BAB-I
HUKUM-HUKUM
DI DUNIA GENETIKA
I. PENDAHULUAN
Sejak dahulu orang tahu dari
pengalamansehari-hari, bahwa anak itu memiliki sifst-sifst srperti orang
tuanya. Sifat-sifat tidak saja
mengenai kejasmaniannya, akan tetapi juga mengenai kejiwaannya, tingkah
lakunya.
Pengetahuan umum ini dicerminkan
dengan pepatah air cucuran, jatuhnya ke pelimbahan juga, Semua bangsa di dunia
ini mempunyai pepatah ynag dengan apa
yang dinyatakan dalam bahasa Indonesia itu. Pencinta wayang tahu benar
akan hal ini. Ambillah Gatotkaca dengan Ayahnya Bima, dan bandingkanlah
wajah, perawakan, suara serta watak-watak anak dengan wajah, perawakan, suara
serta watak-watak ayah. Dari si ayah dapat di kenal si anak, akan tetapi
sebaliknya pun dari si anak dapat di kenal si ayah. Orang Inggris
mengatakan; a tree is known by its fruit .
Di
Eropa ada suatu contoh yang klasik mengenai hal ini pula. Keturunan Raja-raja
Habsburg mempunyai satu cirri yang khas yang telah diketahui sejak tahun 1400. Ciri
khas itu berupa yang menjorok ke depan (bahasa jawa, nyakil).
Pengetahuan atau ilmu mengenai turu-temurunnya
sifat-sifat itu disebut ilmu keturunan atau
genetika ( dari bahasa Yunani gen yang
berarti jadi). Seperti halnya dengan
banyak ilmu-ilmu yang lain, maka genetika yang semula pun berupa genetika empiris, yaitu genetika yang
didasarkan atas pengalaman sehari-hari, atas observasi yang dilakukan oleh
khalayak dengan cara yangh tidak sistimatis. Baru didalam abad 19 genetika diselidiki secara sistimatis oleh seorang
rahib Gregor johann Mendel
(1822-1884) di kota Brunn. Namun hasil percobaannya yang dilakukan dengan tekun
itu baru muncul lagi pada akhir abad 19 dan permulaan aba 20.
Bahwa genetika masuk didalm ilmu
hayat dan bukan didalam ilmu statistik, hal ini tidak dapat disangkal. Namun
genetika memang memerlukan statistik juga. Sejak permulaan abad 20 ini,
genetika makin merupakan bidang tersendiri di dalam pengetahuan alam. Kini di
Indonesia pun genetika sudah merupakan mata kuliah tersendiri di
fakultas-fekultas yang ada biologinya.
Disamping genetika murni ada kita
kenal genetika serba guna (terapan) yang lazimnya disebut Eugenetika. Usaha-usaha untuk mendpatkan keturunan yang lebih baik
daripada induk, itulah bidang eugenetika. Di samping eugenetika kita kenal eutenika (euthenics), yaitu ilmu yang
mempelajari faktor-faktor lingkungan dalam hubungannya dengan eugenetika.
Eutenika menunjaang eugenetika untuk
memeperoleh hasil yang sebaik-baiknya.
Di dalam mencita-citakan pembentukan
suatu bangsa yang memiliki sifat-sifat yang utama, Pengetahuan tentang hukum-hukum
genetika sangatlah diperlukan. Demikian hukun-hukum genetika merupakan
pengetahuan dasar dalam usaha-usaha untuk memperbaiki mutu ternak dan mninggikan produksi tanaman
budi-daya. Usaha untuk memperoleh bibit unggul tidak akan berhasil tanpa
mengetahui lebih dulu prinsip-prinsip genetika.
BAB-II
II Rumusan maasalah
1. Dasar dan sejarah genetika
2. Pembiakan generatif, Ovisme, animalkulisme
3. Preformasi kontra epigenesis
4. Pangenesis
5. Teori plasma benih (germ plasma thory)
6. Penerapan sel kelamin dan penurunan
7. Hukum-hukum Mendel
1.Dasar dan sejarah genetika
Sifat asasi dari setiap mahkluk
hidup ialah mengadakan keturunan alias berkembang biak, sehingga jenisnya tidak
akan punah. Pembiakan dapat berlangsung dengan dua jalan, yaitu secara vegetatif (aseksual) dan secara generatif (seksual), Makhkluk-makhkluk yang
bersahaja pada umumnya membiak secara Vegetatif dan juga secara generatif.
Pembiakan secara vegetatif
menghasilkan keturunan yang tepat sama dengan induknya. Sebagai contoh kita
ambil bakteri yang membelah diri secara terus-menerus; bakteri-bakteri
baru itu pada hakekatnya merupakan
sebagian dari bakteri induk, sehingga bolehlah dikatakan, bakteri induk itu
diabadikan di dalam keturunennya. Demikian pula halnya dengan pembiakan secara
vegetatif tanaman tinggi; setek bunga mawar menjadi tanaman baru yang
sifat-sifatnya tidak menyimpang dari induknya, asalkan faktor-faktor lingkungan
tidak berubah.
Dari contoh-contoh diatas ini
jelaslah, bahwa bukan pembiakan vegetatiflah yang merupakan landasan kerja untk menyusun Hukum-hukum genetika.
2. Pembiakan generatif,
Ovisme, animalkulisme
Semula orang menganggap, bahwa sl
telur (ovum) yang terdapat pihak betina itu memiliki sifat-sifat sifat yang
menurun; apa yang di berika oleh pihak jantan itu hanyalah skedar cairan untuk
menggiatkan perkembanagn sel telur,
Anggapan ini disebut
Ovisme.
Penyelidikan dengan mikroskop
memberikan bukti, bahwa di dalam cairan yang di hasilkan oleh pihak jantan
terdapat hewan-hewan kecil (animalkulus) yang sewkarang kita sebut
Spermatozoon. Spermatozoon inilah pembawa sifat-sifat yang menurun; Pihak betina hanyalah ssekedar wadah tempat
spermatozoon itu bertumbuh. Anggapan ini di sebut animalkulisme. Lama
benar, terutama di kalangan para ahli, anggapan ini bertahan, serta merta
menyebabkan timbulnya pendapat, bahwa kaum wanita itu inferior terhadap kaum
laki-laki.
Koelreuter (1733-1806) menaburkan serbuk sari suatu
varietas jagung kepada putik varietas jagung yang lain. Serbuk sari itu
dihasilkan oleh bunga jantan yang tumbuh sebagai malai pada ujung batang,
sedang putik itu terdapat di dalam bunga betina yang tumbuh di dalam ketiak
daun. Maka hasil perkawinan silang antara kedua varietas jagung tersebut berupa
suatu hibrida yang memiliki sifat-sifat yang mirip dengan
kedua induk. Jika sebaliknya putik varietas yang pertama diserbuki dengan serbuk
sari dari varietas yang kedua, maka hibrida yang terjadi pun menjukkan
sifat-sifat yang mirip, dengan hibrida tersebut di atas. Dengan demikian ini
terbuktilah, bahwa baik pihak jantan maupun pihak betina mempunyai saham yang
sama di dalam pembentukan sifat-sifat pada keturunan. Hal ini berlaku juga bagi
manusia, sehingga kaum wanita tidak perlu lagi mempunyai rasa rendah (inferior)
terhadap kaum laki-laki; emansipasi dalam kompromi antara animalkulisme dan
Ovisme.
3. Preformasi kontra
epigenesis
Pada waktu mikroskop belum dapat memberikan
pembesran seperti sekarang ini, maka orang-orang seperti Anthonie Van Leeuwenhoek (1632-1723), Swammerdam (1637-1680) serta Bonnet
(1720-1793) merasa melihat adanya manusia kecil (homunkulus) di ddalam spermatozoon. Lain orang beranggapan, bahwa
homunkulus itu ada di dalam sel telur, bahkan di dalam ovarium. Hawa dahulu itu
sudah terbentuk (preformed) semua
bakal manusia yang hidup sampai sekarang ini. Anggapan ini terkenal sebagai teori preformasi.
Teori ini tidak punya penganut lagi setelah mikroskop dapat meyakinkan bahwa di
dalam sel kelamin jantan maupun di dalam sel kelamin betina itu tidak ada sama
sekali bentuk manusia kecil.Wolff
(1733-1794) dan Von Baer (1792-1876)
berpendapat, bahwa spermatozoon maupun ovum itu pada awalnya tidak mempunyai
struktur tertentu seperti di bayangkan oleh teori preformasi. Mereka
menyatakan, bahwa sel telur setelah di buahi oleh spermatozoon, barulah mulai
mengadakan pertumbuhan, dan di dalam pertumbuhan itu terbentuklah alat-alat
badan sedikit demi sedikit. Teori ini terkenal dengan teori epigenesis,
yaitu kejadian yang langsung setahap demi setahap.
4, Pangenesis
Seorang
ahli biologi yang kenamaan, yaitu Ch.
Darwin (1809-1882), mengutarakan, bahwa di dalam sel kelamin itu
terhimpunlah bakal-bakal atau tunas-tunas
(gemmulae), dan tunas-tunas itu berasal dari berbagai alat-alat tubuh.
Gemmulae itu di bawakan oleh darah serta di timbun di dalam sl kelamin; dengan
kata lain, di dalam sel kelamin itu terkandung semua alat-alat badan, akan
tetapi alat-alat itu masih berupa tunas. Jika seorang mengalami kehilangan
salah satu alat badan, maka alat badan tersebut tidak dapat memberikan tunas
kepada darah untuk di sampaikan kepada sel kelamin. Akibatnya ialah, bahwa
keturunan yang kemudian terjadi itu tidak akan memiliki alat badan tersebut.
Apa yang di utarakan Ch. Darwin ini terkenal sebagai teori pangenesis.
Teori pangenesis ini sebenarnya
dapat di anggap sebagai modifilasi dari teori preformasi. Kalau teori
preformasi mengatakan adanya homunkulus di dalam sel kelamin, maka teori
pangenesis mengatakan adany tunas-tunas di dalam sel kelamin dan tunas-tunas
ini akhirnya pun tumbuh merupakan makhkluk baru yang kecil.
Teori epigenesis tidak
menyebut-nyebut animalkulus atau pun homunkulus dan juga tidak menyebut-nyebut
adanya tunas-tunas, akan tetapi teori ini berpendapat, pertumbuhan makhluk baru
itu berlangsung setahap demi setahap sesudah terjadi persatuan antara ovum
dengan spermatozoon. Teori epigenesis itu sesuai ddengan pa yang di ketahui
sekarang ini mengenai ilmu mudigah (embriologi). Zigot, yaitu ovum yang telah
di buahi oleh spermatozoon, membelah didri secara terus-menerus, sehingga
terjadi pengelompokan sel-sel yang secara beruntun kita sebut tingkat morula,
tingkat blastula, tingkat gastrula dan akhirnya menjadi
diferensiesi lebih lanjut.
Pangenesis lama benar berpengaruh
kepada khalayak. Sekarang juga di segala bahasa banyak ucapan-ucapan yang
menandakan pentingnya darah di dalam keturunan. Orang berkata tentang darah
bangsawan yang identik dengan keturunan bangsawan; darah seniman mengandung
arti keturunan seniman atau di dalm darahnya terdapat potensi-potensi kesenian;
Tunggal
darah berarti ada hubungan keluarga.
Bahwa dar4ah tidak mengandung
tunas-tunas atau gemmulae seperti di bayangkan oleh Darwin, bahkan darah itu
tidak mengandung sifat-sifat yang
menurun, hal ini di buktikan oleh Galton (1911-1922). Galton
memindahkan darah kelinci putih ke dalam darah kelinci hitam dengan harapan
keturunan dari kelinci hitam ini akan berupa kelinci-kelinci loreng. Akan
tetapi harapan ini hampa benar, juga memindahkan darah kelinci hitam ke dalm
tubuh kelinci putih tidak mengakibatkan kelinci putih tersebut mempunyai
keturunan berbelang-belang.
Sejalan dengan teori pangenesis dari
Darwin ini, di perancis telah terlebih dahulu di utarakan oleh
Lammarck (1744-1829), bahwa sifat-sifat yang diperoleh orang tua itu
dapat di waariskan kepada anak keturunannya. Pendapat Lamarck ini sebenarnya
dikemukakan untuk menerangka adanya evolusi. Terjadinya beraneka spesies
ataaaupun berbagai-bagai varietas yang makin lama makin berbeda (divergent) itu di sebabkan karena sifat-sifat
baru yang diperoleh orang tua (induk) selama hidup itu menurun kepada anak.
Teori ini di jelaskan dengan evolusi yang di alami oleh suatu spesies rusa yang
lama kelamaan menjadi spesies jerapah. Beribu-ribu tahun yang lalu sekelompok
rusa yang sesat di dalam suatu daerah yang tidak subur terpaksa mengadapi
bahaya kelaparan. Semula makanan berupa rumput ada cukup banyak, konon , karena
kekurangan hujan, maka matilah rumput-rumputan dan tinggallah semak-semak.
Lama-kelamaan semak semak itu tiada berdaun lagi. Maka hanya pohon-pohonan yang
lebih tinggi yang masih berdaun. Maka hanya rusa yang berleher panjanglah yang
dapat bertahan hidup, dan musnahlah rusa-rusa yang berleher pendek. Karena
latihan memanjangkan leher terus-menerus, maka tiap keturunan baru itu
mempunyai leher yang lebih panjang dari pada leher neneknya. Akhirnya rusa yang
berleher panjang ini sudah jauh berbeda dari pada rusa-rusa yang menetap di
daerah berumput terus-menerus. Penyesuaian diri terhadap faktor-faktor
lingkungan ini di sebut Adaptasi.
Teori Lamarck ( Lamarckisme)
mengatakan, bahwa sifat-sifat yang di peroleh karena adaptasi atau sifat-sifat
yang diperoleh karena pengaruh faktor-faktor luar itu menurun.
5. Teori plasma benih (germ plasma theory)
August Weismann (1834-1914) secara demonstrasi membuktikan
kejanggalan Lamarckisme. Beberapa ekor tikus dipotong ekornya; menurut teori
pangenesis atupun menurut Lamarckisme, maka keturunan dari tikus-tikus yang
telah kehilangan ekor tersesbut tidak lagi berekor. Akan tetapi tikus-tikus
generasi baru itu berekor biasa seperti oraang tua mereka sebelum di potong
ekornya.
Weismman berpendapat, bahwa sel-sel
yang berfungsi sebagai sel kelamin atau gamet itu di bentuk di dalam jaringan
yang berada dengan jaringan-jaringan tubuh yang lain. Oleh karena itu,
kerusakan suatu jaringan tubuh tidak berpengaruh kepada sel kelamin, jadi tidak
menurun kepada anak. Teori weismann ini terkenal sebagai teori Plasma benih.
Plasma benih lain pengertianya daripada plasma tubuh.
Teori ini merupaka landasan kuat
bagi genetika modern, meskipun harus di akui adnya kekurangan-kekurangan.
Misal, pada makhluk yang bersahaja, jelasnya pada makhluk-makhluk bersel satu
di sini tidak sel kelamin dan sel tubuh sendiri-sendiri, juga tidak ada
perbedaan antara plasma benih dan plasma tubuh, namun makhluk-makhluk tersebut
dapat mengadakan keturunan, di antaranya ada yang secara vegetatif dan ad pula
yang secara genratif seperti yang dilakukan oleh Paramaecium (konjungasi
pada paramaecium) dan banyak jenis
jamur yang melakukan somatogami.
Lepas dari penyimpangan itu,
pengetahuan tentang sel pada dewasa ini telah memungkinkan kita membedakan sel
kelamin dan sel tubuh secara mendalam sampai pada intinya. Pengetahuan tentang
sel ini dirintis oleh sarjana-sarjana seperti
Scheilden (1838), Schwann (1839), Verchow
(1855).
6. Peranan sel kelamin dan penurunan
Bahwa kehidupan tiap-tiap makhluk itu dimulai dari suatu sel, hal ini tidak dapat
disangsikan lagi. Manusia tumbuh dari suatu sel menjadi barang 2x10” sel pada waktu lahir. Bagi genetika, sel
kelaminlah yang menjadi pusat perhatian, karena kromosom-kromosom yang
terkandung di dalamnya menentukan sifat-sifat keturunan.
Bahwa kromosom-kromosom itu pembawa
sifat-sifat yang menurun hal ini mula-mula di utarakan oleh Strasburger (1884), O. Hertwig (1884) dan
oleh
Boveri (1862-1915)
Sel kelamin hanya mempunyai setengah
jumlah kromosom sel tubuh; sel kelamin dikatakan haploid dengan n
kromosom, sedang sel tubuh dikatakan diploid dengan 2n kromosom.
Jumlah kromosom dan terutama sekali
isi kromosom merupakan obyek terpenting dalam penelitian dewasa ini. Dengan
cara yang relatif mudah dilakukan, orang dapat mengamati (memotret) jumlah dan
bentuk kromosom masing-masing. Gambar seperangkat itu merupakan karyotipe.
Tiap spesies memiliki karyotipe sendiri.
7. Hukum-hukum Mendel
1. Satu sifat beda
intermedier dominasi
Keistimewaan dari Mendel dalam
mengadakan percobaan-percobaan itu berupa cara ia memilih tanaman yang mempunyai
sifat-sifat yang konstan murni, individu mana disebut homozigot. Kemurnian tanaman ini dimungkinkan karena adanya
penyerbukan sendiri.
a. Intermedier
Jika diadakan penyerbukan silang antara
dua tanaman homozigot yang berbeda satu sifat, misalnya mirabilis jalapa (bunga pukul empat) berbunga merah dan mirabilas jalapa berbunga putih, maka
terjadilah F1 yang berbunga jambon (merah muda). F1 yang kita sebut suatu
monohibrida ini bukan homozigot lagi, melainkan suatu heterozigot.
Jika tanaman F1 ini kita biarkan
mengadakan penyerbukan sendiri, kemudian biji-biji yang dihasilkan itu kita tumbuhkan,
maka kita perolehlah F2 yang berupa tanaman berbunga merah, tanaman berbunga
jambon dan tanaman berbunga putih, jumlah-jumlah mana berbanding seperti 1:2:1.
Maka jika biji-biji F2 yang berbunga
merah itu kita tumbuhkan, kita perolehlah F3 yang juga berbunga merah. Demikian
pula biji-biji dari F2 yang berbunga putih, jika itu kita tumbuhkan, kita
perolehlah F3 yang berbunga putih. Sebaliknya, F2 yang berbunga jambon itu
menghasilkan F3 yang terdiri atas tanaman berbunga merah, tanaman berbunga
jambon dan tanaman berbunga putih dalam perbandingan 1:2:1 lagi.
Dalam hal ini maka warna jambon itu
kita sebut warna intermedier antara
merah dan putih. Jik F1 yersebut diatas merupakan suatu monohibrida yang intermedier.
Contoh sifat intermedier juga kita
dapatka juga di dunia hewan. Perkawina antara ayam Andalusia hitam dengan ayam Andalusai
putih menghasilakan F1 yang berwarna biru. Perkawinan antara F1 sendiri
menghasilkan F2 yang berupa ayam hitam 25%, ayam biru 50% dan ayam putih 25%
atau suatu perbandingan seperti 1:2:1. F1 yang berwarna biru itu pun kita sebut
suatu monohibrida yang intermedier.
b. Dominasi
Jika pisum
sativum (ercis) berbuji kuning di kawinkan dengan jenisnya yang berbiji
hijau, maka kita perolehlah F1 yang berbiji kuning. Hibrida ini tidak nampak
bedanya dengan P yang berbiji kuning homozigot,padahal hibrida itu heterozogot.
Untuk dapat membedakan mana yang homozigot dan mana yang heterozigot kuning,
perlulah kita tunggu F2 dari hibrida tersebut. Maka hasil yang telah
berulang-ulang diperoleh ialah F1 menghasilkan F2 yang bijinya ada yang
berwarna kuning dan ada pula yang berwarna hijau, jumlah-jumlah mana berbanding
seperti 3:1. Mendel mengulang percobaan ini sampai tujuh kali, dan selalu
diperolehnya 3:1. juga sarjana-sarjana yang kemudian mengulang percobaan dengan
pisum ini memperoleh hasil yang sama.
Maka F1 yang berbiji kuning itu di
katakan dominan atau prevalen, sedangkan warn ahijau yang kalah
itu di sebut sifat yang rsesif. Dominan dan keresesifan ini kita lihat
dimana-mana. Pada umumnya dapat kita katakan, bahwa sifst-sifst yang menyolok
itu menang atas sifat-sifat yang lemah.
Di dunia hewan, Lang (1904)
memberikan suatu bukti dominansi yang di peroleh dengan mengawinkan siput-kebun
(helix hortensis) yang rumahnya polos dengan siput kebun yang rumahnya
bergaris-garis. F1 berupa siput yang rumahnya polos, denga F2 terdiri 75% siput
berumah polos dan 25% siput berumah bergaris-garis; jadi di sini kita dapatkan
dominasi polos atas bergaris-garis.
Dari percobaan-percobaan tersebut di
atas Mendel menarik kesimpulan, bahwa sifat-sifat yang nampak pada keturunan
itu di bawakan oleh sesuatu yang terdapat di dalam sel kelamin; Sesuatu itu di
sebutnya gen. Untuk menggampangkan
pembicaraan, maka gen yang dominan itu di sebut dengan huruf yang sama tetapi
kecil. Jadi dalam hal pisum tersebut
di atas, warna kuning di tandai dengan K,
dan warna hijau di tandai dengan k.
Pisum yang kuning lengkapnya di tulis dengan
KK,sedang pisum yang hijau di tuliska dengan kk. Ingatlah bahwa sel tubuh itu diploid dan sel kelamin itu
haploid. Maka sel kelamin dari kedua varietas pisum tersebut adalah K
dan k.
Jadi kawin silang antara KK x kk menghasilkan F1 yang berupa Kk. Diagramnya
sebagai berikut:
P KK X kk
K_____________________k
Sel kelamin
K_____________________k
F1 Kk
Hukum mendel 1, F1 adalh seragam.
Maka perkawinan (penyerbukan sendiri)
antara Kk x Kk menghasilakn F2 sebagai berikut:
Kk X Kk
K_______________________K
Sel kelamin
k________________________k
F2 berupa, KK Kk_______Kk kk
25% 50% 25%
Hukum mmendel denga satu sifat beda yang dominan.
Karena ada dominansi, maka KK maupun
Kk berwarna kuning sehingga perbandinagan antara jumlah biji kuning jumlah biji
hijau menjadi 75%:25%.
Kalau kita ingin
mengetahui mana yang kuning homozigot dan mana yang kuning heterozigot di antara
F2, maka perlulah kita melihat F3 masing-masing. Secara teoritis sudah dapat
kita katakan, bahwa F3 dari KK tentulah KK pula, jadi KK inilah Homozigot. F3
dari Kk terdiri dari atas 75% biji kuning dan 25% biji hijau; jelaslah bahwa F2
yang kita beri kesempatan mengadakan penyerbukan sendiri itu heterozigot.
Ketidakmurnian Kk itu dapat diuji
juga dengan mengawinkan Kk dengan induk yang homozigot dalam faktor resesif,
jadi kk. Maka keturunan antara Kk x kk menjadi 50% berbiji kuning (Kk) dan 50%
berbiji hijau (kk). Perbandingan 1:1 ini menjelaskan ketidakmurnian induk Kk.
Pengujian demikian ini di sebut Pengawinan
kembali atau back cross, sering
di katakan juga uji silang (test-cross).
Yang penting untuk di ingat-ingat adalah, bahwa back-cross atau test-cross itu
berupa pengawinan suatu dibrida dengan induknya yang homozigot resesif.(Dwidjoseputro;
1981).
secara etimologis genetika berasal
dari bahasa Latin, yaitu genos artinya suku bangsa atau asal usul. Sedangkan
secara terminologis genetika didefinisikan sebagai salah satu cabang ilmu yang
mempelajari seluk-beluk gen yang merupakan unit dasar biologis yang mengontrol
pewarisan sifat.
Ditinjau dari segi sejarah, pemikiran tentang genetika telah dimulai sejak zaman Yunani kuno. Sekalipun istilah gen belum dikenal, namun pembicaraan mengenai arche (asal mula segala sesuatu) diperdebatkan saat itu, sama artinya dengan pembicaraan masalah gen yang menyusun struktur makhluk hidup.
Para pemikir itu yaitu Thales (640-550 SM), Anaximandros (611-545 SM), Phytagoras (± 532 SM), Anaximenes (588-524 SM), Heraklitos (535-475 SM), Empedokles (490-435 SM), Demokritos (460-360 SM), Sofis (470 SM-abad I Masehi), Plato (427-347 SM), Aristoteles (384-322 SM), Leeuwenhoek (Abad ke-17), Francesco Redi (1621-1627), Lazardo Spallazani (1739-1799), Pasteur dan Tyndall, Wolf (1974), Lamark (1744-1829), Von da Baer (1792-1876), Charles Darwin (1809-1882), Weisman (1834-1914) dan masih banyak lagi pemikir lain (1).
Wacana genetika dalam kaitannya dengan keturunan (hereditas) sebagai momentum dasar dalam rekayasa genetika (genetic enggenering) pertama kali diperkenalkan oleh Gregor Mandel (1882-1884), yang menyatakan bahwa pemindahan sifat tidak selalu meragukan, tetapi dapat mempunyai pola yang dapat diperkirakan. Dalam membuka rahasia keturunan, ia mengadakan serangkaian eksperimen dengan menggunakan bantuan ilmu statistika. Seperti ahli biologi pada masa itu, ia tertarik pada hibrida yang merupakan hasil keturunan dari perkawinan silang antara tumbuhan yang berbeda karakter.
Secara lebih spesifik Mandel ingin mengetahui hukum-hukum yang mengatur produksi hibrida. Awalnya ia menguraikan percobaannya pada tanaman hibrida yang dibuahi secara buatan dengan tepung sari yang berasal dari tumbuhan yang masing-masing mengandung gen dominan dan gen resesif (2). Sesuai dugaan teoritisnya, Mandel menyimpulkan bahwa suatu persilangan antara bentuk hibrida gen resesif dengan tumbuhan lain gen dominan akan menghasilkan tumbuhan yang memiliki gen dominan, tanpa gen resesif hibrida. Akan tetapi ketika hibrida yang memiliki gen resesif dikawin silang dengan tumbuhan lain gen resesif yang sama, maka hibrida tersebut tetap akan memiliki sifat yang persis sama dengan induknya (3).
Secara singkat teori Mandel disimpulkan bahwa sifat-sifat induk tidak bercampur pada keturunannya. Keturunan yang dihasilkan mempunyai satu sifat induknya (ibu atau bapak) dan sangat tergantung pada gen yang paling dominan antara keduanya.
Setelah melakukan percobaan lain, Mandel akhirnya merumuskan hukum-hukum penting terkait dengan kawin silang antara varietas yang berbeda dengan satu sifat. Secara eksplisit hukum-hukum tersebut berbunyi :
1) Perkawinan antara tanaman atau hewan dari dua varietas berbeda akan menghasilkan keturunan yang sama dengan induknya.
2) Semua individu yang merupakan keturunan pertama selalu sama.
3) Jika keturunan yang dihasilkan memiliki sifat yang sama dengan salah satu induknya, maka terjadi dominasi gen dari salah satu induk tersebut (hukum dominan).
4. Jika terjadi dominasi, maka keturunan yang dihasilkan memiliki sifat 75% dari gen induk yang dominan, sementara 25% lainnya dari gen induk yang tidak memiliki gen dominan (Hukum Pisah).
5) Kombinasi yang muncul di dalam keturunan itu dapat beraneka macam (Hukum free assortment) (2).
Hukum-hukum yang dikemukakan Mandel ini merupakan dasar-dasar genetika medern, sehingga para ahli Biologi menganugrahi Mandel dengan gelar Bapak Genetika Modern. Kontribusi yang diberikan Mandel sangat besar terhadap ilmu pengetahuan modern, terbukti dengan dijadikannya Pisum sebagai landasan dalam penelitian-penelitian genetika pada abad-abad berikutnya (2).
Daftar Bacaan
1. Daulay, S. P dan M. Siregar. Kloning dalam Perspektif Islam (Mencari Formulasi Ideal Relasi Sains dan Agama).
2. Anna. C. Pai, Dasar-dasar Genetika; Ilmu untuk Masyarakat, Penerj. Muchidin Afandi, (Jakarta, Erlangga, 1987)
3. Vitezslav Orel, Mandel Bapak Genetika Modern. Penerj. Hadyana Pudjaatmaka, (Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 1991).
Ditinjau dari segi sejarah, pemikiran tentang genetika telah dimulai sejak zaman Yunani kuno. Sekalipun istilah gen belum dikenal, namun pembicaraan mengenai arche (asal mula segala sesuatu) diperdebatkan saat itu, sama artinya dengan pembicaraan masalah gen yang menyusun struktur makhluk hidup.
Para pemikir itu yaitu Thales (640-550 SM), Anaximandros (611-545 SM), Phytagoras (± 532 SM), Anaximenes (588-524 SM), Heraklitos (535-475 SM), Empedokles (490-435 SM), Demokritos (460-360 SM), Sofis (470 SM-abad I Masehi), Plato (427-347 SM), Aristoteles (384-322 SM), Leeuwenhoek (Abad ke-17), Francesco Redi (1621-1627), Lazardo Spallazani (1739-1799), Pasteur dan Tyndall, Wolf (1974), Lamark (1744-1829), Von da Baer (1792-1876), Charles Darwin (1809-1882), Weisman (1834-1914) dan masih banyak lagi pemikir lain (1).
Wacana genetika dalam kaitannya dengan keturunan (hereditas) sebagai momentum dasar dalam rekayasa genetika (genetic enggenering) pertama kali diperkenalkan oleh Gregor Mandel (1882-1884), yang menyatakan bahwa pemindahan sifat tidak selalu meragukan, tetapi dapat mempunyai pola yang dapat diperkirakan. Dalam membuka rahasia keturunan, ia mengadakan serangkaian eksperimen dengan menggunakan bantuan ilmu statistika. Seperti ahli biologi pada masa itu, ia tertarik pada hibrida yang merupakan hasil keturunan dari perkawinan silang antara tumbuhan yang berbeda karakter.
Secara lebih spesifik Mandel ingin mengetahui hukum-hukum yang mengatur produksi hibrida. Awalnya ia menguraikan percobaannya pada tanaman hibrida yang dibuahi secara buatan dengan tepung sari yang berasal dari tumbuhan yang masing-masing mengandung gen dominan dan gen resesif (2). Sesuai dugaan teoritisnya, Mandel menyimpulkan bahwa suatu persilangan antara bentuk hibrida gen resesif dengan tumbuhan lain gen dominan akan menghasilkan tumbuhan yang memiliki gen dominan, tanpa gen resesif hibrida. Akan tetapi ketika hibrida yang memiliki gen resesif dikawin silang dengan tumbuhan lain gen resesif yang sama, maka hibrida tersebut tetap akan memiliki sifat yang persis sama dengan induknya (3).
Secara singkat teori Mandel disimpulkan bahwa sifat-sifat induk tidak bercampur pada keturunannya. Keturunan yang dihasilkan mempunyai satu sifat induknya (ibu atau bapak) dan sangat tergantung pada gen yang paling dominan antara keduanya.
Setelah melakukan percobaan lain, Mandel akhirnya merumuskan hukum-hukum penting terkait dengan kawin silang antara varietas yang berbeda dengan satu sifat. Secara eksplisit hukum-hukum tersebut berbunyi :
1) Perkawinan antara tanaman atau hewan dari dua varietas berbeda akan menghasilkan keturunan yang sama dengan induknya.
2) Semua individu yang merupakan keturunan pertama selalu sama.
3) Jika keturunan yang dihasilkan memiliki sifat yang sama dengan salah satu induknya, maka terjadi dominasi gen dari salah satu induk tersebut (hukum dominan).
4. Jika terjadi dominasi, maka keturunan yang dihasilkan memiliki sifat 75% dari gen induk yang dominan, sementara 25% lainnya dari gen induk yang tidak memiliki gen dominan (Hukum Pisah).
5) Kombinasi yang muncul di dalam keturunan itu dapat beraneka macam (Hukum free assortment) (2).
Hukum-hukum yang dikemukakan Mandel ini merupakan dasar-dasar genetika medern, sehingga para ahli Biologi menganugrahi Mandel dengan gelar Bapak Genetika Modern. Kontribusi yang diberikan Mandel sangat besar terhadap ilmu pengetahuan modern, terbukti dengan dijadikannya Pisum sebagai landasan dalam penelitian-penelitian genetika pada abad-abad berikutnya (2).
Daftar Bacaan
1. Daulay, S. P dan M. Siregar. Kloning dalam Perspektif Islam (Mencari Formulasi Ideal Relasi Sains dan Agama).
2. Anna. C. Pai, Dasar-dasar Genetika; Ilmu untuk Masyarakat, Penerj. Muchidin Afandi, (Jakarta, Erlangga, 1987)
3. Vitezslav Orel, Mandel Bapak Genetika Modern. Penerj. Hadyana Pudjaatmaka, (Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 1991).
Diterbitkan
di: Nopember
19, 2009
Link
yang relevan :
BAB III
Kesimpulan
Mendel adalah peletak batu pertama untuk
genética modern. Ia bekerja dengan eksperimen-eksperimen selama 7 tahun; hasil
penyelidikannya di terbitkan dalam tahun 1866.
Ia
mewmulai percobaannya dengan menyelidiki akibat perkawinan silang antara du
tanaman yang mempunyai satu sifat beda yang jelas. Tanaman yang di gunakannya
sebagai percobaan ahíla pisum sativum (erais) dari suku
papilionasceae; tanaman ini pada dasarnya mengadakan penyerbukan sendiri.
Estela mendapat cukup data mengenai hal ihwal satu sifat-beda, maka
diselidikinyalah akibat kawinsilang antara dua varietas yang mempunyai dua atau
lebih sifat beda.
Hasil
percobaan mendel ini tidak tersebar luas sebagaimana mestinya. Baru pada abad
permulaan abade XX, jadi Kira-kira 40 tahun kemudian, publikasi mendel beredar
lagi dan di akui kebenarannya oleh De vries (Belanda,1900), Correns
(Jerman,1900), dan Tschermak (Austia,1900) yang masing-masing bekerja
sendiri-sendiri.
Hasil
penyelidikan mendel mengenai kawain silang antara dua varietas yang berbeda
satu sifat dapat di simpulkan sebagai berikut:
- Perkawinan antara tanaman atau hewan dari dua varietas itu menghasilkan keturunan yang sama, mana saja yang di ambil sebagai Ayah atau Ibu. Kalau Ayah kita sebut P1 dan ibu P2 (P=Parens,=orang tua) dan keturunan mereka kita sebut F1 (filius pertama), maka F1 dari hasil perkawinan P1 sebagai ayah dan P2 sebagai ibu sama dengan F1 sebagai hasil perkawinan antara P2 sebagai ayah dan P1 sebagai ibu.
Hal ini di kenal sebagai Hukum
timbal-balik (Resiprok).
- F1 itu seragam(uniform),artinya, semua individu yang merupakan keturunan pertama itu sama.
- Jika semua individu yang merupakan F1 memperlihatkan sifat yang sama dengan sifat salah satu orag tuanya, maka hal ini terjadilah dominansi, dan ini terkenal dengan hukum Dominan
- Jika terjadi Dominansi, maka keturunan dari F1, jadi F2, terdiri dari individu-individu yang merupakan perbandingan 3;1, maksudnya, 75% dari jumlah F2 itu serupa orang tua yang satu (yaitu yang memiliki sifat yang dominan), sedang 25% dari jumlah serupa denga orang tua yang lain. Ini terkenal dengan hukum pisah
- Pemisahan antara dua sifat beda tidak bergantung pada sifat-sifat beda yang lain, dengan kata lain, kombinasi sifat-sifat yang muncul di dalm keturunan itu dapat beraneka macam; Hal ini terkenal sebagai Hukum pisah-bebas (free
assortment). Lawan dari pisah-Bebas adalah tergabung
(linkage).
Hukum-hukum
yang di kemukakan Mendel ini tetap merupakan dasar-dasar
genetika baru,
meskipun kemudian di temukan kejadian-kejadian yang agaknya atau sama sekali
menyimpang dari apa yang di utarakan Mendel.
DAFTAR
PUSTAKA
- Prof. Dr. D. Dwidjoseputro 1981” Pengantar Genetika” Fakulatas pertanian universitas Brawijaya
- http://www.abdulmuthalib.co.cc/2009/07/wacana-hereditas-hukum-man ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar