s.k.  Diuretika merupakan kontraindikasi pada hewan dengan hipovolemia.
6.    Cairan i.v. diberikan pada keadaan hipovolemia dengan hati-hati.
7.    Terapi terhadap kausa / penyakit primer.
8.    Pemberian kortikosteroid masih kontroversial dan diragukan manfaatnya. Namun pada umumnya kortikosteroid diberikan pada keadaan shock.
Prognosis
            Tergantung dari penyakit primer dan beratnya edema, prognosis dari EP bervariasi dari fausta sampai in fausta.

11.    PNEUMONIA ASPIRASI

PA terjadi bila ada aspirasi korpora aliena yang kemudian masuk bersama inspirasi ke dalam paru. PA lebih sering dialami oleh anjing dari pada kucing.
Etiologi
            Aspirasi lebih mudah / dapat terjadi karena :
1.    Gangguan mekanisme protektif :
-       kelainan anatomis : megaesofagus, cleft palate, fistula bronkoesofageal dsb.
-       gangguan kesadaran : sedasi / anestesi, penyakit syaraf, debilitasi berat dsb.
2.    Iatrogenik :
-       pemberian makanan atau obat melalui sonde lambung yang salah masuk ke trakea
-       pemberian minyak mineral (parafin cair) per oral. Minyak yang tidak ada rasanya ini tidak menstimulasi refleks batuk yang seharusnya terjadi, sehingga mudah menyebabkan aspirasi.
Patofisiologi
            Aspirasi korpora aliena menyebabkan tanda-tanda pada sistem respirasi melalui beberapa mekanisme :
1.    Obstruksi fisik pada saluran napas.
2.    Reaksi keradangan akibat respon terhadap aspirat (asam lambung, partikel makanan, minyak mineral dsb).
3.    Infeksi bakterial sekunder.
4.    Kerusakan (kimiawi) pada epitel saluran napas.
5.    Penurunan elastisitas paru.
6.    Bronkokonstriksi.
Pada umumnya terjadi keradangan dan edema yang berat, perdarahan serta  nekrosis.
Tanda klinik
            Tanda klinik pada umumnya terjadi secara akut, tetapi dapat juga kronik misalnya pada megaesofagus. Tanda kliniknya berupa :
1.    regurgitasi
2.    batuk
3.    exercise intolerance
4.    dispnu
5.    discharge nasal
6.    sianosis
7.    pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan febris, serta crackling dan wheezing pada auskultasi terutama di daerah kranioventral paru.
Diagnosis
            Diagnosis ditentukan dari :
1.    Anamnesis dan tanda-tanda klinik
2.    Pemeriksaan radiografik
3.    Analisis bilasan trakeal terhadap adanya keradangan akut atu kronik
4.    Kultur bakteri (+ uji kepekaan).
Terapi
1.    Terapi suportif seperti pemberian O2 dan cairan i.v.
2.    Bronkodilator.
3.    Terapi kausal : dengan mengisap korpora aliena yang kecil, atau dengan bronkoskopi dan mengambil korpora aliena bila ukurannya lebih besar.
4.    Pemberian antibiotika terutama bila ada infeksi bakterial.
5.    Pemberian kortikosteroid juga masih kontroversial. Meskipun kortikosteroid dapat mengurangi keradangan, tetapi terjadi hambatan pada respon protektif paru. Pada keadaan akut di mana kondisi hewan makin buruk, dapat diberikan kortikosteroid short acting selama 24 – 48 jam.
Prognosis
            Prognosis bervariasi dari baik sampai jelek, tergantung pada jumlah dan jenis aspirat, serta penyakit primer dan kausa aspirasi.

12.    INHALASI ASAP

Inhalasi asap yang merangsang dapat menyebabkan kerusakan paru. Keadaan ini dapat terjadi bila hewan terpapar dengan polutan di dalam ruangan yang ventilasinya kurang baik. Asap dapat berasal dari mesin, mobil, rumah yang terbakar dsb.
Patofisiologi
            Patofisiologi tergantung pada jenis asap yang diinhalasi.
1.    Inhalasi CO menyebabkan terbentuknya karboksihemoglobin sebagai ganti oksihemoglobin, yang menyebabkan hipoksia jaringan.
2.    Inhalasi CO2 menyebabkan asidosis respiratorik yang berat.
3.    Kerusakan termal terjadi karena inhalasi asap panas.
4.    Partikel-partikel dan zat-zat kimia yang toksik di dalam asap menyebabkan kerusakan pada sel-sel epitel paru.
Tanda klinik dan pemeriksaan fisik
1.    Terdapat tanda-tanda kebakaran pada muka dan bagian tubuh yang lain.
2.    Mukosa bervariasi dari cherry red (akibat karboksihemoglobin), pucat sampai sianotik.
3.    Takipnu dan batuk.
4.    Stridor akibat edema laring dan wheezing akibat edema saluran napas.
5.    Crackling
6.    Gejala syaraf pada edema otak.
Terapi  :  Idem pneumonia aspirasi.
Keadaan paten jalan napas perlu diperhatikan, dan kalau perlu dilakukan trakeotomi.
Prognosis
            Bila keadaan stabil dalam waktu 24 – 48 jam, pada umumnya prognosis nya baik. Sebaliknya prognosis dubius sampai in fausta bila gejala-gejala respirasi dan syaraf bertambah berat dan terdapat luka bakar yang meluas.
BAB VI
PLEURA DAN RONGGA PLEURA


            Pleura terdiri dari pleura parietal (yang melapisi mediastinum, dinding toraks bagian dalam dan diafragma) dan pleura viseral (yang melapisi paru). Di antara pleura parietal dan pleura viseral terdapat ruangan yang disebut rongga pleura. Rongga pleura berisi sedikit cairan yang melumasi permukaan pleura pada waktu gerakan inspirasi dan ekspirasi.
            Rongga pleura terdiri dari dua bagian, kiri dan kanan, yang dipisahkan oleh mediastinum. Pada anjing dan kucing rongga pleura kiri dan kanan tidak terpisah secara sempurna, sehingga adanya akumulasi cairan atau udara terjadi secara bilateral.
            Penyakit-penyakit pada pleura dan rongga pleura pada umumnya menunjukkan gejala-gejala klinik yang tidak jelas dan nonspesifik, seperti febris, anoreksia dan batuk. Gejala-gejala baru terlihat lebih jelas bila terjadi akumulasi cairan di dalam rongga pleura, yang disebut efusi pleural. Efusi pleural dalam jumlah yang cukup banyak menyebabkan gejala dispnu karena gangguan pada ekspansi paru dan pertukaran O2.
Diagnosis:
1.    Anamnesis.
2.    Pemeriksaan fisik : terutama auskultasi dan perkusi.
Adanya efusi pleural menyebabkan suara jantung dan respirasi teredam di bagian ventral toraks. Bila hewan berdiri dapat dideteksi garis horisontal yang merupakan batas cairan pleura, sedangkan di atas garis ini suara respirasi normal. Garis ini juga dapat dideteksi dengan perkusi, di mana bagian ventral suaranya redup sedangkan bagian dorsal suaranya resonan.
Pada pneumotoraks suara respirasi berkurang di seluruh daerah paru, sedang-kan pada perkusi suaranya lebih resonan.
3.    Pemeriksaan radiografik dan ultrasonografik, harus dilakukan dengan hati-hati pada hewan dengan dispnu.
4.    Torasentesis, dilakukan untuk diagnosis dan terapi efusi pleural dan pneumo-toraks.
5.    Analisis cairan pleura + pemeriksaan sitologik dan kultur.
6.    Pemeriksaan darah rutin : darah lengkap, urinalisis, kimia darah, serologik dsb.
7.    Biopsi dan torakoskopi.

PENYAKIT PLEURA DAN RONGGA PLEURA

1.    EFUSI PLEURAL

EP adalah akumulasi cairan berlebihan di dalam rongga pleura, yang padaumumnya terjadi secara sekunder. Cairan ini mempunyai karakteristik yang berbeda-beda tergantung kausanya, yaitu :
1.    Transudat : cairan yang tak berwarna sampai kuning pucat, jernih, dengan sedikit sel dan protein (< 1000 / ul dan < 1,5 g%). Bila rongga pleura berisi transudat disebut hidrotoraks.
2.     Modified transudate : berwarna kuning sampai kemerahan, jernih sampai agak keruh, dengan jumlah sel dan kadar protein yang lebih tinggi.
3.    Eksudat : cairan kental, keruh, berwarna kuning dengan jumlah sel dan kadar protein yang tinggi (> 5000 / ul dan > 2,5 g %). Rongga pleura yang berisi eksudat disebut piotoraks atau empiema toraks.
4.    Chyl (cairan limfa). Rongga pleura yang berisi cairan chyl disebut chylo-toraks.
5.    Darah. Rongga pleura yang berisi darah disebut hemotoraks.

Etiologi dan patofisiologi

            EP terjadi melalui beberapa mekanisme yang menyebabkan produksi cairan melebihi absorpsinya, yaitu :
1.    Peningkatan tekanan hidrostatik, terjadi pada :
-       CHF
-       pemberian cairan i.v.  berlebihan
-       neoplasia
2.    Penurunan tekanan onkotik : pada hipoalbuminemia karena penyakit hepar, ginjal atau gastrointestinal.
3.    Peningkatan permeabilitas pembuluh darah atau pembuluh limfa :
-       infeksi bakteri, virus atau jamur
-       neoplasia
-       limfangiektasia
-       CHF
-       penyakit cacing jantung
-       hernia diafragmatika dsb.
EP berupa transudat disebabkan oleh :
-       hipoalbuminemia
-       pemberian cairan i.v. berlebihan.
EP berupa modified transudate disebabkan oleh :
-       CHF
-       hernia diafragmatika
-       neoplasia.
EP berupa eksudat piogranulomatosa (eksudat nonseptik) dapat terjadi pada kucing dengan infeksi FIP (Feline Infectious Peritonitis) coronavirus.

Tanda-tanda klinik

            Bila terjadi secara kronik hewan bisa adaptasi terhadap adanya cairan sehingga tanda-tanda klinik baru terlihat bila akumulasi cairan sudah cukup banyak. Sebaliknya akumulasi cairan yang terjadi secara akut lebih cepat menimbulkan tanda klinik meskipun cairan efusi belum begitu banyak. Tanda-tanda yang terlihat adalah :
1.    exercise intolerance
2.    dispnu, takipnu dan ortopnu
3.    bernapas dengan mulut terbuka
4.    sianosis
5.    tanda-tanda nonspesifik seperti anoreksia, letargi.
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai :
1.    mukosa pucat sampai sianotik
2.    respirasi dangkal dan cepat
3.    suara jantung dan paru di bagian ventral tidak jelas (teredam)
4.    pada perkusi : redup di daerah ventral dengan garis batas horisontal bila hewan berdiri
5.    barrel chest (toraks berbentuk seperti tong), pada umumnya bilateral
6.    nyeri pleuritik pada palpasi yang kuat di daerah interkostal.

Prognosis dan terapi : tergantung kausa.

2.    PIOTORAKS (EMPIEMA TORAKS)

Pada piotoraks efusi pleural berupa eksudat dengan kadar protein dan jumlah sel (terutama netrofil) yang tinggi, berwarna kuning / kemerahan / kecoklatan, berisi fibrin dan bakteri, dan biasanya berbau busuk.

Etiologi dan patofisiologi

            Piotoraks pada umumnya disebabkan oleh bakteri anerob yaitu : Bacteroides (pada anjing dan kucing), Fusobacterium (pada kucing),  Actinomyces dan Nocardia (pada anjing). Kuman aerob yang paling sering diisolasi adalah Pasteurella.
            Bakteri dapat masuk ke rongga pleura melalui luka penetrasi dari luar atau berasal dari organ dalam misalnya karena ruptura abses paru, perforasi esofagus oleh korpora aliena dsb.

Tanda klinik : lihat efusi pleural. Pada umumnya disertai febris, anoreksia dan depresi.

Terapi

Piotoraks merupakan suatu medical emergency yang membutuhkan penanganan dengan segera, yaitu dengan :
1.    Evakuasi eksudat dengan drainase dengan tube thoracostomy.
2.    Irigasi rongga pleura dengan R.L.S. atau Na Cl fisiologik 2 x sehari.
3.    Terapi suportif : cairan i.v. dan nutrisi untuk mengatasi anoreksia.
4.    Antibiotika sistemik parenteral berdasarkan hasil kultur atau terhadap kuman aerob + anerob :
Ampisilin 11 - 22 mg / kg 3 - 4 dd atau cephazolin 20 - 25 mg / kg 3 - 4 dd, dikombinasi dengan gentamisin 2 - 4 mg / kg 3 dd atau enrofloksasin 2,5 mg / kg 2dd.
Antibiotika par enteral  diberikan selama paling sedikit  6 minggu (kecuali golongan aminoglikosida yang hanya diberikan selama 5 - 7 hari). Bila keadaan hewan sudah membaik dapat dilanjutkan dengan pemberian per oral. Terhadap Nocardia dan Actinomyces perlu diberikan terapi selama 6 - 12 bulan.
5.    Operatif untuk menghilangkan kantong-kantong berisi eksudat atau korpora aliena.

Prognosis
            Pada kucing bila terapi dapat dilakukan dengan baik, prognosisnya pada umumnya baik. Pada anjing prognosisnya dubius.

3.   HEMOTORAKS

            Hemotoraks adalah akumulasi darah di dalam rongga pleura.
Etiologi
1.    Ruptura pembuluh darah besar di dalam rongga toraks karena trauma atau neoplasia.
2.    Gangguan pembekuan darah, misalnya karena intoksikasi warfarin.
3.    Emboli / infark a. pulmonalis
4.    Torsio lobus paru.

Tanda-tanda klinik

            Bila terjadi secara akut, di samping tanda-tanda efusi pleural terdapat tanda-tanda shock, yaitu : mukosa pucat, hewan lemah, takikardia dan pulsus lemah.

Terapi

1.    Ditujukan terhadap shock : O2, cairan i.v., transfusi darah dsb.
2.    Aspirasi darah hanya dilakukan pada keadaan  dispnu berat. Darah di dalam rongga pleura dapat membantu menghentikan perdarahan yang lebih lanjut dan setelah itu diresorpsi kembali dari rongga pleura.
3.    Kalau perdarahan tidak bisa berhenti, dilakukan torakotomi eksploratif untuk mencari dan menjahit atau ligasi pembuluh darah yang ruptur.
4.    Terapi terhadap kausa  primer seperti gangguan pembekuan darah dsb.

4.   CHYLOTORAKS

Chylotoraks adalah akumulasi cairan chyl (cairan limfa intestinal) di dalam rongga pleura. Anjing Afghan Hound dan kucing Siam mempunyai predisposisi terhadapa timbulnya chylotoraks.

Etiologi dan patofisiologi
            Chylotoraks disebabkan oleh trauma dan ruptura duktus toraksikus, atau obstruksi duktus toraksikus karrena neoplasma, dirofilariasis, trombosis v. cava, hipertiroidisme dsb.
Cairan chyl yang kaya lemak dan limfosit berasal dari jaringan limfoid di usus. Cairan ini seharusnya disalurkan ke sirkulasi sistemik melalui duktus toraksikus. Karena sekarang cairan chyl terkumpul di rongga pleura maka terjadi penurunan berat badan dan jumlah limfosit perifer.
            Chyl sangat mengiritasi lapisan pleura sehingga menyebabkan reaksi keradangan dan fibrosis.

Tanda klinik

Pada umumnya timbul gradual. Gejala batuk lebih sering terjadi dibandingkan dengan efusi pleural yang lain. Di sam,ping itu terjadi kekurusan, hewan mudah lelah dan polidipsia.

Diagnosis
            Chyl adalah cairan keruh, berwarna putih seperti susu, mengandung trigliserid yang tinggi, dan dengan pewarnaan Sudan III terlihat adanya chylomikron.
            Teknik-teknik diagnostik untuk menentukan kausa spesifik adalah :
1.    Pemeriksaan radiografik dan ultrasonografik.
2.    Limfangiografi.
3.    Pemeriksaan terhadap cacing jantung, kadar tiroksin dsb.
Terapi
1.    Kausal
2.    Aspirasi berkala dari cairan chyl (karena sifatnya yang mengiritasi pleura).
3.    Terapi operatif kalau diperlukan.
4.    Benzopyrone 50 mg / kg 3 dd p.o., untuk meningkatkan proteolisis oleh makrofag. Bila kadar protein rendah absorpsi cairan lebih baik, serta keradangan dan fibrosis jaringan sekitarnya juga berkurang.
5.    Pleurodesis (melekatkan pleura parietal dan viseral) dengan senyawa tetrasiklin atau bahan sklerotik yang lain.
6.    Diet rendah lemak dengan suplemen  minyak trigliserida rantai sedang.

Prognosis
            Tergantung kausa. Pada kausa idiopatik prognosis dubius. Bila terjadi fibrosis prognosis-nya jelek.

5.   PNEUMOTORAKS

            Pneumotoraks adalah akumulasi udara atau gas di dalam rongga pleura. Akumulasi gas ini pada umumnya bilateral.

Etiologi

            Masuknya udara atau gas ke dalam rongga pleura dapat terjadi secara :
1.    Traumatik :
-       dari luar : luka dengan penetrasi dinding toraks
-       dari dalam : penetrasi (dari trakea, diafragma, mediastinum), iatrogenik dsb.
2.    Nontraumatik :
-       primer (idiopatik) : terutama pada anjing yang mempunyai rongga toraks yang lebar, misalnya Rottweiler.
-       sekunder : karena penyakit paru seperti pneumonia, parasit, neoplasia, serta ruptura kavitasi, abses, atau bulla paru, dsb.

Patofisiologi
            Tekanan di dalam rongga pleura negatif atau lebih rendah dari pada tekanan udara di luar, dan paru menempel pada dinding toraks karena daya kohesif dari cairan di dalam rongga pleura. Bila terjadi penetrasi maka udara dengan mudah terisap ke dalam rongga pleura dan daya kohesif ini hilang. Karena sifat yang elastis maka paru kolaps dan tidak lagi menempel pada dinding toraks pada waktu dinding toraks mengembang.
            Gangguan respirasi terjadi antara lain karena penurunan tidal volume, perubahan rasio ventilasi-perfusi dan shunting intrapulmonal. Takipnu dan hiperventilasi sebagai mekanisme kompensasi awal menurunkan kadar CO2 dan meningkatkan pH darah. Tetapi bila tekanan intrapleural meningkat terjadi kolaps alveoli dan hipoksia dan vasokonstriksi. Pada akhirnya dapat terjadi kegagalan mekanisme kompensasi dengan menurunnya O2 dan meningkatnya CO2 arterial, asidosis berat dan kematian.

Tanda klinik

            Tanda-tanda bisa akut atau progresif lambat tergantung kecepatan akumulasi udara di dalam rongga pleura, yaitu :
1.    dispnu dan takipnu
2.    sianosis, mukosa pucat dan bernapas dengan mulut terbuka
3.    Kadang-kadang jaringan parenkim paru yang menutupi lesi menyebabkan udara bisa masuk pada waktu inspirasi tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Keadaan ini disebut tension pneumothorax dan menyebabkan barrel chest.
4.    Pada auskultasi suara respirasi lemah atau tidak terdengar dan suara jantung teredam.
5.    Pada perkusi toraks suaranya lebih resonan.
6.    Tanda-tanda trauma atau penyakit primer.

Diagnosis

            Diagnosis ditentukan dari anamnesis dan tanda-tanda klinik serta dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiografik toraks serta torasentesis.

Terapi
1.    Luka luar ditutup sementara, dan baru dijahit setelah kondisi hewan stabil.
2.    Bila hewan dispnu dilakukan aspirasi udara
3.    Pada keadaan yang berat dilakukan chest tube thoracotomy
4.    Torakotomi eksploratif bila kondisi residif untuk mencari kebocoran.
5.    Terapi suportif : cairan i.v., O2 dsb.
6.    Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
7.    Terapi terhadap kausa primer.

Prognosis : tergantung kausa. Pada trauma bila cepat ditangani prognosisnya baik. Bila terjadi secara sekunder, prognosisnya tergantung pada penyakit primer.


6.    HERNIA DIAFRAGMATIKA

Etiologi

1.    Trauma tumpul (rudapaksa) merupakan penyebab HD yang paling sering.
2.    HD kongenital bisa terjadi secara sporadis.

Tanda klinik

1.    Pada keadaan akut terdapat dispnu yang berat disertai ortopnu.
2.    Tanda-tanda lain tergantung jenis organ dan derajat displasia :
-       pada hernia lambung dan usus : regurgitasi, vomit, tanda-tanda obstruksi usus
-       pada hernia hepar : vomit, ikterus, efusi pleural.
3.    Pada perkusi terdengar suara redup uni / bilateral di daerah ventral toraks.
4.    Pada palpasi abdomen terasa kosong tergantung jenis dan volume organ yang mengalami displasia.

Diagnosis
            Diagnosis ditentukan dari anamnesis dan tanda-tanda klinik, dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiografik atau ultrasonografik.

Terapi : operatif.

Prognosis
            Tergantung beratnya trauma dan pengaruh pada organ-organ lain. Bila tidak ada komplikasi, prognosisnya baik setelah koreksi hernia secara operatif.

BAB VII
MEDIASTINUM

Mediastinum memisahkan rongga pleura menjadi bagian kiri dan kanan. Pada anjing dan kucing pemisahan ini tidak sempurna sehingga jarang sekali terjadi efusi pleural atau pneumo-toraks unilateral. Di dalam mediastinum terdapat timus (hanya terdapat pada hewan muda) serta trakea, esofagus, jantung, aorta, v. cava, pembuluh-pembuluh darah yang lebih kecil, syaraf, pembuluh-pembuluh limfa dan kelenjar-kelenjar limfa.
            Penyakit-penyakit mediastinal dapat terjadi secara primer, sekunder atau merupakan manifestasi lokal dari penyakit sistemik, misalnya infeksi jamur atau limfosarkoma. Karena letaknya yang berdekatan, penyakit pada mediastinum dan pleura sering terjadi bersamaan.

Pemeriksaan fisik
            Letak dari mediastinum terlindung oleh dinding toraks dan paru. Karena itu pemeriksaan fisik secara langsung pada mediastinum sulit dilakukan dan hanya terbatas pada bagian kranialnya.

Tanda-tanda klinik
Penyakit mediastinal seringkali tidak terdeteksi untuk waktu yang lama karena tanda-tanda kliniknya nonspesifik dan tidak jelas pada stadium awal. Karena banyaknya organ-organ yang terdapat di dalam mediastinum maka tanda-tanda klinik terjadi bila ada kompresi pada organ-organ tersebut. Jadi tanda klinik penyakit mediastinum sangat bervariasi dan dapat mengenai bermacam-macam sistem, yaitu :
1.    Sistem kardiovaskular : obstruksi v cava (sindrom v. cava) menyebabkan edema dan pembengkakan simetris dari kepala, leher dan kaki depan.
2.    Sistem respirasi : terdapat tanda-tanda kompresi pada saluran napas dan parenkim paru seperti batuk, exercise intolerance, dispnu dsb..
3.    Sistem digesti : kompresi yang berat pada esofagus menyebabkan disfagia dan regurgitasi.
4.    Sistem syaraf : proses infiltratif dapat menekan syaraf perifer dengan menyebabkan
-       paralisis laring dengan perubahan suara dan stridor
-       sindrom Horner : miosis, ptosis dan enoftalmos.
Diagnosis
1.    Pemeriksaan klinik : hanya massa mediastinal yang besar yang dapat dipalpasi pada inlet torakal anjing jenis kecil dan kucing.
2.    Pemeriksaan radiografik sangat penting untuk menentukan diagnosis penyakit mediastinal.
3.    Teknik2 diagnostik yang lain (lihat SNB dan pleura).

PENYAKIT-PENYAKIT MEDIASTINUM

1.   PNEUMOMEDIASTINUM (EMFISEMA MEDIASTINUM)

            Pneumomediastinum adalah terdapatnya udara di dalam mediastinum.

Etiologi dan patofisiologi
            Pneumomediastinum dapat disebabkan oleh :
1.    Trauma pada toraks atau serviks karena luka gigitan.
2.    Ruptura trakea, esofagus, alveoli atau bronki, kista, bulla, abses atau neoplasia. Ruptura dapat terjadi spontan atau setelah bersin / batuk / vomit / exercise berat.
3.    Iatrogenik pada waktu mengadakan pungsi vena, aspirasi transtrakeal, operasi didaerah trakea atau intubasi trakeal.
4.    Infeksi dengan kuman pembentuk gas (jarang terjadi).

Tanda klinik
1.    Pada umumnya hanya terdapat gangguan pada respirasi yang tidak berarti. 
2.    Dapat terjadi emfisema subkutan yang terlihat sebagai kebengkakan kepala, leher, toraks dan kadang-kadang sampai ke ekstremitas. Bila dipalpasi bagian yang membengkak terasa krepitasi.
3.    Komplikasi yang lain akibat gigitan misalnya pneumotoraks, efusi pleural dsb.

Diagnosis
            Ditentukan dari anamnesis, tanda klinik berupa emfisema subkutan dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiografik.
Terapi 
Kausal dan suportif. Tidak diperlukan terapi terhadap pneumomediastinum itu sendiri. Resorpsi udara terjadi secara spontan dalam waktu 10 – 20 hari. Emfisema subkutan meskipun banyak tidak berbahaya, dan dapat dikurangi dengan aspirasi udara.

Prognosis : Bila tidak ada komplikasi prognosis baik.

2.   PELEBARAN MEDIASTINUM
Pelebaran mediastinum dapat terjadi akut atau kronik.

Etiologi
            Ada bermacam-macam penyakit yang dapat menyebabkan pelebaran mediastinum, yaitu :
1.    Mediastinitis
Paling sering disebabkan oleh perforasi atau ruptura trakea atau esofagus, tetapi dapat juga disebabkan oleh sepsis, pneumonia, perikarditis atau piotoraks.

2.    Edema mediastinum disebabkan oleh :
-       penyakit sistemik : Infectious Canine Hepatitis, Leptospirosis, F.I.P.
-       intoksikasi sianida, endotoksin dsb.
3.    Hemoragi mediastinum disebabkan oleh :
-       trauma yang menyebabkan ruptura arteri / vena yang besar
-       gangguan pembekuan darah.
4.    Abses dan granuloma
Abses dapat terjadi akibat mediastinitis karena infeksi bakteri atau jamur atau karena neoplasia. Granuloma terjadi karena korpora aliena atau infeksi jamur.
5.    Neoplasia (lihat di bawah no. 3)

Tanda klinik
1.    dispnu karena nyeri toraks
2.    kadang-kadang terdapat febris tergantung kausa primer
3.    anoreksia dan disfagia
4.    bisa terdapat sedikit efusi pleural.

Diagnosis
            Konfirmasi dilakukan dengan :
1.    pemeriksaan radiografik
2.    pemeriksaan hematologik
3.    biopsi.

Terapi dan prognosis : tergantung kausa.

3.   NEOPLASIA MEDIASTINUM

            Tumor mediastinum pada umumnya bersifat ganas. Tumor primer berasal dari jaringan mediastinum, kelenjar limfa, timus, aortic body dsb.
Tanda klinik
1.    tergantung pada organ yang mengalami kompresi (lihat di atas).
2.    bisa terdapat efusi pleural, efusi perikardial atau chylotoraks.
Diagnosis
1.    pemeriksaan radiografik
2.    pemeriksaan sitologik dari cairan pleura
3.    biopsi dsb.
Terapi
1.    operatif
2.    khemoterapi pada limfomatosis.

Prognosis
            Pada umumnya jelek karena sifat ganas dari tumor.



KEPUSTAKAAN

Ettinger, S.J. and Feldman, E.C. 1995. Textbook of Veterinary Internal Medicine. Diseases of the Dog and Cat.  4th ed.
Leib, M.E. and.Monroe, W.E. 1997.  Practical Small Animal Internal Medicine.
Tilley, L.P. and.Smith Jr., W.K.  1997. The 5 Minute Veterinary Consult. Canine and Feline.








Tidak ada komentar: