Sejarah : Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah
satu bangsa sapi asli dan murni Indonesia. yang merupakan keturunan asli
banteng (Bibos banteng) dan telah mengalami proses domestikasi yang
terjadi sebelum 3.500 SM di Indonesia selama berabad-abad, diduga di
Pulau Jawa atau Bali dan Lombok karena sampai saat ini masih dijumpai
banteng yang hidup liar di beberapa lokasi di Pulau Jawa, seperti di
Ujung Kulon dan Pulau Bali menjadi pusat gen sapi Bali. Sapi Bali
dikenal juga dengan nama Balinese cow yang kadang-kadang disebut juga
dengan nama Bibos javanicus, meskipun sapi Bali bukan satu subgenus
dengan bangsa sapi Bos taurus atau Bos indicus. Berdasarkan hubungan
silsilah famili Bovidae, kedudukan sapi Bali diklasifikasikan ke dalam
subgenus Bibovine tetapi masih termasuk genus bos. Dari Pulau Bali yang
dipandang sebagai pusat perkembangan sekaligus pusat bibit, sapi Bali
menyebar dan berkembang hampir ke seluruh pelosok nusantara. Penyebaran
sapi Bali di luar Pulau Bali yaitu ke Sulawesi Selatan pada tahun 1920
dan 1927, ke Lombok pada abad ke-19, ke Pulau Timor pada tahun 1912 dan
1920. Selanjutnya sapi Bali berkembang sampai ke Malaysia, Philipina dan
Ausatralia bagian Utara. Sapi Bali diintroduksi ke Australia antara
1827-1849.
Ciri spesifik : Sapi Bali mempunyai ciri-ciri fisik
yang seragam. Ciri khas sapi Bali yang mudah dibedakan dari jenis sapi
Indonesia lainnya adalah adanya bulu putih berbentuk oval yang sering
disebut mirror atau cermin di bawah ekornya, serta warna putih di bagian
bawah keempat kakinya menyerupai kaos/stoking putih. Warna bulu putih
juga dijumpai pada bibir atas/bawah, ujung ekor dan tepi daun telinga.
Sapi Bali memiliki pola warna bulu yang unik dan menarik dimana warna
bulu pada ternak jantan berbeda dengan betinanya, sehingga termasuk
hewan dimoprhism-sex. Pada umunya sapi Bali berwarna merah keemasan.
Sapi Bali betina dan sapi jantan muda berwarna merah bata kecoklatan,
namun sapi Bali jantan berubah menjadi warna hitam sejak umur 1,5 dan
menjadi hitam mulus pada umur 3 tahun, tetapi bila sapi jantan
dikastrasi/dikebiri warna bulunya akan berubah menjadi merah bata
disebabkan pengaruh hormon testosteron. Disamping itu terdapat juga sapi
putih dan hitam dengan warna yang tetap tidak berubah disebut sapi
“injin”. Kadang-kadang bulu putih terdapat di antara bulu yang coklat
(merupakan bintik-bintik putih) yang merupakan kekecualian atau
penyimpangan ditemukan sekitar kurang dari 1%. Bulu sapi Bali dapat
dikatakan bagus (halus) pendek-pendek dan mengkilap. Ciri khas pada
warna bulu lainnya di bagian punggung terdapat warna hitam yang jelas
dari bahu dan berakhir di atas ekor seperti garis lurus.
Karakter ukuran tubuh Sapi Bali : Bentuk tubuh sapi Bali menyerupai banteng, tetapi ukuran tubuhnya lebih kecil akibat proses domestikasi. Secara umum ukuran badan
sapi bali termasuk kategori sedang dengan bentuk badan memanjang, dada
dalam, badan padat dengan perdagingan yang kompak, kepala agak pendek,
telinga berdiri dan dahi datar. Bulu sapi Bali umumnya pendek, halus dan
licin. Sapi Bali betina memiliki tanduk tetapi ukurannya lebih kecil
dari sapi Bali jantan. Umumnya tanduk berukuran besar, runcing dan
tumbuh agak ke bagian luar kepala dengan panjang untuk sapi jantan
antara 25-30 cm dengan jarak anata kedua ujung tanduk 45-65 cm. Sapi
Bali jantan dan betina tidak memiliki punuk dan seolah tidak bergelambir
Ukuran tubuh sapi Bali termasuk dalam kategori sedang, dimana sapi
Bali betina lebih kecil dibandingkan dengan jantan. Ukuran tubuh sapi
Bali juga sangat dipengaruhi oleh tempat hidupnya yang berkaitan dengan
manajemen pemeliharaan di daerah pengembangan. Sebagai gambaran umum
ukuran tubuh yang dilaporkan Pane (1990) dari empat lokasi berbeda
(Bali, NTT, NTB dan Sulawesi selatan) diperoleh rataan tinggi gumba
antara 122-126 cm (jantan) dan 105-114 cm (betina); panjang badan
125-142 cm (jantan) dan 117-118 cm (betina); lingkar dada 180-185 cm
(jantan) dan 158-160 cm (betina). Rataan ukuran tubuh lainnya tinggi
panggul 122 cm, lebar dada 44 cm, dalam dada 66 cm, lebar panggul 37 cm
Karakteristik umum sifat-sifat reproduksi sapi Bali :
Umur dewasa kelamin rata-rata 18-24 bulan untuk betina dan 20-26 bulan
untuk jantan; umur kawin pertama betina 18-24 bulan dan jantan 23-28
bulan; beranak pertama kali 28-40 bulan dengan rataan 30 bulan dengan
lama bunting 285-286 hari dan jarak beranak 14-17 bulan dengan
persentase kebuntingan 80-90% dan persentase beranak 70-85%. Rata-rata
siklus estrus adalah 18 hari, pada sapi betina dewasa muda berkisar
antara 20 – 21 hari, sedangkan pada sapi betina yang lebih tua antara
16-23 hari selama 36 – 48 jam berahi dengan masa subur antara 18 – 27
jam dan menunjukkan birahi kembali setelah beranak antara 2-4 bulan.
Sapi Bali menunjukkan estrus musiman (seasonality of oestrus), 66% dari
sapi Bali menunjukkan estrus pada bulan Agustus – januari dan 71% dari
kelahiran terjadi bulan Mei – Oktober dengan sex ratio kelahiran jantan :
betina sebesar 48,06% : 51,94% . Persentase kematian sebelum dan
sesudah disapih pada sapi Bali berturut-turut adalah 7,03% dan 3,59%.
Persentase kematian pada umur dewasa sebesar 2,7%..
Berat lahir sapi Bali untuk anak betina sebesar 15,1 kg dan 16,8 kg
untuk anak jantan dengan kisaran 12-17 kg, di Malaysia sebesar 16,7 kg
dan Australia sebesar 16-17 kg. Sedangkan berat lahir sapi Bali pada
pemeliharaan dengan mono kultur padi, pola tanam padi-palawija dan
tegalan masing-masing sebesar 13,6, 16,8 dan 17,3 kg. Berat sapih
kisaran antara 64,4-97 kg, untuk sapi jantan sebesar 75-87,6 kg dan
betina sebesar 72-77,9 kg; 74,4 kg di Malaysia; 82,8 kg pada
pemeliharaan lahan sawah, 84,9 kg dengan pola tanam padi – palawija,
87,2 kg pada tegalan. Berat umur setahun berkisar antara 99,2-129,7 kg
dimana sapi betina sebesar 121-133 kg dan jantan sebesar 133-146 kg.
Berat dewasa berkisar antara 211-303 kg untuk ternak betina dan 337-494
kg untuk ternak jantan. Sedangkan pertambahan bobot badan harian sampai
umur 6 bulan sebesar 0,32-0,37 kg dan 0,28-0,33 kg masing-masing jantan
dan betina. Pertambahan bobot badan pada berbagai manajemen pemeliharaan
antara lain pemeliharaan tradisional sebesar 0,23-0,27 kg;
penggembalaan alam sebesar 0,36 kg; perbaikan padang rumput sebesar
0,25-0,42 kg; pemeliharaan intensif sebesar 0,87 kg.
Sapi Bali memiliki sedikit lemak, kurang dari 4% tetapi persentase
karkasnya cukup tinggi berkisar antara 52-60% dengan perbandingan tulang
dan daging sangat rendah; komposisi daging 69-71%, tulang 14-17% lemak
13-14%.
Sapi Bali mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat selain
sebagai penghasil daging, petani kecil memanfaatkannya sebagai ternak
kerja, penghasil pupuk, dan tabungan. Di Pulau Bali, sapi Bali digunakan
untuk pariwisata upacara keagamaan seperti acara ”gerumbungan” atau
lomba adu sapi dan upacara ”Pitra Yadnya” atau sarana pengantar roh ke
surga khususnya sapi Bali yang berwarna putih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar